TENGGARONG– Pencabutan kebijakan larangan ekspor bahan baku Crude Palm Oil (CPO) beserta turunannya dan minyak goreng, pada 23 Mei 2022 lalu, seharusnya jadi klimaks bagi para petani sawit untuk kembali merasakan nikmatnya harga TBS seperti sebelum ada larangan.
Namun kenyataannya, jangankan mengembalikan kestabilan harga untuk para petani, malah secara konsisten harga terus turun, hingga terjun bebas ke angka Rp 600-1.000 per kilogramnya.
Tentu ini membuat petani sawit, khususnya petani sawit swadaya semakin meringis. Karena harga jual tidak sebanding dengan biaya perawatan, biaya tanam dan lainnya. Harapan mendapat untuk dari hasil panen, malah berbalik menanggung rugi besar, akibat harga pasar saat ini.
“Iya betul, petani swadaya semakin berteriak,” ujar Ketua DPD Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Daru Widiyatmoko pada mediakaltim.com, Rabu (6/7/2022).
Diketahui harga Rp 600-1.000 per kilogram, menjadi harga paling rendah, sejak pemerintahan mencabut kebijakan larangan ekspor.
Meski, keran ekspor sudah dan kembali dibuka menurut Daru, di lapangan hal ini belum berjalan sepenuhnya. Ekspor CPO dan bahan turunannya disebutnya masih macet. Para eksportir enggan terburu-buru mengekspor ke luar Indonesia. Lantaran pajak ekspor yang dinilai masih terlalu tinggi, sehingga potensi kerugian sangat besar.
“Karena pajak ekspor tingggi sekali, minta turun ke pemerintah, tidak kunjung disetujui,” tutupnya.
Terpisah, Kepala Bidang (Kabid) UPH Dinas Perkebunan (Disbun) Kukar Samsiar, pelarangan ekspor CPO dan turunannya, yang kini sudah kembali dibuka, menjadi faktor utama turunnya harga TBS, hingga di bawah Rp 1.000, untuk petani swadaya.
Samsiar mengatakan, pencabutan larangan ekspor rupanya diiringi kewajiban pengekspor CPO untuk mengajukan izin kembali. “Ada lagi kebijakan dari Kementerian Perdagangan tentang penambahan biaya ekspor sebesar USD 200 per ton. Ini yang memberatkan para buyer,” terang Samsiar.
Ditambah lagi saat ini sedang puncak panen kelapa sawit, sehingga buah TBS menumpuk di perusahaan lantaran tangki penuh akibat kelebihan pasokan. Ujungnya harga TBS merosot tajam.
Kondisi berbeda dialami petani sawit yang tergabung dalam koperasi plasma. Harga mengikuti penetapan dari Disbun Kaltim, yakni Rp 2.484 hingga Rp 2.818 per kilogramnya. “Kita sudah mengingatkan petani dari awal, kalau mau bermitra agak stabil (harga) lebih baik pilih sesuai penetapan,” pungkasnya. (afi)