Catatan Rizal Effendi
SAYA suka jengkol tahi lala. Enak banget. Saya sering beli di Samarinda. Bu Eeng, chef yang sering mengirimi saya makanan ternyata juga pencinta jengkol. Dia pernah pesan jengkol kepada saya. Tapi saya hanya suka jengkol tahi lala. Jengkol balado, semur jengkol atau masakan jengkol lainnya saya tidak terlalu suka.
Tapi saya kaget Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Prof Dr Ir Siti Nurbaya Bakar M.Si ketika menyampaikan orasi ilmiah di acara Dies Natalis ke-60 Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Selasa (27/9) kemarin, menyinggung soal jengkol. Istimewanya, dia berencana menanam jengkol di lokasi Ibu Kota Nusantara (IKN).
Bukan hoaks. Ini berita benar. Menteri bicara jengkol ketika menginformasikan berbagai jenis tanaman pada hamparan wilayah IKN sebagai bentuk menghadirkan kembali hutan alam tropika basah di sana. Orasi ilmiah Prof Siti Nurbaya berjudul “Membangun Hutan Tropika Basah Kalimantan: Modalitas Menuju Indonesia’s FOLU (Forestry and Other Land Use) Net Sink 2030.”
Indonesia’s FOLU Net Sink adalah aksi mitigasi dalam menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan Indonesia, tak hanya skala nasional, namun juga secara global sebagai “legacy” generasi sekarang kepada generasi mendatang.
Ada 4 jenis tanaman yang bakal ditanam di IKN, tutur Menteri. Salah satunya jenis tanaman untuk naungan dan sumber pakan satwa. Ini disebut tanaman Multi-Purpose Tree Species (MPTS). Menteri menyebut di antaranya jenis jengkol (Archidendron pauciflorum), rambai (Baccaurea motleyana), mangga (Mangifera indica), dan nyawai (Ficus variegate).
Jengkol adalah tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara. Manfaat lain dari jengkol dapat mencegah diabetes dan baik untuk kesehatan jantung. Karena kemampuannya menyerap air tanah yang tinggi, sehingga pohon jengkol juga bermanfaat dalam konservasi air.
Selain MPTS, IKN yang menerapkan konsep forest city, juga akan ditanami jenis tanaman endemik Kalimantan seperti belangeran (Shorea balangeran) dan kapur (Dryobalanops sp), tanaman cepat tumbuh (fast growing species) dan jenis tanaman anti-nyamuk untuk mencegah penyakit malaria dan demam berdarah secara alami seperti sereh wangi (Cymbopogon nardus) dan kemangi (Lavandula sp).
Sehubungan dengan itu, Kementerian LHK saat ini membangun pusat persemaian Mentawir seluas 120 hektare di lokasi IKN dengan produksi bibit 15 juta batang per tahun. Pada saatnya nanti, juga akan dilanjutkan dengan Pembangunan Pusat Plasma Nutfah Nusantara.
Menteri Siti minta Universitas Mulawarman dengan fakultas kehutanannya sebagai penggerak bersama-sama IPB dan UGM dalam pembangunan pusat genetic resources, yang ada di Indonesia sebagai modal dasar pembangunan Indonesia di IKN.
Di hadapan Gubernur Isran Noor dan catur sivitas akademika Unmul, Menteri LHK juga memuji Kaltim telah lebih dulu bekerja terkait dengan mitigasi iklim dan urusan karbon melalui kegiatan FCPF (Forest Carbon Partnership Facility) World Bank, yang telah sampai tahap akhir.
Bahkan dari hitung-hitungan dia, Kaltim sudah memiliki surplus pengurangan emisi, melampaui 5 juta ton CO2-e, yang dapat dibayarkan. Maka potensi nilai total RBP (Result Based Payment) dari Program FCPF, Kaltim bisa mendapatkan pembayaran sampai 110 juta dolar US. Itu kira-kira setara dengan Rp 1,5 triliun. Bayangkan!
“Kaltim dengan modalitas hutan yang luas dan konsep forest city IKN dapat menjadi teladan bagi dunia, bahwa pembangunan ekonomi di Indonesia dapat secara nyata dilakukan dengan tetap memerhatikan aspek ekologi dan sosial budaya masyarakat,” demikian kata Menteri.
“AKREDITASI UNGGUL”
Saya senang bisa hadir dalam acara dies natalis Unmul ini. Senang bisa hidup beberapa hari di lingkungan kampus Gunung Kelua yang rimbun. Bersama Gubernur Isran Noor, yang juga ketua umum Ikatan Alumni (IKA) Unmul, saya sempat mengikuti acara jalan sehat mengitari kampus mendampingi dekan saya, Prof. Syarifah Hudayah bersama Dr Fitriadi, Fathul Halim, dan Agus Wiwaha.
Sebelum acara puncak, Rektor Unmul Prof Dr Masjaya, M.Si sempat mewisuda 1.500 lulusan S1 dan S2 gelombang III. Ini wisuda terakhir yang dihadiri Masjaya karena bulan depan jabatan rektor akan diemban Dr Ir H Abdunnur, MSi. “Mohon doa dan dukungannya, Brother,” kata Abdunnur kepada saya.
Masjaya mengaku bangga mendapat kepercayaan memimpin Unmul selama 8 tahun. Apalagi jumlah mahasiswanya terbesar di Kalimantan. Sekitar 30 ribu lebih. Hebatnya, hampir semuanya akreditasi A. Bahkan fakultas kehutanannya, yang menopang pola ilmiah pokok Unmul sebagai pusat penelitian hutan tropika basah meraih predikat “Unggul.”
Fakultas Kehutanan (Fahutan) Unmul termasuk fakultas pertama yang didirikan tahun 1962. Kampusnya dulu di Sidomulyo. “Musuh besar” bersaing dengan anak-anak Fakultas Ekonomi di kampus Flores, di mana saya kuliah. Dekannya sekarang Prof Dr Rudianto Amita.
Saya pernah bilang Fahutan itu seperti fakultas penebang kayu. Di tahun 1970-an mahasiswanya membeludak. Maklum waktu itu Kaltim lagi boom kayu. Penebangan di mana-mana. Setelah kayu habis, mahasiswanya melorot. Syukurlah sekarang bangkit lagi. Fahutan jadi andalan kita, sebab yang menjaga, merawat dan menanam pohon itu, andalannya para rimbawan Fahutan
Untuk mendekati dan memberi kontribusi yang lebih besar bagi IKN, Unmul akan membangun kampus baru di kawasan hutan pendidikan Bukit Soeharto. “Terima kasih kepada Ibu Menteri LHK, yang telah memberikan dukungan terhadap rencana tersebut,” kata Masjaya.
Bukit Soeharto ditetapkan Presiden Soeharto sebagai taman hutan raya (Tahura) pada tahun 1982. Nama Soeharto dipakai karena dia pernah singgah di sana. Sekalian untuk memberikan semangat kepada warga untuk menjaganya. Maklum di situ ada ladang lada masyarakat dan bahkan sering dijarah penebang kayu dan penambang batu bara.
Luas Bukit Soeharto sekitar 61 ribu hektare. Belakangan sekitar 20 ribu hektare diserahkan ke Unmul menjadi hutan pendidikan dan pelatihan. Sekarang ke dalam kawasan pengembangan IKN. “Keputusan itu menjadikan Unmul tidak dapat dipisahkan dari IKN,” kata Masjaya, yang juga masuk dalam Tim Ahli Transisi IKN.
Gubernur Isran Noor memuji kemajuan yang diraih Unmul. “Hampir semua posisi jabatan di daerah ini termasuk kepala daerah, alumnus Unmul. Karena itu kepada adik-adik mahasiswa harus bangga belajar di kampus ini,” tambahnya.
Isran yang juga ketua umum IKA Unmul menjadi salah satu dari 60 penerima penghargaan. Dia dinilai sebagai alumnus yang berprestasi dan tokoh berjasa. Ketika dia mengambil S3-nya di Universitas Padjadjaran, dia menunjukkan kualitas lulusan Unmul. Isran “the best.” Lulusan terbaik doktor ilmu pemerintahan dengan predikat yudisium cum laude.
Disertasinya berjudul “Desentralisasi Pemberian Izin Penambangan Batu Bara di Kutim” diuji di depan 32 duta besar dan 50 kepala daerah, di kampus Unpad, Jl Dipati Ukur, Bandung, 10 November 2014.
Ada sejumlah alumni menerima penghargaan. Selain Isran, dari Fakultas Ekonomi diwakili Dr Meiliana, Dirut Bankaltimtara M Yamin dan saya selaku ketua IKA FEB. Saya lihat ada dua anggota DPRD Kaltim, Dr Rusman Ya’cub dan Dr Syarkowi V Zahry juga.
Malah Syarkowi sempat menyerahkan tanda anggota kehormatan IKA Fahutan Unmul kepada Menteri Siti Nurbaya. Buah jengkol rasanya enak. Kalau ditanam menjadi buah unggul. Memang hebat 60 tahun Unmul. Tak salah kalau Gubernur Isran memberi dua jempol.
Dirgahayu 60 tahun Unmul. Saya teringat bagian lirik hymne Unmul yang digubah musisi Bandung, Iwan Abdurachman, mantan pentolan Bimbo dan tokoh Wanadri pada zaman rektor pertama Prof Ir R Sambas Wirakusumah, MSc. “Mulawarman dan bumi ini. Tak kami biarkan berhenti.” (*)
*) Rizal Effendi
– Wartawan Senior Kalimantan Timur
– Wali Kota Balikpapan dua periode (2011-2021)