SAMARINDA – Gerbang Kantor Gubernur Kaltim berdecit terbuka ketika seorang perempuan bolak-balik mengangkat setumpuk sayur dan umbi-umbian ke tampah berbahan bambu. Dari dalam gerbang, seorang perwakilan Pemprov Kaltim menerima suguhan tersebut dengan semringah.
Sesajen tersebut dipersembahkan untuk merayakan hari lahir Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Sekaligus sebagai simbol digugatnya Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba) di Mahkamah Konstitusi.
Tepat pada hari ulang tahun ke-60 Presiden Jokowi, Rabu (23/6/2021), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, dan dua petani di Desa Sumberagung, Jawa Timur, serta Desa Matras, Bangka Belitung, mengajukan judicial review terhadap sembilan pasal UU 3/2020 tentang Perubahan UU 4/2009 tentang Minerba.
Gugatan diajukan 21 Juni silam. Menyorot beberapa substansi yang diduga kuat bermasalah. Empat poin persoalan adalah sentralisasi kewenangan dalam penyelenggaraan penguasaan Minerba; jaminan operasi industri pertambangan yang dilanjutkan meski bertentangan dengan tata ruang; dan perpanjangan otomatis izin kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) tanpa proses evaluasi dan lelang. Serta, pembungkaman hak veto rakyat yang kontra terhadap keberadaan proyek pertambangan dari industri hulu (pengerukan) hingga industri hilir (pendirian pembangkit listrik).
Seorang petani di Desa Sumberagung, Nur Aini, 46 tahun, mengatakan UU tersebut hanya melindungi perusahaan tambang. Testimoni yang diberikan nelayan Desa Matras, Yaman, lebih pilu. Dia mengatakan UU tersebut mengancam hak asasinya sebagai warga negara.
Protes pernah dilakukannya bersama beberapa nelayan. Bermaksud melindungi wilayah tangkap mereka dari pertambangan. Namun, aksi tersebut justru berakhir kriminalisasi. Ia menerima surat panggilan dari aparat penegak hukum menggunakan delik aduan pasal 162 UU Minerba. Protes damai Yaman dan kawan-kawannya dianggap merintangi usaha pertambangan.
“UU Minerba ini membatasi ruang gerak nelayan menolak dan menghalangi aktivitas pertambangan di sini. UU Minerba membuat kami tak bisa cari makan di tanah lahir kami sendiri,” kata Yaman dalam rilis yang diterima kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com.
Penggugat sekaligus Juru Bicara Walhi Nasional, Dwi Sawung, mengatakan revisi UU Minerba bukan jawaban memulihkan lingkungan dari kerusakan yang disebabkan kegiatan pertambangan. UU Minerba yang baru, ucapnya, berorientasi melanggengkan praktik eksploitasi sumber daya alam, khususnya batu bara.
“Padahal, sumber energi kotor tersebut semakin ditinggalkan karena berdampak serius terhadap kelestarian lingkungan, krisis iklim, dan kesehatan masyarakat,” ucapnya.
Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, menyebut pihak penggugat sudah mengantongi pelbagai data empirik lapangan yang diperlukan untuk menggugat UU Minerba. Saat ini, pihaknya sedang melengkapi berkas administrasi dan menunggu lampiran surat registrasi gugatan yang telah didaftarkan secara online.
“Tinggal beberapa berkas. Kita juga menunggu jadwal sidang,” ucapnya saat ditemui di depan Kantor Gubernur Kaltim.
Rupang mengatakan, proses penerbitan UU tersebut tidak partisipatif. Dibahas dan ditetapkan ketika masyarakat sibuk menghadapi pandemi Covid-19. Proses pengesahan juga tidak mewakili keinginan riil masyarakat. Sehingga, esensi gugatan adalah perbaikan sejumlah pasal yang tidak menguntungkan pemerintah daerah dan masyarakat.
“Posisi daerah justru lemah. Pasal-pasal tersebut menjadi ancaman kebijakan moratorium pertambangan yang totalnya mencapai 2,4 Juta hektare lahan pada masa gubernur sebelumnya. Ditariknya kewenangan tersebut, izin-izin yang mati dan bermasalah berpotensi dihidupkan kembali,” ungkapnya.
UU itu secara ketetapan juga mampu mencabut inisiatif ketetapan hukum progresif terhadap industri tambang Kaltim. Seperti Perwali No 13 tentang Penetapan Kota Balikpapan Sebagai Kawasan Bebas Tambang Batubara.
Di sisi, UU tersebut mengancam keberlangsungan lingkungan dan ketahanan pangan. Masa depan generasi muda masyarakat dipastikan makin suram. Pemberian izin tidak dievaluasi dan diperpanjang secara
“Ancaman selalu hadir karena wilayah bermain anak-anak telah dikavling habis konsesi pertambangan yang mewariskan lubang-lubang beracun mematikan,” sebutnya.
Disebutkan, gugatan merupakan upaya dan harapan terakhir masyarakat Kaltim serta daerah kepulauan lain seperti Sumatra dan Sulawesi, yang kerap menjadi korban industri tambang.
“Dengan UU ini masyarakat Kaltim akan kembali menjadi wilayah objek kebijakan Jakarta yang selalu mendengungkan atas nama pembangunan. Padahal kita yang harus menanggung perbaikan dan pemulihannya,” tegas Rupang.
Gugatan yang dilayangkan ternyata mendapat dukungan Pemprov Kaltim. Kepala Bidang Minerba, Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, Azwar Busara, mengatakan, uji materi Judicial Review UU Minerba memang diperlukan.
Pasalnya, sejak peraturan tersebut disahkan 11 Desember 2020. Kewenangan pemberian izin, pembinaan, pengawasan, dan pencabutan izin perusahaan pertambangan berada di tangan pemerintah pusat. Termasuk kewenangan penindakan yang sebelumnya berada dalam kewenangan Inspektur Tambang ESDM Kaltim yakni, teguran tertulis, penutupan sementara, dan penutupan izin. Tidak maksimal.
“Mulai awal (UU disahkan) hingga saat ini, pengawasan (tambang) sangat kurang, meski dengan kehadiran 34 inspektur tambang di bawah kementerian. Pelaksanaannya tidak maksimal,” ucap Azwar, ditemui di depan Gubernur Kaltim.
Akibat pencabutan kewenangan, lanjut Azwar, pihaknya selama ini tidak bisa melakukan pengawasan efektif terhadap maraknya aktivitas pengerukan emas hitam illegal. Padahal, selama kurun 2020-2021, sudah 10 laporan aktivitas tambang illegal diterimanya. Karena kewenangan teknis terbatas, ESDM Kaltim sebatas pemberian laporan dan data kepada pemerintah pusat.
“Jika di luar wilayah konsesi itu jelas sifatnya pidana. Tetapi jika (tambang illegal) berada di wilayah konsesi, kami hanya bisa menyampaikan saja kepada inspektur tambang kemudian kepada kementerian (untuk penindakan),” ungkapnya.
Sehingga, sebagai wujud komitmen pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan dan pengawasan industri pertambangan, Azwar mengatakan daerah-daerah lain sepatutnya kompak mendukung uji materi UU Minerba. “Seharusnya se-Indonesia kompak, bukan Kaltim saja,” tegasnya. (kk)