JAKARTA – Pemerintah China mencatat lonjakan harian terbesar dalam kasus Covid-19 dalam lima bulan terakhir. Ini merupakan kebangkitan corona setelah kehidupan di China berangsur normal dan kasus bisa dimitigasi sejak pertengahan 2020 lalu.
Penambahan kasus baru Covid-19 tercatat menjadi yang tertinggi dalam lebih dari 10 bulan terakhir. Komisi Kesehatan Nasional China mengungkap 144 kasus baru Covid-19 pada 14 Januari 2021. Jumlah tersebut naik dari 138 kasus sehari sebelumnya, dan menjadi peningkatan harian tertinggi sejak 1 Maret yakni 202 infeksi.
Komisi mengatakan 135 dari kasus baru merupakan infeksi lokal, 90 di antaranya terjadi di Provinsi Hebei yang mengelilingi Beijing. Sementara 43 kasus lainnya dilaporkan di Provinsi Heilongjiang. Kemudian Provinsi Guangxi dan Shaanxi masing-masing melaporkan satu kasus.
Akibatnya pemerintah meningkatkan aturan pembatasan sosial bahkan me-lockdown sejumlah kota di empat provinsi dengan kasus corona terbanyak. Sejumlah media barat menyebut, China kini memasuki gelombang kedua corona.
Pada Rabu (13/1/2021), China mengunci tiga kota dengan penduduk 17 juta orang, Shijianzhuang dan Xintai di provinsi Hebei. Pemerintah memerintahkan test secara massif di semua pemukiman, yang diyakini selesai dalam beberapa hari.
Transportasi juga ditiadakan di dua kota itu. Sementara sejumlah acara seperti pernikahan hingga pemakaman dibatalkan di provinsi tempat Konferensi Partai Komunis China ini biasa berlangsung.
Karena provinsi ini menjadi sentral kasus, pemerintah setempat memberlakukan ‘status perang’. Belum ada kemungkinan status itu dicabut dalam waktu dekat.
China juga mengunci kota dekat ibu kota Beijing di provinsi yang sama Langfang. Di hari yang sama Provinsi Heilongjiang juga mengumumkan keadaan darurat Covid-19 di kota Suihua dan me-lockdown 5,2 juta penduduknya.
Ibu kota Beijing sendiri sudah melakukan lockdown ke sejumlah distrik. Di Shunyi, sebuah distrik di timur laut Beijing yang mencakup Bandara Internasional Beijing serta desa-desa pedesaan, penduduk telah diperintahkan untuk tetap berada di dalam rumah sejak lonjakan kasus sebelum tahun baru.
Selain itu, dua provinsi lain yakni Shanxi dan Jilin telah memerintahkan warga tidak meninggalkan kota. Karantina juga diberlakukan bagi semua orang yang melakukan perjalanan jauh selama dua minggu di fasilitas pemerintah dan boleh meninggalkan kota setelah dua kali tes dilakukan.
Penguncian kali ini ditulis Wall Street Journal lebih banyak dibanding saat Januari 2020. Kala itu pemerintah mengunci kota Wuhan, di Provinsi Hubei, yang jadi pusat corona.
Gelombang infeksi datang menjelang liburan Tahun Baru Imlek, ketika ratusan juta orang China biasanya melakukan perjalanan ke kota asal mereka. Namun pembatasan yang dilakukan pemerintah diyakini menekan jumlah pemudik tahun ini, banyak provinsi telah meminta pekerja migran untuk tetap diam selama waktu liburan.
Feng Zijian, wakil direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China (CDC), optimistis kebangkitan besar-besaran tidak mungkin terjadi selama liburan. “Jika tindakan pengendalian dan pencegahan diterapkan dengan benar,” ujarnya seperti dikutip cnbcindonesia.com.
Mengutip AFP dan Reuters, jumlah kasus baru di China daratan yang dilaporkan saat ini memang terlihat kecil, dibandingkan pada puncak wabah pada awal 2020 lalu. Sebelumnya ribuan orang terinfeksi corona di Wuhan, Provinsi Hubei, pada Desember 2019 hingga Maret 2020.
Namun, pihak berwenang menerapkan pembatasan ketat setiap kali kasus baru muncul.Komisi Kesehatan Nasional melaporkan 115 kasus baru Covid-19 pada Rabu. Sebanyak 90 kasus didominasi sebuah kluster di Provinsi Hebei.
Di seluruh negeri, jumlah kasus baru tanpa gejala meningkat menjadi 81 dari 76 hari sebelumnya. Sayangnya, China tidak mengklasifikasikan kasus tanpa gejala sebagai infeksi virus korona yang dikonfirmasi.
Sementara itu melansir Worldometers Kamis (14/1/2021), jika diakumulasi total warga China yang telah terinfeksi corona saat ini sebanyak 87.844. Di mana jumlah kematian resmi total 4.635. Ada 138 kasus baru dengan satu kematian.
Belum ada komentar khusus dari Presiden China Xi Jinping soal ini. Namun pemerintah pusat berjanji bertindak se-transparan mungkin. “Dalam proses pencegahan dan pengendalian penyakit menular, salah satu poin kuncinya adalah mencari kebenaran dari fakta, untuk secara terbuka dan transparan merilis informasi epidemi dan tidak pernah membiarkan menutupi atau tidak melaporkan,” kata Perdana Menteri China, Li Keqiang, Jumat pekan lalu. (net/red)