Catatan Rizal Effendi
TANGGAL 29 Mei ini, Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) atau Hari Lansia. Beberapa pekan lalu saya sudah menulis soal lansia termasuk diri saya yang sudah berusia di atas 60 tahun. Teman saya, Danramil 0905-02 Balikpapan Barat, Mayor Inf Masrukan tak setuju dengan istilah lansia. “Saran kami usia sudah banyak atau banyak usia,” katanya lewat WA.
Masrukan beralasan, istilah lansia mengarah kepada orang yang sudah tua dan tidak produktif. Jadi bisa memberi pengaruh terhadap kejiwaan atau psikologis. Padahal banyak mereka yang berusia di atas 60 tahun masih produktif, menunjukkan kematangan berpikir, sangat berpengalaman, dan bertindak lebih dapat dipertanggungjawabkan.
Pendapat perwira menengah TNI-AD ini sejalan dengan pernyataan Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita yang ingin menaikkan batas lansia di atas 65 tahun. Sebab, UU No 13 Tahun 1998 menegaskan bahwa lansia itu di atas 60 tahun. “Banyak yang berusia 60 tahun masih produktif. Malah orang tua saya berusia 78 tahun masih aktif,” kata Mensos tahun 2018/2019 era Presiden BJ Habibie ini.
Apa pun istilah atau batasannya, memang bila dilihat dari aspek kesehatan, rata-rata orang di atas usia 60 tahun mulai mengalami perubahan. Terutama dari segi kesehatan. Sederhananya, kondisi kesehatannya pasti mulai menurun. Ada onderdil yang mulai aus. Itu sebabnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sepakat bila batas usia lansia adalah 60 tahun ke atas.
Kata orang usia 60 tahun ke atas itu juga usia menuju hari-hari di penghidupan akhirat. Junjungan kita Nabi Besar Muhammad shallallaahu alaihi wasallam wafat pada usia 63 tahun. Sahabat kita, anggota DPRD Kota Balikpapan Johny Ng meninggal dunia pada usia 62 tahun. Guru spiritual Gubernur Isran Noor, KH Syekh Mas’ud atau Guru Mas’ud berpulang ke Rahmatullah pada usia 65 tahun. Tapi Menteri Tenaga Kerja era Presiden BJ Habibie, Prof Fahmi Idris beberapa hari lalu meninggal dunia pada usia 78 tahun.
Pemerintah Arab Saudi mulai membuka perjalanan ibadah haji pada tahun ini, setelah dua tahun meniadakannya akibat pandemi Covid-19. Tapi ada dua hal yang menjadi catatan. Pertama, masih membatasi jumlah jamaahnya. Dari 2 juta jamaah menjadi 1 juta. Kedua, hanya membolehkan calon jamaah haji (calhaj) yang berusia 65 tahun ke bawah.
Tentu calhaj yang lansia sangat sedih. Padahal sudah menunggu bertahun-tahun. Jangankan ada Covid, tidak ada Covid pun antreannya sangat lama. Apalagi di kalangan orang tua kita ada anggapan dan keinginan ikhlas jika meninggal dunia di Tanah Suci. Itu pertanda semakin lurus dan lancar jalan menghadap Allah Swt.
Tapi batas usia di bawah 65 tahun sudah menjadi keputusan Pemerintah Arab Saudi. Dan seperti biasanya, tidak gampang diubah. Ada beberapa calhaj saya dengar datang ke Kantor Kementerian Agama untuk meminta semacam kebijaksanaan, terutama calhaj pasangan suami istri. Suaminya sudah berusia di atas 65 tahun, sementara istrinya di bawah 65 tahun. Otomatis sang suami tidak bisa berangkat. Sang istri yang bingung, apakah tetap berangkat, tapi sendiri atau membatalkan sama sekali.
KAWIN LAGI
Menyambut hari lansia ke-29 tahun ini yang dipusatkan di Tasikmalaya, kita dihebohkan dengan drama percintaan Haji Sondani. Kakek berusia 63 tahun asal Cirebon, Jawa Barat itu menikahi Fia Barlanti, gadis cantik berusia 19 tahun, Rabu (18/5), hampir dua pekan lalu. Bayangkan usia mereka terpaut 44 tahun.
Kontan perkawinan ini jadi viral terutama di jagat media sosial. Apalagi mahar pernikahannya juga wah. Ada mas kawin senilai Rp 500 juta, rumah, mobil, hingga umrah untuk keluarga istrinya. Kalau tidak salah, ada 16 anggota keluarga sang istri yang bakal diboyong ke Tanah Suci.
“Sudah menjadi nazar saya ketika istri pertama saya meninggal. Kalau saya mendapat penggantinya seorang gadis, maka keluarganya akan saya bawa beribadah umrah,” kata Haji Sondani.
Haji Sondani cuek dengan gunjingan banyak orang termasuk komentar nitizen. “Saya nggak ngerti, HP saya juga jadul,” katanya. Mengenakan jas hitam dan kacamata hitam, dengan gagahnya si kakek diarak warga menuju tempat pernikahan di sebuah musala di Desa Tegalgubug, Cirebon.
Sukses membacakan ijab kabul, dengan tenangnya Haji Sondani mengecup kening istrinya yang tampak tersipu-sipu. Lalu mereka berfoto bersama seraya menunjukkan surat nikah. Tak kalah menarik ketika Haji Sondani menggamit tangan istrinya dengan mesra. Sontak tetamu undangan riuh bersorak.
Apakah pernikahan ini karena tergoda mas kawin yang fantastik? Sepertinya tidak juga. Wajah Fia tidak menunjukkan adanya sesuatu yang mengganjal perasaannya. Tampaknya dia juga sangat bahagia. Apalagi pernikahan ini tidak ujuk–ujuk begitu saja. Diawali perkenalannya ketika dia berziarah. Lalu ditanya Haji Sondani apa sudah punya pacar. Begitu dijawab Fia belum, Haji Sondani baru berani mengajak menikah. Itu pun baru diiyakan Fia ketika ditanya sampai empat kali pada waktu yang berbeda.
Haji Sondani sendiri dikenal sebagai juragan tanah. Malah dia sendiri ngakunya pengangguran. “Saya cuma minum kopi di warung tiap hari,” katanya santai. Ya mungkin dengan di warung kopi, Haji Sondani bisa mendapat informasi ada tanah mau dijual, lalu dia tawarkan lagi kepada pihak lain. Maka hasilnya dapat istri masih muda belia.
Hal serupa juga dilakukan juragan tanah dari Sulawesi Selatan. Namanya, Haji Andi Linge. Dia adalah seorang kakek berumur 69 tahun asal Desa Sanrego, Kecamatan Kahu, Kabupaten Bone. Sedangkan wanita yang disuntingnya berstatus janda muda bernama Ira, masih usia 19 tahun. Sama dengan Fia.
Pernikahan Andi dan Ira berlangsung Senin (9/5), lebih dulu seminggu dari Haji Sondani. Sama pula halnya, pernikahan ini pun membuat heboh warga sekitarnya. Tapi pasangan yang berbahagia itu menjalani seluruh rangkaian prosesi pernikahan mereka dan sukses. Beda dengan Haji Sondani, Andi Linge hanya memberi uang panai’ (mahar) Rp 10 juta. Mereka bertemu di sawah ketika Ira menjadi pekerja musiman di sana. Tak dijelaskan apakah si kakek masih mempunyai istri tua atau seperti yang dialami Haji Sondani.
Teman saya yang juga haji menggoda saya. Dia bilang kita kalah dengan keperkasaan Haji Sondani dan Haji Andi Linge. Tapi dia juga memuji kehebatan kedua lansia tersebut. “Kakek Sondani dan kakek Andi menjadi perlambang jangan anggap yang lansia itu lemah. Buktinya, mereka masih bisa menggaet wanita berusia muda,” katanya tersenyum.
Saya ada cerita tentang seorang kakek yang ditemukan petugas Satpol PP lagi menangis di taman kota. Lalu ditanya petugas Satpol kenapa dia menangis. Sang kakek bilang dia teringat istrinya di rumah yang masih muda dan cantik. Dia sangat perhatian terhadap sang kakek. Sama dengan istri pertamanya yang sudah tiada. Karena itu sang kakek mengaku sangat mencintainya.
Petugas Satpol memuji nasib baik yang dialami sang kakek. Dia lupa menanyai apakah sang kakek juga juragan tanah. Dia cuma tanya, kenapa kakek masih menangis padahal istrinya sangat sayang dan penuh perhatian. “Ya benar istriku sangat baik. Cuma persoalannya sudah tiga jam aku di taman kota karena lupa jalan pulang ke rumah.” Petugas Satpol kaget dan tertawa dalam hati. Biar punya istri muda dan cantik, sang kakek tidak dapat menyembunyikan penyakit tua, pikun alias pelupa. (**)