Merah Putih bahkan terkerek sampai puncak tiang, dengan diapit oleh bendera dua adidaya dunia yang bersaing di semua hal termasuk olahraga dan Olimpiade Paris 2024 ini, yakni Amerika Serikat dan China.
Itu sungguh pemandangan langka yang baru terjadi dalam arena Olimpiade.
Merah Putih terkerek sampai puncak tiang, dengan diapit “Star-Spangled Banner”-nya Amerika Serikat dan “Wu Xing Hong Qi”-nya China setelah Veddriq menjadi atlet lebih berhasil ketimbang atlet Amerika Serikat, Samuel Watson, dan Wu Feng yang diutus China.
Veddriq menyabet medali emas setelah mengalahkan Wu Feng dalam final speed putra pada Kamis malam di di Le Bourget Sport Climbing Venue di Le Bourget, Paris, sedangkan Watson meraih perunggu setelah mengalahkan Reza Alipour Shenazandifard dari Iran dalam perebutan tempat ketiga.
Sebelum itu, Veddriq menyisihkan Reza Alipour dalam semifinal, setelah finis lebih cepat pada 4,78 detik, guna bertemu Wu Feng yang mengalahkan Watson dalam semifinal lainnya.
Veddriq mencatat kemenangan pamungkas setelah menyentuh papan finis elektronik lebih cepat pada 4,75 detik atau hanya 0,01 detik di bawah rekor dunia yang diciptakan Watson dalam perebutan perunggu.
Watson bisa dibilang lawan yang paling potensial menjegal Veddriq dalam merebut emas Olimpiade 2024 walau keduanya tak pernah satu pacuan selama Olimpiade di Paris ini.
Atlet Amerika Serikat itu tampil angker karena mencatat waktu-waktu terbaik yang di antaranya di atas Veddriq. Dia juga memecahkan rekor dunia speed putra, dalam babak penyisihan, yang diulanginya pada laga perebutan medali perunggu.
Watson memperoleh medali perunggu setelah mengalahkan Reza Alipour dengan waktu 4,74 detik, yang merupakan rekor dunia yang baru, sekaligus rekor Olimpiade yang baru.
Konsistensi Veddriq Karena konsisten
Total, selama Olimpiade Paris 2024, terjadi dua kali pemecahan rekor dunia dan tiga kali pemecahan rekor Olimpiade.
Watson dua kali memecahkan rekor dunia. Pertama, pada babak kualifikasi yang memperbaiki waktunya sendiri yang dia ciptakan pada 12 April ketika memecahkan rekor dunia yang saat itu dipegang Veddriq.
Veddriq sendiri sekali memecahkan rekor Olimpiade selama lomba Olimpiade Paris 2024, tapi Watson dua kali melampaui catatan Veddriq itu.
Veddriq boleh saja tak sesering Watson dalam memecahkan rekor, tapi dia satu-satunya atlet yang konsisten mencatat waktu panjat yang selalu di bawah lima detik.
Dia menorehkan waktu 4,79 detik dan 4,92 detik pada babak kualifikasi, yang membuatnya dua kali menaklukkan Bassa Mawem dari Prancis.
Veddriq lalu mencatat waktu 4,98 pada babak eliminasi melawan rekan senegara, Rahmad Adi Mulyono, untuk menentukan tempat perempat final.
Dalam babak itu dia berjumpa kembali dengan Bassa Mawem, dan untuk ketiga kalinya atlet Prancis itu dia sisihkan setelah membukukan waktu 4,88 detik.
Setelah itu, Veddriq berjumpa dengan Reza Alipour dalam semifinal.
Dia kembali memperbaiki catatan waktunya menjadi 4,78 detik untuk mencapai final, guna bertemu Wu Peng yang mengatasi Watson dalam semifinal lainnya.
Meski mengawali panjatan lebih lambat dari pada Wu Feng, akselerasi terukur, teknik panjat yang prima, dan ketenangan yang melapis kecepatan serta ketangguhan dalam memanjat dinding setinggi 15 meter, membuat Veddriq menyentuh papan finis elektronik 0,02 detik lebih cepat ketimbang lawannya.
Sejak awal Veddiq terlihat sudah berada di pacuan juara. Dan untuk itu dia sangat pantas dikalungi medali emas Olimpiade Paris 2024.
Kado istimewa demi merawat tradisi emas Kado istimewa
Medali emas pertama Indonesia dari cabang non bulu tangkis yang dipersembahkan Veddriq itu sendiri sungguh indah, dan istimewa oleh fakta bahwa sebelum itu kontingen Merah Putih nyaris mengulangi pencapaian Olimpiade London 2012 ketika pulang tanpa medali emas.
Padahal dalam tujuh dari delapan Olimpiade sebelum Paris 2024, Indonesia selalu mendapatkan medali emas, yang semuanya mengalir dari bulu tangkis.
Tahun ini, seperti di London 2012, tak ada sumbangan medali emas dari bulu tangkis.
Puji syukur, ketiadaan emas dari bulu tangkis dengan elok ditutup oleh sukses besar Veddriq dalam merebut medali emas Olimpiade pertama dari speed putra.
Veddriq pun menjadi Olimpian ke-14 yang mempersembahkan medali emas kepada Indonesia.
Atlet pertama dan kedua Indonesia yang meraih medali emas Olimpiade adalah Susi Susanti dan Alan Budi Kusuma pada Olimpiade Barcelona 1992, sedangkan ganda putri Greysia Poli/Apriyani Rahayu pada Olimpiade Tokyo 2020 menjadi dua atlet terakhir yang mempersembahkan medali emas Olimpiade sebelum Paris 2024.
Sukses emas Veddriq ini juga membuat Indonesia menandingi Thailand dan Filipina sebagai negara-negara Asia Tenggara yang memperoleh medali emas Olimpiade dari lebih dari satu cabang olahraga.
Sumbangan emas dari atlet asal Pontianak berusia 27 tahun yang malang melintang di berbagai puncak kompetisi panjat tebing dunia itu, juga sangat melegakan, karena terjadi ketika Indonesia untuk pertama kali dikangkangi Filipina dalam daftar perolehan medali, dengan dua emas dan dua perak.
Indonesia sendiri masih berpeluang menambah medali OIimpiade Paris 2024 dari Rizki Juniansyah dan Nurul Akmal pada cabang angkat besi.
Sukses emas Veddriq, ditambah perjuangan heroik lifter kawakan Eko Yuli Irawan yang menjadi senior mereka, mungkin saja mengilhami dan memotivasi kedua atlet angkat besi itu untuk berhasil dalam kelas 73kg putra dan kelas +81 kg putri.
Tapi untuk saat ini, mari nikmati momen indah mengenai bertahannya tradisi emas Olimpiade, dan pupusnya skenario buruk 2012 ketika “Indonesia Raya” gagal berkumandang di arena Olimpiade.
Tak pelak lagi, medali emas dari Veddriq Leonardo sungguh kado yang indah nan mahal untuk Indonesia dan juga bingkisan agung untuk HUT Kemerdekaan Indonesia ke-79.
Oleh Jafar M Sidik
Editor : Dadan Ramdani