SAMARINDA – Tambang batu bara di Kalimantan Timur terus menjadi sorotan, mengingat kontribusinya yang besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kaltim, yakni sebesar 43,19 persen.
Namun, di balik angka itu, terdapat dampak lingkungan serius yang diakibatkan oleh aktivitas tambang, seperti kerusakan lahan hingga hilangnya nyawa.
Dinamisator Jaringan Anti Tambang (Jatam), Mareta Sari, mengungkapkan bahwa aktivitas tambang batu bara telah menghabiskan sekitar 5,2 juta hektar kawasan di Kaltim, suatu angka yang signifikan dan berdampak besar terhadap lingkungan.
Menurutnya, mendekati Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim pada 27 November nanti, pasangan calon (paslon) dari kubu 01, Isran Noor-Hadi Mulyadi, dan kubu 02, Rudy Mas’ud-Seno Aji, belum secara terbuka membahas persoalan tambang dan dampak lingkungan yang ditimbulkan.
“Saya tidak yakin mereka akan menjawab, karena mereka pasti merasa tidak memiliki kewenangan. Tetapi tentu sebagai calon pemimpin, mereka perlu mengambil posisi mengenai hal itu,” tegas Mareta saat diwawancarai Media Kaltim.
Selain itu, Mareta juga menyoroti maraknya tambang ilegal yang mengakibatkan berbagai tragedi. Salah satu kasus terbaru adalah insiden yang melibatkan truk tambang dan menewaskan seorang pendeta di Kabupaten Paser. Mareta mencatat, sejak 2011, sudah ada 53 anak yang tewas akibat tenggelam di lubang tambang yang tidak ditutup. Ia mendesak paslon untuk mengambil sikap terhadap masalah ini, terutama dalam hal pemulihan kawasan tambang yang ditinggalkan begitu saja tanpa tanggung jawab.
“Bagaimana penindakan terhadap keadilan bagi para korban? Mereka harus menjawab, bagaimana calon pemimpin ini menjawab isu-isu soal tambang ilegal juga pengerukan yang meninggalkan lubang tanpa adanya tanggung jawab,” lanjutnya.
Mareta menyayangkan minimnya perhatian dari paslon terkait masalah lingkungan ini, yang menurutnya menunjukkan keberpihakan mereka pada pengusaha tambang. Ia menganggap paslon lebih menyoroti isu-isu kesehatan dan pendidikan, sementara kerusakan ekologis dan ancaman bencana yang disebabkan oleh tambang terus meningkat.
“Kami memang tidak menemukan dari semua paslon yang terafiliasi terhadap Perusahaan tambang. Namun kita bisa melihat dari partai pengusung, yang berkaitan. Terbuka pula, kemungkinan penamaan orang lain, yang sebenarnya dimiliki oleh paslon,” tutup Mareta.
Mareta juga mengungkapkan keprihatinannya atas minimnya perhatian terhadap hak masyarakat adat yang sering kali mengalami intimidasi dan kriminalisasi, serta pencemaran lingkungan yang berdampak langsung pada masyarakat setempat tanpa adanya solusi konkret. Rul)
Pewarta: K. Irul Umam
Editor: Agus S