Beranda SAMARINDA Karena Tidak Diperhatikan, Nilai Ekspor Pertanian Kaltim Merosot Tinggal USD 0,02 Juta

Karena Tidak Diperhatikan, Nilai Ekspor Pertanian Kaltim Merosot Tinggal USD 0,02 Juta

0
Perkebunan padi di Kaltim. (Dok. kaltimkece.id)

Keringat mengucur deras dari wajah Ajus Sawa saat beristirahat di bawah pohon kelapa. Menggunakan kaus di badan, pemuda 20 tahun itu mengusap wajahnya. Seturut membersihkan tanah yang menempel di kakinya.

Pada Sabtu (20/11/ 2021) siang, mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman, itu sedang beristirahat. Lahan seluas dua hektare di Desa Kerta Buana, Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara, baru saja selesai dicangkulnya. Rencananya, tiap galengan tanah ditanami pare. Dua jenis sayuran buah, cabai dan kacang panjang, telah lebih dulu ditanam.

“Jadi, dua hektare ini ada tiga jenis tanaman. Setelah cabai sama kacang panjang, sisa lahan ditanam pare,” kata Ajus kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, Selasa (7/12/2021).

Lahan tersebut bukan milik Ajus. Bapaknya, I Wayan Sudarsana, menyewa lahan dari masyarakat sekitar. Setiap satu hektare, harga sewanya Rp 4 juta per tahun. Keluarga Ajus menggarap lahan tersebut sejak 13 tahun silam. Beragam sayuran sudah pernah mereka tanam.

“Bapak menjadi petani sejak aku kelas dua SD. Sejak itu juga, aku bantu di kebun. Sebelumnya, bapak kerja di tambang,” bebernya.

Media ini melihat kebun Ajus sejak pertengahan 2021. Saat itu, Ajus bersama keluarga sedang sibuk memanen kacang panjang. Ia bisa banyak menghabiskan waktu di kebun karena kala itu kegiatan kuliah dilaksanakan secara daring. Mengingat, adanya pembatasan akibat pagebluk Covid-19.

“Sekarang sudah mulai masuk kuliah, jadi jarang bantu. Terakhir membantu, pada 20 November itu,” sebut anak kedua dari tiga bersaudara ini.

Ketika memanen kacang panjang tadi, keluarga Ajus mempekerjakan masyarakat setempat. Biasanya, sebut dia, ada 5 sampai 9 orang yang diperkerjakan. Per hari, upahnya pekerja perempuan adalah Rp 85 ribu sampai 90 ribu. Sedangkan pria, Rp 100 ribu sampai 110 ribu per hari.

“Pasti ramai kalau panen gitu. Paman sama nenek juga ikut bantu. Tapi tidak termasuk yang dibayar,” jelas Ajus.

Aktivitas perkebunan keluarga Ajus tak selalu berjalan mulus. Oktober 2021, musibah menimpa kebunnya. Tanaman terong tak tumbuh baik. Ajus mengatakan, tikus dan cuaca kurang bagus menjadi penyebabnya. Jumlah panenan terong pun berkurang dari biasanya.

“Terong kebalikannya kacang panjang. Kalau kacang, panen pertama 20 karung. Setelahnya turun jadi 15. Terong harusnya naik, dari lima karung jadi tujuh. Tapi, waktu itu malah turun,” bebernya.

Selain masalah hama, lahan yang disewa juga menjadi kendala. Ajus menyebut, pemilik lahan bisa mengambil lahan kapan saja. Sebenarnya, keluarga Ajus menyewa lahan tiga hektare. Tetapi, belakangan, pemilik lahan hanya menyewakan dua hektare. Kemungkinan, tahun depan pemilik lahan mengambil lagi satu hektare.

“Sudah hal lumrah kalau kami menyewa diminta dengan pemilik. Masih belum tahu nanti mau sewa di tempat lain atau tidak karena sudah jarang juga ada lahan bagus,” ungkapnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kukar pada 2019, Tenggarong Seberang memiliki lahan seluas 104 hektare kacang panjang, 27 hektare cabai besar, 57 hektare cabai rawit dan 52 hektare tanaman terong. Jika dijumlahkan, luas lahan sayur mayur mencapai 240 hektare atau 2,4 kilometer persegi.

Ekspor Hasil Pertanian Menurun
Hasil pertanian Ajus yang kurang bagus pada Oktober lalu selaras dengan laporan BPS Kaltim yang dirilis pada awal Desember 2021. Dalam laporan tersebut, ekspor hasil pertanian Kaltim menurun, baik pada November 2021 atau tahun sebelumnya.

