spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Harga Batu Bara Meroket, Gaji Pegawai Cuma Naik Rp 120 Ribu

SAMARINDA – Setahun sudah harga batu bara terbang ke bulan sampai berkali-kali memecahkan rekor tertinggi sepanjang sejarah. Akan tetapi, dampak positifnya tidak secara langsung dirasakan masyarakat Kaltim. Contoh paling sederhana adalah lapangan kerja. Faktanya, lowongan kerja di Bumi Etam justru turun manakala harga batu bara menggila.

Harga emas hitam dunia sebenarnya mulai merangkak tepat setahun lalu. Sebelumnya, komoditas ini terperosok ke jurang yang dalam sepanjang 2020. Pada awal pandemi Covid-19, harga batu bara hanya USD 50 sampai USD 60 per ton.

Menurut bursa ICE Newcastle, emas hitam mulai unjuk gigi sejak Februari 2021. Dari USD 80 per ton, harga batu bara melesat ke USD 242 per ton atau memecahkan rekor hanya dalam enam bulan. Pada penutup 2021, harganya tetap tinggi yaitu USD 148 per ton. Bisa dikatakan, selama 11 bulan sepanjang 2021, harga batu bara berstatus prima.

Komoditas ini terus melambung di pasar dunia seturut konflik Rusia-Ukraina pada Februari 2022. Pada Kamis, 10 Maret 2022, harga emas hitam menyentuh USD 420 per ton atau naik 880 persen (hampir sembilan kali lipat) dalam satu setengah tahun. Kecenderungan yang sama juga nampak dari harga batu bara acuan (HBA) yang dikeluarkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Walaupun harga emas hitam nampak indah, faktanya, Kaltim belum menerima dampak langsung. Menurut publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, jumlah lowongan kerja sepanjang 2021—ketika harga batu bara tinggi-tingginya—justru berkurang. Jumlah lowongan kerja yang terdaftar se-Kaltim tahun lalu sebanyak 5.035 lowongan, terbanyak di Berau yaitu 1.788 lowongan kerja. Hanya 3.351 posisi yang terisi (penempatan tenaga kerja). Padahal, ada 22.856 pencari kerja se-Kaltim (Kaltim Dalam Angka 2022, BPS, hlm 116-118).

Jumlah lowongan kerja pada 2021 di atas terbilang lebih sedikit dibanding tahun terdahulu. Pada 2020 saja, ada 8.071 lowongan kerja dengan di Samarinda yang tertinggi yaitu 3.244 lowongan. Sebanyak 5.534 orang mendapat penempatan kerja dengan jumlah pencari kerja 29.956 orang sepanjang 2020 (Kaltim Dalam Angka 2021, BPS, hlm 113-117).

Pendapatan pekerja dari sektor pertambangan dan penggalian juga hanya bertambah sedikit. Masih menurut BPS, ada 122 ribu pekerja formal dan informal di Kaltim yang berkarya di sektor pertambangan dan penggalian. Rata-rata upah dan gaji pekerja formal sektor pertambangan di Kaltim pada 2020 adalah Rp 4,82 juta. Adapun rata-rata pendapatan bersih pekerja informal, sebesar Rp 2,44 juta sebulan.

Bandingkan dengan 2021 manakala harga batu bara terbang tinggi. Rata-rata upah dan gaji pekerja formal sektor pertambangan di Kaltim pada 2021 adalah Rp 4,94 juta atau hanya naik Rp 120 ribu. Sementara itu, rata-rata pendapatan bersih pekerja informal dari sektor pertambangan adalah Rp 2,31 juta sebulan atau turun Rp 130 ribu.

“Padahal, saat ini adalah momen positif penyerapan tenaga kerja,” demikian Ketua Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan Kutai Kartanegara, Agus Talis Joni, kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com.

Menurutnya, kondisi pasar dunia saat ini tepat dimanfaatkan perusahaan pertambangan untuk menambah tenaga kerja. Dengan demikian, produksi juga dapat ditingkatkan.

“Kondisi ini seharusnya dimanfaatkan dengan jeli oleh pemerintah dan perusahaan. Beri kesempatan kepada masyarakat yang dulu pernah di-PHK atau merekrut tenaga lokal yang baru,” imbuhnya. Perusahaan disarankan menambah karyawan menggunakan mekanisme Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Dari situ, perekonomian masyarakat meningkat, pengangguran berkurang, serta uang berputar di sektor riil Kaltim.

Kurangnya lowongan kerja di tengah harga batu bara yang menggila diakui Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kukar, Akhmad Hardi. Menurutnya, kenaikan harga batu bara dunia belum berdampak besar bagi pencari kerja di daerah. Perusahaan telah memiliki rencana kerja masing-masing. Tidak mudah membuka lowongan kerja yang besar untuk meningkatkan produksi.

“Karena tidak ada yang tahu pasti, berapa lama harga batu bara itu bertahan,” jelasnya. Ketika suatu hari harga batu bara turun, penerimaan tenaga kerja besar-besaran dapat berujung pemutusan hubungan kerja yang besar-besaran pula.

Menurut catatan Disnakertrans Kukar, sepanjang 2021 ada tambahan 3.490 pencari kerja di kabupaten tersebut sehingga totalnya menjadi 10.989 pencari kerja. Tahun lalu, hanya 200 orang yang bisa difasilitasi untuk mendapatkan pekerjaan di sektor batu bara dan kelapa sawit. Kebanyakan diterima di bagian mekanik, jasa pengamanan, dan administrasi. Sementara sebagian besar pekerja di Kukar disebut berstatus PKWT dengan perincian 5.768 orang bekerja di 49 perusahaan tambang dan perkebunan di Kukar.

Akademikus Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman, Samarinda, Hairul Anwar, punya pandangan lain. Menurutnya, perusahaan masih sulit membuka penerimaan tenaga kerja karena sektor batu bara adalah industri penuh modal atau padat karya. Industri ini lebih banyak menggunakan alat berat sehingga tak perlu tambahan tenaga kerja secara mendesak dan mendadak.

“Lagi pula, tidak ada yang tahu harga tinggi ini berlangsung jangka pendek atau jangka panjang,” jelas Cody, sapaannya.

Cody justru menilai, efek ekonomi dari kenaikan harga batu bara dunia ini yang segera terasa. Kecenderungan ekspor karena harga tinggi bisa menyebabkan pasokan batu bara dalam negeri untuk pembangkit listrik berkurang. Hal itu dapat menyebabkan ongkos produksi naik sehingga berdampak kepada bahan pokok. Ditambah menjelang Ramadan, Cody mengatakan, harga barang pokok bisa ikut naik.

“Mungkin pihak tertentu senang dengan kenaikan batu bara. Namun, dari sisi masyarakat umum, kenaikan harga batu bara justru merugikan,” tutupnya. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti