Catatan Rizal Effendi
ADA yang bilang Wakil Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Ir H Hamdam Pongrewa (57) adalah seseorang yang beruntung. Sekarang ini menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Bupati PPU menyusul terseretnya bupati nonaktif, AGM dalam masalah hukum. Apalagi PPU sekarang ini menjadi kabupaten terpenting di Indonesia, selalu menjadi buah bibir dalam dan luar negeri jika orang bicara Ibu Kota Nusantara (IKN), ibu kota Indonesia yang baru. Maklum wilayah IKN seluas 256 ribu hektare itu berada di wilayah kekuasaan PPU.
Saya baru sekali bertemu Hamdam setelah menerima SK Plt dari Gubernur Kaltim Dr Isran Noor, Januari lalu. “Mohon doa dan dukungannya, Kanda,” kata ayah tiga anak kelahiran Padang Sappa, Kabupaten Luwu, Sulsel itu kepada saya. Sebelum menjadi wakil bupati, Hamdam sempat jadi anggota DPRD PPU dua periode dari Partai Amanat Nasional (PAN).
Sambil berkelakar Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menyebut Hamdam dapat rezeki anak soleh. “Pak Hamdam ini mungkin ngga kepikiran juga dulu nyalonnya cuma wakil saja. Kok tiba-tiba sekarang jadi Bupati,” kelakar Yahya dalam acara istighosah dan pencanangan kantor PBNU di dekat lokasi IKN, di akhir Januari lalu.
Hamdam ikut tertawa di tengah pengurus PBNU dan pengurus wilayah NU se-Indonesia, yang hadir saat itu. Sebagai kompensasinya Plt Bupati PPU ini diminta membantu menyediakan lahan untuk kantor PBNU. “Alhamdulillah, sudah ada pembicaraan dan Pak Bupati sudah siap akan memfasilitasi supaya nanti begitu resmi IKN dibangun, di situ juga ada gedung kantor PBNU,” kata Yahya bersemangat.
Sambutan yang hangat naiknya Hamdam tidak otomatis sejalan dengan kondisi PPU. Sesungguhnya Hamdam saat ini menanggung beban berat dalam menata kembali pemerintahan terutama dari aspek anggaran, sebab pendapatannya tidak sebanding dengan pengeluaran atau belanja. Akibatnya Pemda PPU terlilit utang, seperti pepatah “lebih besar pasak daripada tiang.”
“Hasil review kita, besaran kewajiban (utang) PPU yang wajib diselesaikan mencapai Rp 400 miliar,” ungkap Plt Kepala Inspektorat PPU Ainie kepada media, Sabtu (9/4) lalu.
Ainie menyebutkan angka Rp 400 miliar tersebut terdiri utang tahun 2020 dan 2021. Sebanyak Rp 200 miliar telah disepakati dengan Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD), sedang Rp 200 miliar lagi masih akan dibahas lebih lanjut.
Dalam keterangan terpisah, Kepala BKAD PPU Tur Wahyu Sutrisno mengungkapkan, selain utang Rp 400 miliar itu, Pemkab PPU juga masih punya tanggungan utang Rp 34 miliar pada tahun anggaran 2020. Jadi totalnya Rp 434 miliar. Utang terbesar berada di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), terutama utang proyek pembangunan infrastruktur seperti pembangunan rumah dinas bupati.
Bupati Hamdam sendiri berjanji akan menyelesaikan satu per satu utang yang ada setelah dilakukan verifikasi sambil menunggu dana transfer bagi hasil. Baik utang kegiatan proyek, maupun menyangkut tunggakan gaji tenaga honor lepas (THL) dan tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) atau insentif PNS, juga tunggakan beasiswa, dana hibah sekolah swasta terutama PAUD dan insentif ketua RT. “Kita cicil berdasarkan kemampuan keuangan daerah. Yang jelas kita ada upaya menyelesaikan,” tambahnya.
Menjelang Ramadan lalu, anggota Komisi I DPRD PPU Sariman sempat mendesak Pemkab PPU segera menyelesaikan kewajibannya terutama yang berkaitan dengan dengan gaji THL dan insentif PNS. “Kasihan mereka, padahal di bulan Ramadan dan menjelang Idul Fitri banyak kebutuhan mereka. Kami berharap Pemkab segera membayar,” kata Sariman.
Dalam memenuhi kewajibannya itu, PPU melakukan langkah penghematan termasuk merevisi besarnya gaji THL, yang semula Rp 3,4 juta menjadi Rp 2 juta. Saya dengar gaji 3.437 THL untuk bulan Januari dan Februari 202 sudah mulai dibayarkan. Demikian juga TPP PNS. “Sementara ini kami tidak saja puasa Ramadan, tapi juga puasa kegiatan, karena tak ada anggarannya,” kata seorang kepala dinas.
Kalau dilihat angka APBD PPU tahun 2022 yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPRD PPU, akhir Desember 2021, nilainya sebesar Rp 1,170 triliun lebih kecil dibanding APBD 2021 yang tercatat Rp 1,9 triliun. Penurunannya sangat signifikan sekitar Rp 700 miliar.
Pendapatan asli daerah (PAD) PPU 2022 tidak sampai 10 persen, hanya Rp 81,77 miliar. Turun dibanding 2021 yang masih Rp 147,9 miliar. Sumber pendapatan terbesar dari transfer pemerintah pusat dan bantuan keuangan provinsi Rp 1,06 triliun serta pendapatan lain Rp 25,79 miliar. Sedang belanja modalnya hanya Rp 73,34 miliar, karena belanja operasi yang terbanyak Rp 918,24 miliar. Belanja tidak terduga Rp 2,55 miliar dan belanja transfer Rp 115,54 miliar.