BPS mencatat, nilai ekspor hasil pertanian Kaltim pada Oktober 2021 adalah USD 0,02 juta. Nilai itu turun 98,22 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai USD 1,19 juta. Secara keseluruhan, sejak Januari hingga Oktober 2021, rata-rata nilai ekspor pertanian mengalami penurunan. Pada tahun 2021, nilai ekspor pertanian hanya USD 6,35 juta. Jumlah tersebut turun 10,29 persen dibanding tahun lalu pada medio yang sama.

Akan tetapi, nilai ekspor Kaltim secara keseluruhan mengalami kenaikan pada Oktober 2021. Dari USD 2,40 miliar pada September 2021, menjadi USD 2,91 miliar pada bulan berikutnya. Peranan hasil pertanian terhadap total ekspor Bumi Mulawarman terhitung kecil, sekitar 0,03 persen.

“Tapi, walau peranannya kecil, jangan dianggap remeh hasil pertanian,” kata akademikus Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman, Hairul Anwar, di sebuah kedai kopi di Samarinda, Selasa (7/12/2021) malam.
Hairil memberikan penjelasannya. Ekonomi yang dihasilkan dari pertanian merupakan ekonomi padat karya. Artinya, banyak keterlibatan masyarakat di sektor pertanian. Ia menilai, penurunan dan peningkatan sedikit saja di sektor pertanian, memberi dampak kepada masyarakat secara luas. “Karena ekonomi padat karya itu banyak melibatkan tenaga kerja,” jelas Hairul.

Beda halnya dengan ekonomi padat modal. Hairul menjelaskan, sektor yang bergerak di bidang padat modal tidak terlalu banyak menyerap tenaga kerja. Ketika sektor tersebut naik dan turun tidak terlihat secara signifikan oleh masyarakat luas. Ia memberikan contoh perbedaan hasil ekonomi padat karya dengan ekonomi padat modal seperti pertambangan.

“Pasti akan kelihatan jomplang hasilnya. Pertambangan perannya tinggi tapi serapan tenaga kerja sedikit. Sedangkan pertanian perannya kecil, serapan tenaga kerjanya banyak,” terang Hairul.

Dia kemudian memberikan penjelasan mengapa ekspor hasil pertanian selalu turun. Alasannya cuma satu. “Tidak diperhatikan,” sebutnya.

Menurutnya, kalau pertanian lebih diperhatikan, tidak mungkin hasilnya selalu turun. Ia meminta jangan menjadikan cuaca alasan penyebab menurunnya hasil pertanian. “Masyarakat juga sudah tahu itu. Masyarakat enggak bodoh soal itu,” tegas dia. “Ini hanya persoalan mau dan enggak. Itu saja.”

Pada kesempatan berbeda, Sekretaris Daerah Kaltim, Muhammad Sa’bani, menyampaikan, membahas persoalan hasil pertanian tidak bisa dilihat dari sebagiannya saja. Harus lebih dalam seperti hasil pertanian, perikanan atau perkebunan. “Jadi, kami harus lihat dulu datanya,” ucapnya, Rabu (8/12/2021).

Sa’bani menjelaskan, sayur mayur sebagian besar masih impor, tidak ada yang diekspor. Biasanya, Jawa dan Sulawesi sebagai penyumbang terbanyak komoditas tersebut ke Kaltim. Ada beberapa alasannya mengapa komoditas tersebut tidak dapat dimiliki provinsi ini sehingga perlu pemenuhan dari luar daerah.

“Untuk pengembangan potensi daerah, kami ada program pertanian, perkebunan dan perikanan,” kata Sekda Sa’bani.

Sementara itu, Kepala Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Kaltim, Siti Farisyah Yana mengatakan, minimnya hasil pertanian karena masih ada yang menganggap tidak menarik. Meski demikian, sejumlah upaya mengatasi masalah tersebut tengah disusun dinas. Di antaranya memodernisasi para petani milenial. Selain itu, melakukan kajian potensi pertanian pascatambang. Yana mencontohkan komoditas pisang di Kutai Timur dan padi di Penajam Paser Utara.

“Mungkin, kedepannya jagung di Berau,” jelas Yana. Selain tak menarik, tambahnya, minimnya ekspor hasil pertanian Kaltim karena tidak terdata sebagai komoditas ekspor. Hal ini disebabkan karena pengiriman melalui pelabuhan di luar daerah, seperti di Jawa dan Sulawesi. “Bertahap akan kami benahi kendala tersebut. Mengingat, pangan ini menjadi hal penting,” tandasnya. (kk)

TIDAK ADA KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Exit mobile version