SANGATTA – Kenaikan harga minyak goreng yang terjadi secara nasional, berimbas ke wilayah Kabupaten Kutai Timur (Kutim). Sejak dua pekan terakhir, minyak goreng mengalami kenaikan. Namun
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kutim, Zaini mengatakan, kenaikan harga minyak goreng dipicu menurunnya hasil produksi crude palm oil (CPO) atau kelapa sawit secara global, khususnya Negeri Jiran Malaysia.
“Ini memang terjadi secara nasional. Tak luput menimpa wilayah Kutim. Kenaikan minyak goreng hanya seribu sampai dua ribuan, dari harga Rp 17.000 menjadi Rp 19.000,” ujarnya saat ditemui di ruang kerja, Jumat(19/11/2021).
Zaini menjelaskan, berdasarkan keterangan dari Kementerian Perdagangan, kenaikan harga minyak goreng dipengaruhi rendahnya produksi kelapa sawit dunia. Sementara sebagai negara penghasil sawit tidak mampu memenuhi pasokan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Kenaikan harga minyak goreng tidak hanya terjadi pada jenis curah, tetapi juga kemasan. Untuk kemasan 5 liter, naik menjadi Rp 90 ribu dari sebelumnya Rp 70 ribu. Kendati mengalami kenaikan sejak dua minggu lalu, stok dan pasokan minyak goreng dari distributor masih aman.
“Kami terus lakukan monitoring harga dan ketersediaan stok minyak goreng di pasar-pasar hingga distributor. Kami juga melakukan pengawasan jangan sampai terjadi kelangkaan,” tutur Zaini.
Zaini memastikan stok minyak goreng di Kutim masih tergolong aman sehingga tidak perlu pengendalian harga dari Disperindag. Inflasi masih relatif terkendali. “Hanya naik Rp 1.000 dan stok barang masih cukup aman. Saya rasa ini tidak masalah,” ujarnya.
Jika lonjakan harga barang terjadi pada komoditas berbeda, bisa jadi pihaknya akan turun tangan. Inflasi seperti ini katanya, akan memengaruhi berbagai sektor. Pada kondisi kali ini, hal tersebut tidak membuat perekonomian masyarakat bergejolak.
“Misalnya harga gula, terigu, beras, telur naik. Hal seperti itu yang harus diambil tindakan. Jadi untuk sejauh ini minyak goreng masih aman,” pungkasnya. (ref/adv)