JAKARTA – Pemerintah Indonesia mencetak kemenangan penting dalam sengketa dagang sawit melawan Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Dalam laporan yang diterbitkan pada 10 Januari 2025, panel WTO memutuskan bahwa Uni Eropa terbukti melakukan diskriminasi terhadap produk biofuel berbahan baku sawit dari Indonesia.
Poin-Poin Putusan Panel WTO:
- Uni Eropa memberikan perlakuan menguntungkan untuk biofuel berbahan bunga matahari dan kedelai dari negara lain, tetapi tidak untuk biofuel sawit Indonesia.
- UE dinyatakan melakukan diskriminasi dengan perlakuan kurang menguntungkan terhadap biofuel sawit Indonesia.
- UE diwajibkan menyesuaikan kebijakan yang melanggar aturan WTO tersebut.
- UE gagal meninjau risiko biofuel berbasis sawit secara objektif sehingga kategorisasi risikonya dinilai bias.
Upaya Indonesia dalam Memenangi Sengketa:
- Mengumpulkan bukti adanya diskriminasi oleh UE.
- Melakukan negosiasi dengan UE.
- Mengajukan permohonan pembentukan panel di WTO untuk memeriksa sengketa.
Perjalanan Sengketa Sawit Indonesia-UE:
- 2019: Indonesia menggugat UE di WTO atas kebijakan yang menghambat akses sawit Indonesia ke pasar Eropa.
- 2020: Panel dibentuk dengan melibatkan negara pihak ketiga, seperti AS dan Argentina.
- 2024: Panel menyelesaikan pembahasan dan pengambilan keputusan.
- 2025: Panel WTO resmi mengeluarkan putusan yang berpihak pada Indonesia.
Dampak pada Ekspor Sawit Indonesia ke UE:
Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia menunjukkan tren penurunan ekspor sawit ke UE dalam beberapa tahun terakhir:
- 2021: 4,6 juta ton
- 2022: 4,1 juta ton
- 2023: 3,7 juta ton
Menteri Perdagangan, Budi Santoso, menyatakan, “Pemerintah Indonesia menyambut baik putusan panel WTO pada sengketa dagang sawit dengan Uni Eropa yang dikaitkan dengan isu perubahan iklim, sebagai dasar agar Uni Eropa tidak sewenang-wenang.”
Sumber: Antara
Editor: Agus Susanto