spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Harga Batu Bara Melejit, Bisa Anjlok Lagi

SAMARINDA – Harga batu bara dunia mencapai posisi tertinggi dalam sepuluh tahun. Pada Kamis (17/6/2021), nilai emas hitam di perdagangan dunia menembus USD 125 per metrik ton. Berdasarkan bursa ICE Newcastle, kenaikan ini mencapai 54,81 persen dari posisi tahun sebelumnya (year to date). Harga future untuk kontrak jual beli batu bara saat ini adalah yang tertinggi sejak Desember 2011. Waktu itu, harga batu bara dunia mencetak rekor saat menembus USD 137 per ton.

Kenaikan juga terlihat dari harga batu bara acuan (HBA) sebagaimana diterbitkan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral. HBA per Juni 2021 menguat ke level USD 100,33 per ton, naik USD 10,59 per ton dibandingkan bulan sebelumnya. Dengan demikian, HBA bulan ini adalah yang tertinggi sejak November 2018 yang sebesar USD 97,90 per ton.

Kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, akademikus Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman, Hairil Anwar, menilai kenaikan harga batu bara disebabkan dua hal. Pertama, permintaan pasar luar negeri sedang tinggi, dan kedua, harga minyak dunia. Batu bara disebut barang substitusi dari minyak bumi. Ketika harga minyak naik, konsumen mencari pengganti seperti batu bara.

“Contohnya, pada musim dingin lalu, permintaan tinggi. Tren tersebut biasanya terjadi pada akhir tahun. Belakangan, tren harga global semakin berubah. Berlangsung lebih cepat, kenaikan harga batu bara juga lebih cepat,” terangnya.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kaltim, Tutuk SH Cahyono, menilai kenaikan harga batu bara tidak lepas dari permintaan energi di Korea Selatan yang sedang tinggi. Korsel memerlukan emas hitam untuk pembangkit listrik tenaga uap. Ada pula India yang menunda kebijakan pengelolaan mandiri blok batu bara.

“Intinya, ada gangguan di sisi penawaran. Sementara itu, di sisi permintaan, negara-negara empat musim sedang musim semi dan segera menghadapi musim panas. Negara-negara tersebut memerlukan pendingin,” jelas Tutuk. “Di Australia juga demikian. Kombinasi dari penawaran yang agak tertunda dengan permintaan membuat harga meningkat,” sambungnya.

Menurut Badan Pusat Statistik Kaltim, batu bara dari Bumi Etam diekspor ke beberapa negara utama. Tiongkok dan India adalah yang paling besar. Pada April 2021 saja, ekspor nonmigas ke Tiongkok menembus USD 434,63 juta, sementara India sebesar USD 256,96 juta.

Menurut Tutuk, kenaikan harga batu bara ini diprediksi membawa peningkatan terhadap perusahaan. Secara tidak langsung, memberikan efek kepada pekerja maupun masyarakat. Akan tetapi, primanya harga batu bara ini diyakini tidak berpengaruh signifikan. Asumsinya adalah kondisi perekonomian Kaltim triwulan pertama 2021. “Mungkin tidak akan berlangsung lama. Kondisi pasar global masih sulit diprediksi,” terangnya.

Praktisi pengusaha batu bara di Samarinda, Eko Priyatno, menilai bahwa perusahaan besar yang masih bertahan di Kaltim cenderung memanfaatkan momentum. Di tengah kenaikan harga, produksi kembali digenjot. “Sekarang cari ponton susah. Artinya, lagi gencar produksi di Kalimantan. Ini memanfaatkan momen saja,” sebut ketua Asosiasi Pengusaha Batu Bara Samarinda, tersebut, Rabu (16/6/2021).

Meski demikian, situasi ini dinilai belum sepenuhnya lampu hijau untuk investasi. Kenaikan harga belum dapat dipastikan jangka waktunya. Sementara di Kaltim, yang tersisa hanya tambang-tambang berkapasitas besar yang mampu bertahan sejak krisis 2016 silam. Penambang batu bara dengan kapasitas menengah dan kecil dianggap cukup sulit menikmati kenaikan harga tersebut.

Hairil Anwar dari Unmul sepakat bahwa kenaikan harga batu bara belum berdampak signifikan terhadap kondisi perekonomian di Bumi Etam. Menurutnya, kondisi perekonomian masih sukar diprediksi sehingga perusahaan cenderung tidak mengambil risiko dalam keputusan investasi. Hairil menilai, kenaikan harga batu bara tidak berlangsung lama. Siklus di pasar global mulai pendek. Situasi ini diperkirakan hanya berlangsung lima tahun. Momentum kenaikan harga batu bara harus dimanfaatkan untuk mentransformasi sumber ekonomi lain.

Kaltim juga disebut harus menyikapi kenaikan harga batu bara. Hairil mengatakan, yang pertama adalah merebut pasar industri. Pengiriman disarankan menyasar antar-pulau di Indonesia. Mengubah pasar yang sebelumnya internasional menuju perdagangan antar-pulau berbasis industri. Strategi ini untuk mengatasi ketergantungan terhadap pasar ekspor yang harganya cenderung tidak stabil.

Hal lain yang juga diseriusi Kaltim adalah memanfaatkan kenaikan harga ini untuk melanjutkan transformasi ekonomi. Kaltim harus melepaskan diri dari kebergantungan sumber daya alam (SDA) tak terbarukan. Pertumbuhan ekonomi yang dipicu kenaikan harga batu bara sekarang mesti dimanfaatkan untuk mendorong pariwisata, UMKM, dan hilirisasi berbasis sumber daya alam terbarukan. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti