JAKARTA – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, berpendapat bahwa dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dirinya dalam kasus Harun Masiku bukan sekadar persoalan hukum semata.
Menurutnya, tuduhan terkait perintangan penyidikan dan pemberian suap yang disampaikan JPU KPK merupakan bentuk kriminalisasi hukum.
Ia menilai bahwa kasus yang telah berkekuatan hukum tetap kini kembali diungkap demi kepentingan tertentu.
“Saya semakin meyakini bahwa ini adalah kriminalisasi hukum, bahwa ini adalah pengungkapan suatu pokok perkara yang sudah inkrah, yang didaur ulang karena kepentingan-kepentingan politik di luarnya,” ujar Hasto usai menghadiri sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Jumat (14/3).
Hasto menegaskan bahwa dirinya mengikuti seluruh proses hukum yang kini telah memasuki tahap persidangan.
Ia berharap majelis hakim dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya serta menekankan pentingnya supremasi hukum bagi keberlangsungan negara.
“Tanpa adanya supremasi hukum, tanpa adanya suatu keadilan, dan ketika suatu proses hukum yang sudah inkrah bisa didaur ulang kembali, maka Republik ini tidak akan berdiri kokoh,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti dampak dari ketidakpastian hukum terhadap dunia investasi di Indonesia.
“Jangankan untuk membangun, menghadirkan investor ketika tidak ada supremasi hukum, semuanya akan menjadi sia-sia,” tambahnya.
Dalam persidangan, JPU KPK mendakwa Hasto dengan dua tuduhan, yaitu perintangan penyidikan dan pemberian suap terkait penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 untuk Harun Masiku.
Hasto dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, yang mengatur ancaman hukuman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 12 tahun, serta denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Selain itu, ia juga didakwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Fajri)