spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Harga Cabai Meroket, Stok Hanya Sebulan, Warga Kaltim Diminta Ganti dengan Sambal Botolan

Darminto tengah memisahkan cabai dari batangnya ketika seorang pria menghampiri. Kepada pria 47 tahun itu, pria berkaos merah tersebut berniat membeli cabai merah sebanyak 2 kilogram. Namun selepas mendengar total harga yang disebut Darminto, pria tadi garuk-garuk kepala. Hingga akhirnya hanya membeli 1 kilogram cabai.

Darminto adalah satu dari sekian warga Samarinda yang pada Jumat ini, 19 Maret 2021, dikagetkan harga cabai yang meroket di pasaran. Hampir semua jenis cabai, mulai cabai rawit sampai cabai keriting, menyentuh harga Rp 100 ribu per kilogram.

Sebenarnya, harga cabai memang naik sejak Januari lalu. Namun kenaikan signifikan terjadi sepekan terakhir. “Harga pelan-pelan naik setelah tahun baru. Setelahnya langsung melonjak,” ucap Sari, salah seorang pedagang cabai di Pasar Segiri.

Sejak 2021, harga cabai disebut mengalami kenaikan tiap minggu. Disebabkan minimnya pasokan dari beberapa daerah penyuplai seperti Jawa Timur dan Sulawesi. Di Pasar Segiri, mayoritas cabai berasal dari Sulawesi.

“Gara-gara petani cabai gagal panen di daerah Jawa Timur, jadi yang dari Jawa juga mengambil di Sulawesi juga. Harga jadi naik,” ucapnya kepada kaltimkece.id, jejaring mediakaltim.com.

Untuk membeli satu peti cabai dengan berat 40 kilogram dari Sulawesi, Sari merogoh kocek sekitar Rp 3,6 Juta. Adapun per kilogram cabai dari Sulawesi memiliki harga grosir sekitar Rp 90 ribu.”Saya mengambil dari distributor. Jadi kadang sehari saya cuma dua, tiga peti,” ungkapnya.

Untuk balik modal dan mendapat untung, Sari menjual cabai Rp 100 ribu per kilogram. Meski tergolong tinggi, harga tersebut disebut masih tergolong murah. “Pelanggan ada cerita kalau di Pasar Loa Janan dan Loa Bakung mencapai Rp 120 ribu per kilogram,” ucapnya.

DISTRIBUSI TERHAMBAT
Meroketnya harga cabai turut dijelaskan Darminto yang merupakan distributor besar cabai Pasar Segiri. Situasi tersebut dipicu minimnya pasokan dari Jawa Timur, seiring gagal panen di Tuban dan Lamongan. “Karena ada wabah cacar jadi mulai buah sampai tanaman gagal. Padahal dua daerah itu salah satu daerah pemasok besar,” sebut Darminto yang juga pemasok cabai di enam kabupaten/kota Kaltim.

Keadaan makin sulit karena terjadi rebutan pasokan cabai dari Sulawesi dengan Pulau Jawa. Kenaikan harga pun tak terhindar di Kalimantan. “Ini infonya Jakarta ngambil sampai 30 ton, jadi stoknya terbatas” ungkapnya.

Darminto cukup resah dengan minimnya pasokan yang membuat harga cabai meningkat. Pedagang pun disebut berusaha mati-matian menjaga harga. Meski demikian, dia optimistis harga bakal turun setelah bulan puasa atau pada Mei 2021 mendatang.

“Prediksinya pas daerah Jeneponto (Sulawesi Selatan) panen baru harga turun. Soalnya untuk terus begini sulit, pembeli sudah bosan, permintaan juga menurun,” ungkapnya.

Darminto sangat berharap pemerintah bisa mencari solusi untuk menjaga harga dan pasokan cabai. Opsi impor atau swasembada penanaman cabai, sebutnya, bisa menjadi solusi. “Atau kalau mau ramai-ramai tidak makan cabai tiga hari, pasti turun harga,” kelakarnya.

KURANGI KONSUMSI ADALAH SOLUSI
Klaim terbatasnya pasokan cabai karena rebutan antara Jawa dan Kalimantan diteis Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Kaltim, Yadi Robyan Noor. Menurutnya, saat ini gangguan disebabkan faktor cuaca.”Karena anomali cuaca di beberapa daerah di Jawa Timur,” ucapnya kepada media ini.

Jawa Timur merupakan salah satu daerah sentral pemasok cabai di Tanah Air. Belakangan mengalami gangguan suplai secara signifikan karena hujan turun tanpa henti. Tumbuh kembangnya tanaman cabai pun terganggu.”Jadi saat ini harga di sana sekitar Rp 97—98 ribu per kilogam,” ucap Roby, sapaan karibnya.

Selama ini, pemenuhan 70 persen kebutuhan cabai di Kaltim memang berasal luar daerah, mayoritas Jawa Timur dan Sulawesi. Sedangkan pasokan lokal hanya bersumber dari Penajam Paser Utara, ditambah pasokan dari provinsi tetangga, Bulungan, Kalimantan Utara.

“Sementara ketersediaannya berkurang 50 persen dan permintaannya tetap, pastilah harga itu naik,” ucapnya.

Pantauan pihaknya, rata-rata harga cabai per kilogram di Kaltim saat ini mencapai Rp 100—110 ribu. Dan situasi serupa, juga berlaku di berbagai daerah Tanah Air lainnya.

Pemprov Kaltim pun sudah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan terkait masalah tersebut pada 8 Maret 2021. Satu-satunya solusi hanya menjaga pasokan cabai. Stok cabai di Kaltim saat ini, hanya mencukupi untuk satu bulan ke depan. “Masih cukup sekitar 34 hari lagi,” ucapnya

Menurut Roby, dengan situasi saat ini, hal berat kemungkinan mesti ditempuh untuk bisa menjaga pasokan cabai dan harganya di pasaran. Yakni dengan mengurangi konsumsi cabai.

“Satu-satunya jalan bagi masyarakat (Kaltim) adalah mengurangi konsumsi cabai atau mengganti penggunaan cabai rawit dengan cabai botolan. Jadi kami mengimbau pola konsumsi cabai harus sedikit berubah sampai ini normal,” ucap Roby.

Meski demikian, ia masih optimistis harga bakal menurun setelah musim hujan terlewati dan panen meningkat. Masyarakat diminta tidak perlu panik dan khawatir. “Kami jamin setelah musim hujan atau sekitar akhir April, (harga) cabai akan normal,” pungkasnya. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img