Catatan Rizal Effendi
SAYA tak bisa hadir ketika acara “Isran Noor for Indonesia 2024” digelar di Hotel Mesra Samarinda, Sabtu (3/6) lalu. Kebetulan saya masih mengikuti Bimtek Caleg DPR RI di Jakarta. Tapi saya mengikuti dengan saksama suasana silaturahmi yang hidup dan dinamis di antara para tokoh yang hadir melalui media sosial.
Yang menarik konsep “Isran Noor for Indonesia 2024” itu memberi ruang berkembangnya penafsiran baru. Tidak kaku seakan hanya memenuhi hasrat politik Isran untuk bisa tampil di Pilpres semata. Padahal itu tidak gampang dan terjal urusannya. Seperti mau lewat di lubang jarum. Makanya Isran sering berujar: “Saya bisa jadi presiden kalau ada gempa.”
Tapi ada dua tafsir baru yang jauh lebih bagus gaungnya. Itu muncul dalam acara silaturahmi tersebut. Satu pandangan ditegaskan dari sang penyelenggara, yaitu Aspirasi Masyarakat Nasional Bersatu (AMNB) Kaltim yang diketuai Mugeni. Dan satu lagi datangnya dari Isran sendiri.
Menurut Mugeni, “Isran Noor for Indonesia 2024” tidak sekadar Isran mau jadi capres atau cawapres. Karena itu terlalu sempit maknanya. Makanya ada tafsir lain yang lebih luas. AMNB ingin menggambarkan bahwa putra kelahiran Sangkulirang, Kutai Timur berusia 63 tahun itu adalah tokoh daerah yang sangat penting untuk diperhitungkan dalam percaturan politik dan kepemimpinan nasional. Kelasnya tidak cuma sebatas daerah, tapi Isran sudah masuk kategori tokoh nasional dan bahkan punya bobot internasional.
Tak salah Mugeni dan AMNB bilang begitu. Dari catatan yang ada, memang banyak fakta yang berbicara. Isran bukan tokoh kaleng-kaleng. Isran sangat populer ketika menjadi hulubalang bupati se-Indonesia (Apkasi) tahun 2009-2011. Anggotanya 400 lebih bupati. Poster Isran terpampang hampir di semua kabupaten.
Sebagai Gubernur Kaltim, Isran saat ini juga memangku jabatan penghulu gubernur se-Indonesia (APPSI) menggantikan Anies Baswedan yang purnatugas sebagai gubernur DKI. Jadi sudah lengkap pengalamannya mengomandoi para kepala daerah.
Karena disiplin ilmunya dari Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman (UNMUL), Isran pernah didaulat menjadi ketua Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia (Perhiptani) dua periode, 2011-2016 dan lanjut 2016-2021. Anggota Perhiptani itu ada 82 ribu orang di seluruh Indonesia, belum termasuk komponen pendukungnya yaitu Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) yang beranggotakan 480 ribu orang.
Isran juga sarat pengalaman politik. Dia yang saat ini sebagai ketua DPW Partai Nasdem Kaltim sebelumnya pernah menjadi ketua DPW Partai Demokrat dan pernah mengikuti konvensi calon presiden yang diadakan partai SBY tersebut tahun 2019. Isran juga pernah menjadi Plt Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) setelah Letjen (Purn) Sutiyoso mengundurkan diri menyusul pencalonannya sebagai kepala Badan Intelijen Negara (BIN).
Perjalanan karier politik dan birokrat Isran juga sangat terstruktur. Mulai PNS, asisten sampai menjadi wakil Bupati Kutai Timur. Lalu terpilih sebagai bupati dan lanjut menjadi gubernur Kaltim. Karena itu ada yang bilang wajar kalau Isran bercita-cita jadi presiden atau wakil presiden. Minimal mendapat porsi menteri. Itu sudah track-nya.
Presiden Jokowi tentu juga memandang Isran sebagai tokoh penting. Dia adalah gubernur yang sangat besar sokongannya kepada Negara. Jokowi sadar betul Provinsi Kaltim adalah penyumbang devisa terbesar bagi negara melalui ekspor tambang batu bara dan migas serta kelapa sawit. Selain itu, Kaltim menjadi sangat strategis dengan ditetapkannya sebagai lokasi Ibu Kota Nusantara (IKN).
Isran selalu pasang badan dan berani “mengancam” mereka yang mengkritik Ibu Kota Nusantara (IKN). “IKN itu harga mati. Mereka yang menolak IKN, umurnya pendek,” katanya tegas. Ucapannya itu sempat viral dan dinilai berani banget walau sebetulnya bercanda.
Jika dilihat dari kriteria pemimpin bangsa yang pernah dilontarkan Presiden Jokowi, setidaknya ada dua hal yang pas pada diri Isran. Soal orang yang berambut putih serta berani dan punya nyali. Isran memang berambut putih, pekerja keras, dan berani bersikap.
