Catatan Rizal Effendi
CUCU saya Defa (7) dan Dafin (6), Jumat malam kecewa. Setelah mendengar pengumuman Menteri Agama Yaqut Cholil Staquf yang menyampaikan keputusan sidang isbat bahwa puasa baru dimulakan hari Minggu (3/4) besok, dia memutuskan tak jadi bermalam di rumah saya. “Kita pulang aja dulu, Kai, ‘kan ngga jadi sahur?” katanya dengan wajah merengut.
Lantas sebelum pulang, mereka masih sempat tanya ke saya. Itu kok di tv sudah ada yang siap-siap salat tarawih, Kai? Apa sih, Kai sidang isbat itu? Apa sih hilal itu? Kok orang ramai-ramai meneropong?
Repot juga saya diberondong sejumlah pertanyaan sama cucu. Saya harus menjelaskan satu per satu. Saya jelaskan yang sudah mau salat tarawih itu adalah saudara kita yang bernaung di bawah ormas Muhammadiyah. Maklum Muhammadiyah sudah menetapkan awal puasa 1 Ramadan 1443 H jatuh pada hari Sabtu (2/4) ini.
Sebenarnya kita sudah biasa berbeda dalam penetapan 1 Ramadan, 1 Syawal dan 1 Zulhijah, terutama karena perbedaan cara menentukannya. Yang perlu disadari perbedaan perhitungan itu tidak menjadi persoalan karena tetap diakui. Muhammadiyah menggunakan metode hisab atau perhitungan kontemporer, sedang pemerintah (Kementerian Agama) dan ormas Islam lainnya terutama Nahdlatul Ulama menggabungkan hisab dan hilal.
Dengan cara perhitungan Muhammadiyah, jika posisi bulan sudah berada di atas ufuk saat matahari terbenam, seberapa pun tingginya (meskipun hanya 0,1 derajat), maka itu berarti esoknya kita sudah berada di hari pertama bulan baru. Dalam menghitung bulan, Muhammadiyah tidak perlu meneropong ke langit, tapi menggunakan rumus untuk menghitung awal bulan dengan data astronomis. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, hal itu sangat memungkinkan.
Sementara Kemenag dan ormas Islam lainnya sudah menyepakati tadinya di atas 2 derajat. Bahkan tahun ini atas kesepakatan Menteri Agama ASEAN, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) ditentukan sudut ketinggian bulan di atas ufuk untuk dapat dilihat minimal 3 derajat dan elongasinya minimal 6,4 derajat. Kalau negara lain seperti Mesir sudut ketinggian hilal minimal 4 derajat dan bahkan di komunitas Muslim Amerika minimal 15 derajat.
Dalam mengambil keputusan Kemenag juga menunggu hasil rukyatul hilal di lapangan, baik melalui penglihatan mata telanjang atau menggunakan teropong. Karena itu ada 101 titik di seluruh Indonesia ditugasi memantau hilal 2022. Karena tidak ada satu titik pun yang melihat, Jumat petang kemarin, maka sidang isbat memutuskan memakai metode istikmal, di mana puasa jatuh, Minggu (3/4).
“Berdasarkan hisab posisi hilal seluruh Indonesia sudah di atas ufuk, akan tetapi belum memenuhi kriteria MABIMS baru, yaitu tinggi hilal 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat serta laporan rukyatul hilal, jadi secara mufakat kita menetapkan 1 Ramadan 1443 Hijriah jatuh pada hari Ahad, 3 April 2022,” kata Menag Yaqut kepada media, Jumat malam.
Sejauh ini perhitungan hisab dan hilal hanya beda sehari. Tapi kita pernah dikagetkan ada tarikat tertentu misalnya Naqsabandiyah yang berkembang di Sumatera memulakan Ramadan dan Syawal jauh lebih cepat bahkan terpaut 2 – 3 hari. Sampai-sampai Kemenag harus mendatangi dan mengklarifikasi.
Sementara itu, selain Muhammadiyah, negara Arab juga menjalankan ibadah puasa mulai Sabtu (2/4). “Ya kita mulai Sabtu,” kata Ibrahimi Al-Jarwan, anggota Ilmu Astronomi dan Luar Angkasa Serikat Arab, yang juga ketua Komunitas Astronomi Emirat. Dari media sosial yang beredar, kita melihat Jumat malam sudah berlangsung salat tarawih pertama di Masjidilharam. Pengumuman Mahkamah Agung Arab Saudi juga menyatakan puasa Ramadan mulai Sabtu (2/4).
