Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan adanya temuan 556 kontainer milik PT FIB (Flemings Indo Batam) dan PT PGP (Peter Garmindo Prima) yang tidak sesuai dengan syarat bea masuk dalam kasus dugaan korupsi importasi tekstil. Jumlah ini meningkat dari sebelumnya yang hanya 27 kontainer.
“Berangkat dari temuan ada 27 kontainer di Batam tanpa dilindungi surat-surat keterangan asal, kemudian ditemukan lagi ada 57 kontainer yang mungkin teman-teman kemarin sempat mendengar di Tanjung Priok dan sementara ini hasil penyelidikan tim penyidik ternyata 556 kontainer,” jelas Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono kepada wartawan di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jalan Sultan Hasanudin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (24/6/2020).
Hari menyebut kasus ini bermula ketika kontainer mengalami perubahan invoice menjadi lebih kecil agar mengurangi kewajiban bea. Hari mengatakan satu kontainer memiliki tarif yang berbeda-beda.
“Mengubah invoice dengan nilai lebih kecil untuk mengurangi bea. Nah, itu kan tentu ada hitungannya sendiri. Kemudian tarif misalnya 1 kontainer itu seharusnya berapa tentu nanti berbeda-beda,” katanya.
“Oleh karena itu, tim penyidik masih akan menghitung, terkadang 1 kontainer dengan kontainer yang lain belum tentu sama,” sambungnya.
Hari juga mengatakan adanya pengurangan volume dan jenis barang untuk mengurangi bea. Ia juga menyebut kontainer bahkan tidak disertai surat keterangan asal yang benar.
“Tindak dugaan tindak pidana korupsi dalam importasi tekstil ini, adanya pengurangan volume dan jenis barang dengan tujuan mengurangi kewajiban bea masuk tindakan pengamanan sementara dengan menggunakan surat keterangan asal atau (SKA) surat keterangan asal yang tidak benar,” ucap Hari.
Sementara itu, lanjut Hari, pihaknya saat ini telah melakukan penyegelan dan penyitaan gudang PT FIB dan PT PGP di Cakung, Jakarta Timur. Hari menyebut tindakan ini sebagai upaya untuk mengecek isi dalam gudang tersebut yang terkait dengan 565 kontainer tadi.
“Sementara ini yang dilakukan penyidik tentu melakukan beberapa tindakan penyitaan, yang antara lain sudah dilakukan penyitaan atau penyegelan di gudang PT FIB dan PT PGP di Cakung. Gudangnya disegel dulu, disita, tentu nanti tindakan penyidik selanjutnya tentu mengecek isi yang ada di dalam gudang itu. Sementara diamankan dulu, baru nanti kita dapatkan apa saja yang ada di dalam gudang itu, dikaitkan dengan dugaan penyidik dari 556 kontainer itu,” terang Hari.
Diketahui, Kejagung menetapkan lima tersangka terkait kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam importasi tekstil pada Ditjen Bea dan Cukai pada 2018 hingga 2020. Empat tersangka merupakan pejabat di Bea-Cukai Batam dan satu lagi berlatar belakang pengusaha.
“Berdasarkan surat perintah penyidikan nomor 22 tanggal 27 April 2020 dan surat perintah penyidikan nomor 22 A tanggal 6 Mei 2020, pada hari ini menetapkan lima orang tersangka. Empat masih pejabat aktif, yang satu pengusahanya,” tutur Hari di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Rabu (24/6).
Kelima tersangka tersebut adalah Kabid Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan KPU Bea-Cukai Batam berinisial MM, Kepala Seksi (Kasi) Kepabeanan dan Cukai pada Bea-Cukai Batam berinisial DA, Kasi Kepabeanan Bea dan Cukai pada Bea-Cukai Batam berinisial HAW, Kasi Kepabeanan dan Cukai pada Bea-Cukai Batam berinisial KA, serta pemilik PT Flemings Indo Batam (FIB) dan PT Peter Garmindo Prima (PGP) berinisial IR. (aud/detik.com)