Catatan : Muthi Masfu’ah, A.Md, CN NLp
Emmeril Kahn Mumtadz atau Eril, demikian nama pemuda usia 23 tahun itu. Seorang pemuda biasa, yang wafat dengan cara terindah. Yap, orang-orang begitu rela memanjang, melepas kalau engkau pulang, doa doa terbang, mengiringi jiwa yang tenang, keharibaan Maha Penyayang.
Sungguh, siapa sangka pemuda tak terlihat media, pemuda yang tak dikenal banyak masa, pemuda yang hidupnya bersahaja kini pulang penuh makna.
Siapa sangka masa berdiri datang berdoa mengantar jenazah pemuda ini. Apa amalan pemuda imi selama hidupnya di dunia? Begitu banyak cerita yang tak menjadi berita, begitu banyak cerita kini harum hingga pelosok dunia.
Mataku berkaca… Kita bagaimana? Menangislah untuk sementara dan kita masih punya tugas mencari persiapkan bekal untuk kembali kepada sang pencipta, dengan segala upaya kita.
Sungguh pemuda itu, bukan karena ia anak seorang pejabat. Bukan karena kabar kematiannya luas tersiar. Bukan karena kita mengenalnya. Kita mencintai Eril karena hal-hal yang kita sendiri tidak mengerti dan tidak bisa kita bahasakan.
Sungguh, Allah lah yang Maha bolak-balikkan hati. Sejak dinyatakan hilang di Sungai Aare akhir Mei lalu pesona Eril menyedot perhatian. Kita hanyut dalam pemberitaan dan haru melihat ketegaran keluarga yang ditimpa musibah. Seakan Allah ingin menunjukkan inilah, pembelajaran hidup yang terbentang untuk kita yang mampu menarik hikmah.
Hampir setiap hari nama Eril menjadi trending topik berjuta doa memohon keselamatannya, gelombang duka cita mengalir mohon keselamatannya. Hingga akhirnya Eril dinyatakan wafat dan jasadnya ditemukan di Bendungan Engehalde sekitar 5,1km dari titik awal ia hanyut. Jasadnya utuh dengan kepala mendongak ke kanan, wangi eukaliptus.
Sungguh, cerita-cerita Erli menghiasi lini media massa. Cerita-cerita baik yang mengharukan. Seorang anak pejabat dan kekayaan orangtuanya yang tampak sangat sederhana olehnya.
Bangku sekolah dan kuliah hanya sedikit orang yang tahu, Eril adalah putra sulung Ridwan Kamil, Walikota Bandung dan kemudian menjadi Gubernur Jawa Barat. Bahkan guru dan dosen banyak tak mengetahuinya,
Eli tetap berpenampilan seperti anak-anak lainnya tak pernah berusaha menunjukkan apalagi menyombongkan status sosialnya. Ia dikenal dermawan dan setia kawan.
Ya rela berkilo kilo mengayuh sepeda untuk bisa berangkat sekolah bersama teman-temannya. Iya aktif di berbagai kegiatan sosial yang diselenggarakan sekolah dan kampus. Bahkan melalui satpam rumahnya, Eril sering keluar diam-diam tengah malam untuk membagikan makanan kepada orang-orang yang kurang mampu.
Menurut Ridwan Kamil, sang ayah dengan usia Eril yang masih muda, rupanya telah banyak kebaikan yang dilakukannya. Ia pun belajar dari kehidupan sang putra yang selalu didedikasikan untuk membantu sesama.
“23 tahun mungkin belum cukup untuk menghasilkan karya-karya yang besar, namun terbukti ternyata memadai untuk menjadi manusia yang dicintai dengan akbar,” kata Ridwan Kamil.
“Kami belajar tentang hidup, yang tidak semata terdiri atas lamanya hari, tapi tentang tiap hela napas, yang dipakai berbuat baik walau kecil dalam sehari-hari.” Sang Gubernur kembali menekankan bahwa keluarganya telah merelakan Eril karena percaya sang putra sudah mendapat bekal kebaikan yang cukup.
“Luncuran doa yang dipanjatkan dari berbagai penjuru negeri adalah limpahan pertanda yang lebih dari cukup bagi kami,” ungkap Ridwan Kamil.
“Untuk yakin barangkali Allah memang yang menghendaki agar kepulangannya disambut baik oleh langit dan bumi.” Lanjut sang ayah.
Ya, mungkin kebaikan-kebaikan yang dirahasiakan membuat ia didoakan banyak orang, yang orangtuanya sendiri tak tahu. Ternyata itu rahasianya jika kita ingin dipanggil dalam keadaan yang terbaik berapa banyak kebaikan yang kita tabur untuk orang lain.
Sungguh, ia anak muda yang penuh idealisme dan masih berusaha mencari jati diri. Kini ia benar-benar telah tiada, jenazahnya diterbangkan dari Swiss Sabtu kemarin dan mendarat di Indonesia, Ahad petang di Soekarno Hatta. Ribuan orang menanti kedatangannya dari pejabat, selebriti hingga rakyat biasa…
Siapa yang ingin menjadi bunga indah di surga diiringi berjuta doa maka taburlah berjuta benih kebaikan di dunia, ujar sang ayah dengan penuh kelapangan.
Eril saatnya ia pulang ke negeri yang disertai jutaan doa. Ke negeri para wali yang salah satunya adalah leluhurnya. Senin kemarin Eril dimakamkan.
Ribuan orang pergi mengantarnya. Jutaan orang mengalir doa. Kita pun dari jauh berdoa dan menangis di layar kaca, bahkan juga di depan layar smartphone kita masing-masing. Tak hanya Ridwan Kamil, Bunda Cinta, Nabila dan Arka yang kehilangan. Kita semua berduka. Jutaan rakyat Indonesia berduka akan wafatnya seorang pemuda sederhana 23 tahun ini.
Sungguh setiap jiwa akan mati. Kita pun demikian, sungguhpun ajal kematian itu ada tiga yang Allah rahasiakan. Satu, Allah merahasiakan waktu. Dan setiap orang akan wafat pada waktu yang ditetapkan Allah. Tidak bisa diundur maju kan sedetik. Yang kedua, tempatnya, takdir itu akan mendatangi tempat kita dimana takdir kita akan diwafatkan. Semoga kita dapat mengambil hikmah kehidupan ini. Siapa yang ingin menjadi bunga indah di surga diiringi berjuta doa maka taburlah berjuta benih kebaikan di dunia. (**)