JUAL KE BALIKPAPAN
Kabupaten PPU yang mempunyai luas 3.333,06 kilometer persegi (enam kali lebih luas dari Balikpapan) dengan jumlah penduduk sekitar 180 ribu jiwa, merupakan kabupaten hasil pemekaran. Awalnya PPU bagian dari Kabupaten Kutai, Balikpapan, dan Paser. Sesuai dengan UU No 7 tahun 2002 tentang Pembentukan PPU, wilayah ini terdiri dari 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Penajam (ibukota PPU), Kecamatan Waru, Kecamatan Babulu, dan Kecamatan Sepaku, yang sekarang sebagian wilayahnya jadi wilayah IKN.
PPU yang disebut Benuo Taka, bahasa Dayak Paser yang artinya Daerah Kita, sudah beberapa kali berganti bupati. Sebagai bupati pertama Yusran Aspar dengan wakilnya Ihwan Datu Adam (2003-2008), yang kemudian Ihwan sempat menjadi Plt karena Yusran tersandung masalah. Selanjutnya pasangan Andi Harahap – Mustaqim MZ (2008-2013). Kemudian Yusran Aspar kembali bersama Mustaqim (2013-2018). Dan terakhir ini Abdul Gafur Mas’ud – Hamdam (2018-2023), yang kemudian Hamdam menjadi Plt karena AGM harus nonaktif.
Napas ekonomi PPU selama ini bersandar dari pertanian, perkebunan, dan pertambangan. Sebagian penduduk PPU adalah warga transmigran tahun 70-an termasuk Sepaku, sehingga daerah ini surplus beras dan sayur-sayuran. Karena itu sebagian produksinya banyak dijual ke Balikpapan.
Saya sering menjumpai petani PPU jual sayur di Pasar Pandan Sari dan Klandasan. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sebelum Prof Syahrul Yasin Limpo ketika berkunjung ke PPU sangat optimis pertanian PPU bisa dikembangkan. Waktu itu PPU punya lahan pertanian padi sekitar 14 ribu hektare, jika pola pertaniannya ditingkatkan dua kali setahun, maka PPU bisa menghasilkan 100 ribu ton padi per tahun.
Perkebunan kelapa sawit PPU juga terbilang luas termasuk juga hasil pertambangan migas dan batubara. Beberapa pengusaha Balikpapan banyak yang menggarap lahan perkebunan dan pertambangan di PPU.
Wilayah PPU juga sangat strategis karena menjadi lintasan warga Kalsel ke Kaltim, termasuk juga “saudara tuanya” dari Kabupaten Paser. Kalau jalan pendekat Pulau Balang rampung, hubungan PPU–Balikpapan makin lancar. Bisa jadi sebagian warga Balikpapan tinggal di wilayah PPU. Tempo hari Balikpapan, PPU, dan Pemprov Kaltim juga akan membangun jembatan tol dari Lapangan Merdeka ke Nipah-Nipah. Sayang rencana itu kandas terkait soal ketinggian jembatan dikaitkan dengan lalu lalang kapal dan kehadiran IKN.
PPU juga potensi di sektor pariwisata terutama wisata pantai. Saya pernah bersama keluarga jalan-jalan ke Pantai Tanjung Jumlai dan Pantai Sipakario (Nipah-Nipah). Pernah juga ke pulau gusungnya lewat Tanjung Jumlai. Ada juga air terjun Tembinus dan penangkaran rusa. Dengan penduduk aslinya suku Dayak Paser bersama warga Jawa, Sulawesi, dan lainnya, seni budaya PPU sangat khas dan penuh warna warni Nusantara.
Ada satu lagi tempat destinasi PPU yang menarik, yaitu Taman Bunga Rozeline, yang cantik. Taman bunga ini dibangun untuk mengenang istri Bupati PPU Andi Harahap, Ibu Andi Roslina yang meninggal dunia tepat di momen Hari Ibu, 22 Desember 2014 karena sakit.
Saya jadi teringat dengan Ibu Roslina yang penuh perhatian dan taat aturan. Suatu ketika dia datang ke kantor Pemkot Balikpapan menemui saya. Saya kaget ada urusan apa. Ternyata Ibu Roslina meminta izin ingin menebang pohon di halaman rumahnya di kompleks perumahan Wika. “Saya tahu Balikpapan punya aturan bahwa setiap orang menebang pohon meski di halaman rumahnya harus mendapat izin,” katanya bersahaja.
Menurut saya, Pemerintah Pusat dan Pemprov Kaltim harus ikut memberikan perhatian khusus terhadap PPU dalam menyelesaikan masalah pemerintahan dan keuangannya. PPU bisa dibantu lebih besar dari DBH, Dana Insentif Daerah (DID) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Juga bantuan keuangan dari provinsi.
Serta berbagai program dan kegiatan langsung dari pusat dan provinsi. Kalau tidak, dalam beberapa tahun ke depan, PPU bergerak tanpa ada kegiatan fisik, yang memadai. Tentu sesuatu yang tidak lucu dan aneh, PPU yang disebut-sebut lokasi IKN yang superhebat itu, tapi napasnya tersengal-sengal akibat beban utang yang belum terselesaikan. (**)