(Bagian 7, Novel Bocah Bintan, Mengguggah Harapan dan Jiwa)
Kegiatan Pramuka di gugus depan sekolah kami terbilang aktif , apalagi sejak pak Arif menjadi pembina pramuka di sekolah kami. Beliau sangat bersemangat dalam membina dan ingin agar anak didiknya bisa memiliki keterampilan hidup sejak dini, karena itu Pramuka menjadi pilihannya untuk media mengasah bakat tersebut.
Latihan rutin setiap jumat sore selalu banyak hal baru yang kami dapatkan , apakah itu pengetahuan tentang kepemimpinan maupun mengenai keterampilan diri, apalagi kami harus mengumpulkan simbol-simbol keterampilan khusus yang akan ditempelkan di selempang kami, pokoknya semua kami berlomba-lomba mengejar itu, yang jelas semakin banyak simbol itu semakin kelihatan gagahnya.
Saat itu Pak Arif meminta ijin kepada bu Syaf sebagai kepala sekolah untuk menggiatkan Pramuka di SDN 006, bu Syaf menyambut positif dan meminta pak Basirun untuk mendampingi pak Arif saat itu. Tadinya kami tidak terlalu tertarik, termasuk diriku, namun setiap kali aku mendengar cerita teman-teman yang sudah ikut duluan, membuatku tertarik. Akhirnya beberapa siswa kelas 5, kendati tidak banyak, memutuskan ikut kegiatan Pramuka tersebut, seperti Riko, Dawam, Agus, Arga, sedangkan Anhar, Bambang, Rauf, Samsul dan beberapa siswa putrinya seperti Tri , Nur, Halidah dan Saimah yang sudah aktif terlebih dahulu.
Berbagai jenis kegiatan yang diselenggarakan baik itu di tingkat kecamatan dan kabupaten selalu kami ikuti, mulai dari acara perkemahan sabtu minggu , sampai mengikuti lomba tingkat disetiap jenjangnya, apalagi temanku Bambang yang sudah memimpikan dirinya bisa mengikuti Jambore Nasional Pramuka kedepan yang setiap lima tahunan diadakan sekali di bumi perkemahan Cibubur Jakarta, pokoknya kesibukan kami bertambah selain mengikuti les tambahan pelajaran di sekolah tentunya.
“Adik-adik sekalian, Insya Allah liburan kenaikan kelas tahun ini, kakak sudah mendapatkan informasi dari kwartir cabang bahwa mereka akan mengadakan lomba tingkat 2 , kita akan mengirim dua regu, putra dan putri, kakak harap kalian bisa berpartisipasi dan menjadi pemenangnya nanti,yah…!”. Pengumuman pak Arif saat upacara penutupan latihan bersama saat itu membuat kami merasa senang dan berharap untuk bisa mengikuti lomba tingkat tersebut.
“Siaaappp kak !”, jawab kami serentak dalam pengarahan itu.
*****
“Pokoknya kita harus jadi juaranya, Har !”, ungkap Riko penuh semangat kepada Anhar saat upacara telah di bubarkan. Anhar hanya memberikan senyumnya kepada Riko.
“ Anhar, engkau jangan lupa ! Masukkan aku dalam tim inti putra yah, he….he…, kalian pasti butuh akulah”, sambung Arga penuh percaya diri sambil siap-siap mengayuh sepeda BMX modisnnya.
“ Tak payahlah Ga,,!, memangnya kita mau lomba menggigit nanti”, ejek Agus kepada Arga dan disambut tawa kami saat itu.
“Awas, engkau orang yah”, Arga cemberut menjawab ejekan kami.
“Yang jelasnya kita butuh sepuluh orang yang tepat untuk satu tim putra dan untuk tim putri”, Anhar menjelaskan.
“ Makanya kita harus rajin latihan untuk menyiapkannya nanti”, imbuhnya kembali.
“ Tahun ini, sepertinya kita akan sibuk, setelah ujian kenaikan kelas nanti kita juga akan ikut PORSENI di tingkat kecamatan, giliran siapa gerangan yang akan menjadi juara umumnya”, aku sedikit menimpali pembicaraan mereka.
“ Sepertinya ini menjadi dua ajang untuk membuktikan bahwa kita bisa menjadi juaranya “, ungkap Dawam penuh semangat, pesis semangat dia kalau sedang mengantar koran.
“ Makanya kita harus rajin latihan dan harus seriuslah sikit , macam mana kita nak ingin menang, kalau kita payah melakukannya “, Sindir Rauf lagaknya seorang pembina , memang dialah siswa paling aktif dalam kegiatan Pramuka di sekolah kami.
“ Baiklah,,,,,cik gu Rauf “, Bambang menjawabnya.
“Tapi tetaplah kita ingat, bu Syaf tetap nak inginkan kita fokus juga ke pelajaran sekolah dan naik kelas semuanya, apalagi ada teman kita seperti Paito yang sepertinya sudah kehilangan semangat untuk sekolah, jangan sampai kita tidak membantu teman kita juga, engkau orang ingatlah salah satu dasadarma Pramuka “, ujar Anhar menimpali dengan penuh ketegasan.
“ Pokoknya kita siap pak komandan untuk membantulah, kita juga tak ingin melihat teman punya masalah, namun kita tak membantunya “, aku menyambut pembicaraan Anhar.
Hari semakin senja, aktifitas warga Kijang berangsur-angsur sunyi, burung-burung walet berterbangan pendek mengelilingi pohon cemara di belakang sekolah kami, seiring itu kami semua akhirnya pulang menuju ke rumah masing-masing, seperti biasanya pulang mandi dan segera menuju surau atau masjid untuk mengaji dan sudah pasti bang Amat guru mengajiku sudah merindukan jari-jariku untuk dipukulnya saat salah mengucapkan makhraj huruf Qur’an.