Catatan Rizal Effendi
GUBERNUR Dr Isran Noor memang gigih dan konsisten membela tenaga honorer. Kapan saja pegawai yang “belum” menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) itu terpinggirkan, di situ Isran muncul. “Beliau itu bukan saja Si Raja Naga, tapi juga Si Raja Honorer,” kata seorang tenaga honorer di sekretariat Pemprov Kaltim dengan bangga.
Dia melihat Isran sangat memahami apa yang dirasakan oleh tenaga honorer dan mau pasang badan untuk memperjuangkannya. “Kami tak menyangka Pak Gub begitu peduli dengan tenaga honorer seperti kami,” tambahnya.
Tenaga honorer adalah karyawan yang belum diangkat sebagai pegawai tetap. Karena itu dia tidak menerima gaji melainkan honor. Makanya disebut honorer. Honor yang diterima besarnya jauh dari gaji, rata-rata hanya sekitar Rp 1 juta tanpa tunjangan. Bahkan ada yang di bawah itu.
Berdasarkan PP No 48 Tahun 2005, yang kemudian diubah menjadi PP No 56 Tahun 2012, disebutkan bahwa tenaga honorer merupakan tenaga kerja yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian guna melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintahan.
Jumlah tenaga honorer di Indonesia mencapai 2,2 juta orang. Setahu saya waktu saya masih menjabat wali kota, Balikpapan punya tenaga honorer sekitar 3.000 orang termasuk guru. Sedang di Kaltim ada 70 ribu orang. Rata-rata tiap daerah di atas seribu. Bahkan honorer pernah banjir di Kabupaten Kutai Kartanegara era kepemimpinan Syaukani HR. Sampai-sampai ada yang tidak punya meja di kantor, sehingga cuma duduk-duduk di parkiran saja.
Menjelang Lebaran tahun ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas sudah mengumumkan keputusan Pemerintah yang tidak memberikan tunjangan hari Lebaran (THR) kepada semua tenaga honorer.
“Honorer tidak dapat THR, sebab yang diatur ‘kan ASN. Selain ASN, juga Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang memperoleh tahun ini,” kata Menpan RB.
Pegawai berstatus PPPK adalah peningkatan nasib tenaga honorer. Dia menjadi ASN dengan perjanjian kerja. Sayangnya tidak semua honorer bisa diangkat menjadi PPPK terutama karena terganjal soal umur dan masa kerja.
Bertolak belakang dengan pernyataan Menpan RB, Gubernur Isran Noor dengan lantang menegaskan bahwa semua tenaga honorer di lingkungan Pemprov Kaltim mendapat THR. “Mereka dapat satu bulan gaji, ini khusus di Kaltim,” tandasnya ketika ditanya wartawan, Kamis (6/4) lalu.
Bahkan Isran memberlakukan keputusan ini kepada seluruh tenaga honorer Pemprov tanpa terkecuali. Termasuk pegawai honorer yang baru masuk atau tidak sampai satu tahun. “Walaupun kerja setengah bulan, tetap kita kasih satu bulan gaji,” katanya mantap.
Gubernur berharap kebijakan ini juga diberlakukan bagi tenaga-tenaga honor di lingkungan Pemda Kabupatan dan Kota se-Kaltim. Bahkan di seluruh Indonesia. “Ini penting untuk kegembiraan mereka dan keluarganya menyambut Lebaran. Juga menghindari kesan diskriminasi,” tandasnya.
CEGAH PEMBERHENTIAN
Nasib tenaga honorer di waktu mendatang makin suram. Sebab, Pemerintah bertekad menghapuskan semuanya. Sesuai peraturan perundang-undangan, kata Menpan RB Azwar Anas, Pemerintah akan menghapuskan tenaga honorer atau non-ASN mulai 28 November 2023.
Anas memastikan pihaknya masih mencari solusi terbaik agar kebijakan ini tidak menimbulkan kehebohan. Setidaknya ada tiga opsi yang terus didiskusikan dengan berbagai pihak. Memberhentikan semuanya, mengangkat semuanya atau mengangkat sebagian sesuai skala prioritas.
Dia mengakui selama ini peranan tenaga honorer sangat penting. Tapi dalam rangka meningkatkan kualitas SDM ASN dan posisi beban keuangan pemerintah serta pelaksanaan undang-undang, maka penghapusan tenaga honorer mesti dilakukan. “Tapi kita lagi cari penyelesaian terbaik, win-win solution dengan teman-teman,” kata Anas.
Selaku ketua umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), Gubernur Isran dalam berbagai kesempatan menegaskan sikapnya yang menolak dilaksanakannya kebijakan pemberhentian tenaga honorer. “Saya tidak akan mengikuti kebijakan Pemerintah Pusat, saya akan bertahan dengan cara saya,” ucapnya.
Setidaknya ada tiga alasan mengapa dia mati-matian membela tenaga honorer. Pertama, karena dibutuhkan, sementara proses perekrutan ASN terbilang lambat dan kuotanya selalu tidak sesuai dengan kebutuhan. Kedua, mereka sudah mengabdi cukup lama. Ada yang belasan tahun. “Masa sekarang mau dibuang begitu saja?” kata Isran. Ketiga, Pemerintah sendiri belum mampu membuka peluang kerja, sehingga tenaga honorer itu menjadi alternatif meskipun pendapatannya sangat tidak memadai.
Dia banyak memberi contoh betapa tenaga honorer sangat dibutuhkan. Isran pernah melihat ada SDN di Jawa Tengah, di mana 7 dari 10 gurunya berstatus honorer. Sang guru honorer hanya dibayar Rp 300 ribu per bulan, tapi dia tetap bertugas dengan baik. “Bisa kita bayangkan, kalau itu dihapus, maka pelayanan nggak jalan,”
Dalam catatan lain, Isran menggambarkan jika seorang tenaga honor menanggung hidup seorang istri dan dua anak, maka jika tenaga honor dihapuskan terdapat 10 juta orang mengalami kesulitan hidup dan ekonomi. Tentu akan menimbulkan dampak baru yang sangat besar.
Hasil perjuangan Isran terakhir, kabarnya Menpan RB sudah sepakat dalam beberapa tahun ke depan tidak ada kebijakan penghapusan tenaga honorer sambil terus dicari solusi yang terbaik.
Seorang tenaga honorer bercerita kepada saya, dia bermimpi melihat ada cahaya menyinari Gubernur Isran di bulan Ramadan yang penuh berkah. “Mudah-mudahan beliau berumur panjang dan terus menjadi pemimpin bangsa, yang selalu mengabdi untuk kepentingan rakyat banyak,” ucapnya. (*)