SAMARINDA – Gubernur Kaltim Isran Noor meminta seluruh kepala daerah untuk terus menekan tingkat kasus Covid-19 di Kaltim yang kini mulai melandai. Salah satunya dengan menerapkan larangan mudik Lebaran yang sudah diputuskan pemerintah pusat.
Diakuinya, ini kebijakan yang tak gampang karena harus berhadapan dengan tradisi masyarakat yang sudah berlangsung lama. Namun hal tersebut perlu dilakukan, jika tidak ingin kasus terkonfirmasi Covid-19 kembali naik, seperti terjadi saat libur panjang 2020 hingga awal 2021.
[irp posts=”13642″ name=”Dilantik Gubernur Kaltim, Basri-Najirah Sah Jabat Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bontang”]
“Ini perlu kita ingatkan lagi, jangan sampai terjadi gelombang kesekian kalinya,” kata Isran selepas melantik Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bontang Basri Rase-Hj Najirah serta Bupati dan Wakil Bupati Kutai Barat FX Yapan-Edyanto Arkan, Senin (26/4/2021).
Data Satgas Covid-19 menyebutkan, tambah Isran, saat libur Lebaran 2020 terjadi peningkatan kasus terkonfirmasi sebanyak 90%, dengan angka kematian harian mencapai 75%. Libur panjang Agustus 2020, angka terkonfirmasi Covid-19 naik tajam ke 116% dengan kematian harian 65%.
Libur panjang Oktober lalu, lanjut Isran, kasus terkonfirmasi naik 70% dengan tingkat kematian 54%. Lantas libur natal dan tahun baru 2021, kasus terkonfirmasi naik 70% dengan angka kematian harian 45%. “Harus jadi referensi penting kepala daerah. Jangan sampai libur panjang sebabkan naiknya kasus terkonfirmasi,” sambung mantan Bupati Kutim ini.
Dengan kondisi kasus Covid-19 seperti itu, menurut dia, kepala daerah harus siap mengorbankan perasaan daripada terancam masalah kesehatan. Contoh konkretnya terjadi di India. Selepas Menteri Kesehatannya mengumumkan India sedang masuk tahap herd immunity atau kekebalan kelompok, rakyatnya tak lagi taat pada protokol kesehatan.
Masker dilepas, lantas 3 juta warga turun ke Sungai Gangga melakukan ritual keagamaan. Akibatnya, 4 hari berselang terjadi lonjakan kasus Corona mencapai 340 ribu sehari, dengan angka kematian 36 ribu per hari. “Bayangkan kalau kejadian itu terjadi di kita. Rumah sakit dan tenaga kesehatan pasti kesulitan menanganinya. Kita harus tekankan empati kesehatan di negara kita,” tutupnya. (red2)