Siapa yang berani ngomong ceplas-ceplos di depan Presiden Jokowi, sepertinya hanya Isran. Dia bilang Pak Jokowi bakal masuk surga karena menetapkan lokasi IKN di Kaltim. Padahal tadinya ada daerah yang awalnya lebih unggul. Di antaranya Kalteng, yang memang pernah dilirik Presiden Soekarno.
Ketika Pemerintah ingin menghapuskan tenaga honorer, Isran pasang badan. Dia tidak setuju terhadap kebijakan itu. Bahkan ketika ada rencana tenaga honorer tidak mendapat THR, Isran dengan lantang mengatakan bahwa Pemprov Kaltim tetap memberi THR, termasuk kepada tenaga honorer yang baru masuk atau masa kerjanya belum satu bulan. Tenaga honorer di seluruh Indonesia berterima kasih kepada Isran dan menganggap gubernur Kaltim ini sebagai “Pahlawan Tenaga Honorer.”
Isran juga pernah mengkritik BPK dan KPK. Dia pernah berhadapan dengan perusahaan raksasa dunia, Churchill Mining. Digugat Rp 26,8 triliun karena mencabut izin usaha tambang Churchill di Kutim. Isran tak gentar dan nyatanya dia justru menang.
Dalam dunia internasional, Isran pernah menjadi sekretaris harian Brunei–Indonesia–Malaysia–Philippines East Asia Growth Area (BIMP-EAGA). Namanya sekarang populer dalam forum tahunan gubernur yang punya wilayah hutan. Annual Meeting Governors Climate Forest Task Force (GCFTF). Dalam pertemuan ke-13 di Meksiko, Isran tampil sebagai pembicara bersama gubernur Yucatan dan gubernur Amazonas Brazil.
“BUKAN ISRAN NOOR”
Berbicara dalam acara silaturahmi di Hotel Mesra itu, Isran mengungkapkan tafsir lain tentang dirinya. “Sebenarnya bukan Isran Noor for Indonesia 2024. Tapi Kalimantan Timur for Indonesia. Tidak pakai tahun karena kontribusi Kaltim terus berkelanjutan,” katanya menjelaskan.
Itu sikap kearifan Isran. Dia tidak ingin menonjolkan diri sendiri karena itu penekanannya pada Kaltim. Bahwa provinsi ini sejak dulu sampai sekarang dan bahkan ke depan tetap berperan besar bagi pembangunan dan kemakmuran Bangsa dan Negara.
Ketika Jokowi gerah belum masuknya investasi asing ke IKN, Isran melempar gagasan yang unik. Dia bilang itu bisa dibiayai dari pendapatan ekspor Kaltim, asal semua pendapatan diserahkan kepada daerah ini. Lebih dari cukup untuk membiayai pembangunan IKN yang diperkirakan mencapai Rp500 triliun.
Isran juga berani mengajukan gagasan baru. Meski tak populer di telinga Pemerintah Pusat khususnya Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dia melontarkan perubahan komposisi pengelolaan dana APBN. Tidak seperti sekarang ini, daerah hanya kebagian yang kecil. Karena itu Isran digelari sebagai “Mr 70 Percent”
Kalau mau dikembangkan lagi tagline tadi. Sebenarnya bisa juga berbunyi “Kaltim untuk dunia.” Sebab, daerah ini sudah lama memberikan kontribusi kepada dunia dari hasil sumber daya alamnya, mulai migas, kayu, batu bara sampai kelapa sawit.
Belakangan berkat kecerdasan dan kepiawaian Isran, Kaltim juga berperanan besar dalam menjaga lingkungan dan penurunan emisi karbon. Isran berani mendatangi markas Bank Dunia di Washington DC, Amerika Serikat untuk meminta direalisasikannya penjualan karbon.
“Kalau Bank Dunia tidak merespon dengan baik, kita ‘bakar’ saja hutan Kaltim,” ancamnya dengan narasi unik. Bakar yang dimaksud Isran tentu bukan dalam pengertian sesungguhnya. Tapi dimaksudkan akan mengonversi hutan Kaltim dalam kegiatan lain, yang tentu saja berdampak terhadap lingkungan dunia. Itu sebabnya, Bank Dunia akhirnya melaksanakan pembayaran, yang totalnya bisa mencapai sekitar Rp 1,5 triliun.
Kaltim menjadi provinsi pertama di Indonesia yang mendapat pembayaran karbon dari Bank Dunia. Berkat prestasi itu, Indonesia menjadi negara pertama di kawasan Asia Timur Pasifik yang menerima pembayaran dari program Forest Carbon Partnership Facility-Carbon Fund (FCPF-CF) untuk kegiatan pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan.
Menurut Isran, saat ini masih ada sisa 7 sampai 8 juta metrik ton karbon yang akan dia jual atau lelang ke pasar bebas. Kalau harganya bisa di atas 30 dolar AS per ton, berapa lagi yang bakal masuk ke kantong kas Kaltim. “Tak masalah saya sudah mau ‘pangsiun,’ yang penting Kaltim lebih punya kemampuan lagi maju dan berkembang,” katanya. Itu hebatnya Pak Isran, yang dikenal sebagai “Si Raja Naga.” (*)