Sementara itu, Komisi Kerajaan untuk Kota Makkah dan Tempat Suci (RCMC) telah meluncurkan festival dan acara Malam Ramadan, yang akan diadakan untuk pejalan kaki Muzdalifah mulai 5-12 April. Festival dibuka mulai pukul 22 malam hingga pukul 2 pagi untuk memberikan suasana rekreasi bagi penduduk dan pengunjung di Makkah.
CUKUP BERAT
Umat Islam Indonesia menyambut Ramadan tahun ini penuh sukacita karena Pemerintah sudah membolehkan pelaksanaan tarawih dan ibadah lainnya berjamaah, tidak seperti dua tahun terakhir yang penuh pembatasan akibat Covid-19.
Meskipun sudah boleh tarawih, Pemerintah masih mengingatkan agar protokol kesehatan tetap dijaga. Kalaupun ada buka puasa bersama seyogianya tidak diwarnai dengan banyaknya obrolan. Kepada pejabat pemerintah tetap dilarang melaksanakan open house dan kegiatan sejenisnya.
Bagi mereka yang mau mudik juga diperkenankan sepanjang sudah melaksanakan vaksin lengkap dua kali dan booster. Beberapa hari lalu saya datang ke Dome, ribuan orang berjejal minta vaksin booster agar bisa mudik Lebaran. “Iya sudah dua tahun kita tidak pulang kampung,” kata Yono (45), yang mau mudik ke Jawa.
Kementerian Perhubungan memperkirakan ada 80-an juta warga akan mudik Lebaran. Dari Kaltim juga ribuan orang sudah bersiap-siap, ada yang mau pulang ke Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Umumnya mereka pekerja minyak, batubara, dan kelapa sawit. Ada juga yang datang dari Malaysia Timur melewati Tarakan atau Balikpapan. Saya sudah berpengalaman menangani ribuan orang yang tumplek-blek di Pelabuhan Laut Semayang.
Sabtu pagi kemarin, saya sempat singgah di Pasar Klandasan sebelum kerja bakti dengan ormas Tameng Adat Borneo dan Banteng Muda Indonesia (BMI) di Masjid At Taqwa. Pasar memang sesak sampai pengunjung harus memarkir kendaraan di pinggir Jalan Sudirman, tapi beberapa ibu-ibu mengaku hatinya setengah galau, ya senang Ramadan meriah lagi, tapi juga bingung karena harga-harga melonjak dan memberatkan pengeluaran keluarga. Harga ayam ras sudah 2 hari naik dari sekitar Rp 28 ribu menjadi Rp 30 ribu per kg. Cabe masih bertengger di atas Rp 60 ribu per kg. Ikan basah relatif normal. Minyak goreng curah Rp 14.467 liter, sedang yang kemasan premium Rp 26.917 per liter.
Yang naik tidak saja harga pokok di pasar, tapi juga gas dan LPG, solar, dan BBM lainnya. Sejak 1 April Pemerintah juga menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) naik 1 persen menjadi 11 persen. Jadi kalau kita beli barang seharga 1 juta ditambah 11 persen PPN, maka menjadi Rp 1.110.000.
Untuk meringankan beban masyarakat, Presiden Jokowi mengeluarkan kebijakan baru berupa bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng kepada 20,5 juta warga di seluruh Indonesia. “Bantuan yang diberikan Rp 100 ribu per bulan selama 3 bulan yaitu untuk April, Mei,00 dan Juni. Kita distribusikan langsung Rp 300 ribu pada bulan April ini,” kata Presiden.
“Kalau dilihat dari ekonomi keluarga, berat juga menghadapi Ramadan tahun ini,” kata seorang jamaah ketemu saya di At Taqwa. Ustaz Dr Drs Sartono, MM mengingatkan dalam situasi apa pun kita tentu menginginkan ibadah Ramadan tetap istimewa. Karena itu, katanya, luruskan niat kita untuk berpuasa. Niat menjadi kekuatan kita dalam menjalankan ibadah dan menghadapi cobaan seberat apa pun. “Pokoknya harga atau nilai ibadah kita tetap harus tinggi dan meningkat,” katanya. (**)