spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Investigasi Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII DPR RI Turun Tangan

SAMARINDA – Pasca dua insiden kebakaran di smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industry (KFI), Komisi VII DPR RI melakukan tinjauan ke perusahaan yang berlokasi di Desa Pendingin, Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).

Para legislator Senayan tersebut meninjau lokasi berbarengan dengan Kementerian Perindustrian RI, Biro Ekonomi Pemprov Kaltim, Disperindagkop UKM Kaltim, dan OPD terkait Kabupaten Kukar serta forkopimda.

Sebagai informasi, dua insiden kebakaran di PT KFI terjadi pada Rabu, 11 Oktober 2023, dan Jumat, 17 Mei 2024. Hal inilah yang melatarbelakangi Komisi VII melakukan inspeksi ke smelter nikel tersebut.

“Komisi VII sengaja ke PT KFI ke lokasi smelter nikel di Kaltim. Kita ingin mengetahui secara langsung kondisi yang terjadi di lapangan seperti apa, karena dari catatan kita ada dua kali kebakaran (insiden) terjadi,” beber Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Hermanto.

Dijelaskan bahwa pihaknya ingin mengecek kelengkapan keamanan di area hilirisasi nikel ini. Komisi VII, disebut Baher (sapaan akrabnya), juga ingin memastikan penyebab terjadinya insiden kebakaran di proyek dengan nilai investasi Rp 30 triliun tersebut.

“Banyak investor masuk ke Indonesia, memperluas lapangan kerja, tetapi kita juga ingin tiap investasi yang masuk sesuai dengan aturan. Salah satunya terkait keselamatan kerja,” tegasnya.

Untuk itu, ia menyarankan PT KFI untuk melakukan investigasi menyeluruh. Menurutnya, keselamatan kerja adalah hal yang harus menjadi prioritas.

“Kita harus mengutamakan keselamatan kerja, terutama Kementerian Perindustrian agar melakukan investigasi menyeluruh,” imbuhnya.

Plt. Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Yan Sibarang Tandiele, menerangkan bahwa tinjauan dilakukan untuk melihat langsung kondisi pabrik smelter nikel PT KFI.

Termasuk mengkroscek secara riil perizinan PT KFI dan kesesuaian beberapa informasi yang telah diterima dari berbagai sumber.

“Kemenperin mewakili pemerintah melakukan monitoring, dan kami lihat persyaratan (izin) lengkap. Memang AMDAL bukan ranah kami, tetapi kami lihat ada. Tadi permintaan untuk didalami lagi, ya nanti kita dalami lagi,” terangnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kewajiban penghiliran industri tambang, khususnya sektor mineral dan batu bara, diatur khusus dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020.

Hilirisasi sendiri selalu dilantunkan pemerintah dengan harap memberikan nilai tambah pada hasil tambang.

Untuk itu, ia memberi apresiasi kepada PT KFI yang berinvestasi di area midstream (tidak menambang langsung), yang dibutuhkan untuk hilirisasi.

“Kami apresiasi adanya investasi ini. Ke depan, PT KFI punya rencana lebih hilir lagi untuk memproduksi stainless steel. Syukur-syukur bukan hanya untuk kebutuhan rumah tangga, tetapi juga ke depan bisa lebih hilir ke sektor otomotif dan sebagainya,” tukasnya.

Sementara, Owner Representative PT KFI, M. Ardhi Soemargo, mengatakan kunjungan dari Komisi VII DPR RI dan Kemenperin RI sebagai validasi dari beberapa informasi.

Menurutnya, ada berbagai informasi yang tidak sesuai dan terbantahkan dengan adanya tinjauan tersebut.

“Ini baik, melihat info-info yang kami dapat tidak benar seperti tidak punya AMDAL dan lokasi pabrik 21 meter dari rumah warga. Ini semua sudah diukur semua, dewan dan Kementerian juga telah melihat itu,” jelasnya.

Ia pun menegaskan bahwa pihaknya telah melalui beberapa tahapan perizinan hingga ke daerah. Termasuk komitmen untuk memenuhi standar Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ISO 50001.

Hal ini merupakan respons atas kejadian dua insiden kebakaran di pabrik dengan luas 330 hektar tersebut. Ia menegaskan bahwa pihaknya telah menandatangani hasil investigasi dengan tim ahli Kemenperin RI pada Senin (27/5/2024) lalu.

“Kami sangat mementingkan keselamatan kerja dan akan melakukan SMK3 ISO 50001 hingga Desember nanti dan wajib melakukan itu karena tertulis. Kami rasa di samping HSE dan telah terstandarisasi itu jadi hal baik ke depan. Kami paling mementingkan keselamatan, tapi kalau ada standarnya, kami akan ikuti sesuai aturan berlaku,” jelas Ardhi.

SMK3, atau Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja, adalah suatu standar sistem manajemen K3 sesuai PP Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Ini merupakan bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

“Secara internal (terkait keselamatan) sudah, tetapi kalau ada standarisasi akan kami ikuti,” katanya.

Ardhi juga menanggapi pertanyaan Komisi VII terkait mesin yang ada di smelter nikel PT KFI. Ia menegaskan bahwa semua barang yang digunakan untuk proses produksi tidak ada yang bekas.

“Seribu persen mesin yang kami bangun di KFI adalah baru. Dengan regulasi saat ini, tidak mungkin rasanya bisa ada impor mesin bekas. Logikanya, kontainer bekas saja tidak bisa masuk (Bea Cukai), apalagi mesin bekas,” tutupnya.

Penulis: Andi Desky
Editor: Agus S

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti