SAMARINDA Pernyataan Edy Mulyadi yang menyebut Kalimantan sebagai ‘tempat jin buang anak’ memicu kemarahan publik Kaltim. Sejumlah kelompok dari Bumi Etam mempolisikan pria yang pernah mencalonkan diri sebagai anggota DPR itu. Kecaman datang dari berbagai elemen masyarakat.
Di Kota Tepian, aksi berlangsung di kantor DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Sungai Kunjang, Senin, 24 Januari 2022. Koalisi Pemuda Kaltim, sebuah kelompok yang menjadi wadah 24 ormas dan mahasiswa, yang menggagasnya. Ada empat tuntutan yang mereka ajukan.
Pertama, mengutuk keras pernyataan Edy karena dinilai menghina masyarakat Kaltim. Kedua, meminta kepolisian menghukum Edy. Ketiga, mengimbau seluruh rakyat menjaga semangat persatuan dan kesatuan NKRI. Tuntutan yang terakhir adalah, mendukung pembangunan dan pemindahan IKN ke Kaltim.
“Kalau memang dia menyampaikan hal tersebut dalam konteks kontra terhadap pemindahan IKN, harusnya, disampaikan dengan santun. Bukan menghina seperti itu,” terang koordinator aksi, Fuad Assegaf, kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com.
Kecaman serupa juga disampaikan Ketua Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak Korwil Kaltim, Rina Zainun. Menurutnya, Edy harus dihukum meski sudah mengklarifikasi dan meminta maaf soal pernyataan tersebut. Masalahnya, masyarakat Kaltim disebut sudah kadung sakit hati.
“Mohon maaf, tidak ada ada kata damai. Saya ini belum pernah ketemu namanya kuntilanak atau genderuwo. Kalau memang ada jin yang buang anak di sini, tunjukan, mana jinnya? Jangan asal fitnah,” ucapnya dengan nada kesal.
Fuad Assegaf menjelaskan, para demonstran mendatangi tiga lokasi berbeda demi menyuarakan tuntutannya. Selain kantor DPRD Kaltim, juga di kantor Gubernur Kaltim dan Polresta Samarinda. Fuad menyampaikan, anggota DPRD Kaltim memberikan dukungan moril. Di kepolisian, koalisi melaporkan Edy atas dugaan penghinaan. Koalisi mendesak, polisi menindaklanjuti laporan tersebut dalam kurun 1×24 jam.
“Kalo lewat dari itu, kami bakal melakukan aksi yang lebih besar dari hari ini,” ingat Fuad.
Wakil Kepala Polresta Samarinda, Ajun Komisaris Besar Polisi Eko Budiarto, menyampaikan, pihaknya sudah menerima dua laporan yang sama mengenai masalah pernyataan Edy. Semua laporan dipastikan ditindaklanjuti dengan berkoordinasi ke Direktorat Kriminal Khusus, Polda Kaltim.
“Biar kami yang menindaklanjuti proses permasalahan yang dimaksud,” katanya. Ia meminta, masyarakat tidak terpancing dan tetap kondusif.
Wakil Ketua DPRD Kaltim, Muhammad Samsun, mengatakan, hampir seluruh komponen masyarakat dibuat risau karena pernyataan Edi Mulyadi. Ia pun meminta, polisi menindak tegas pria tersebut. “Boleh klarifikasi dan minta maaf, tapi kami berharap, tetap diproses hukum agar tidak ada masyarakat yang hatinya terlukai karena ucapan seseorang,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kaltim, Komisaris Besar Polisi Yusuf Sutejo, menyampaikan, Polda juga menerima laporan mengenai masalah ini. Laporan dari Samarinda akan dijadikan satu karena kesamaan kasus. Laporan pun dipastikan diselidiki lebih lanjut.
“Terkait pemeriksaan terlapor, kami akan tunggu lebih lanjut. Kami akan pelajari dan rumuskan bersama. Perkembangannya akan kami sampaikan agar masyarakat lebih tenang,” kata Yusuf Sutejo.
Suara Akademikus dan Sejarawan
Tiga akademikus dari Universitas Mulawarman memberikan tanggapannya atas kasus ini. Ketiganya adalah Budiman, Nurliah, dan Herdiansyah Hamzah. Sejarawan lokal, Muhammad Sarip, turut memberikan pandangan.
Budiman sependapat, jika konotasi pernyataan yang disampaikan Edy Mulyadi mengandung unsur negatif. Kalimat dalam pernyataan Edy dapat ditangkap sebagai hinaan yang menyinggung masyarakat Kaltim. Meskipun, pernyataan tersebut merupakan pendapat yang bersifat kontra. Seharusnya, kata Budiman, banyak cara untuk mengkritisi pemindahan IKN di Kaltim.
“Sah-sah saja dia berpendapat. Tapi jangan mengeluarkan statement yang konteksnya menghina. Jadi, wajar jika masyarakat Kaltim marah,” jelas akademikus dari jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unmul, tersebut.
Pendapat Nurliah juga sama, pernyataan Edy Mulyadi tidak elok dan etis disampaikan ke publik. Adat istiadat, tradisi, dan kebiasaan masyarakat lokal, sudah seharusnya dihormati. “Menurut saya, sebaiknya kita membahas bagaimana pemerintah daerah bisa terlibat dengan hadirnya IKN ini? Itu lebih cocok,” ujar dosen Ilmu Komunikasi FISIP Unmul itu.
Herdiansyah Hamzah amat menyayangkan ucapan Edy Mulyadi yang diduga seperti menghina. Masalahnya, gara-gara ucapan tersebut, perdebatan akademis soal IKN menjadi berantakan. Sebenarnya, kata Castro, sapaan karibnya, banyak isu yang lebih subtansial ihwal pemindahan IKN seperti perampasan tanah adat dan pasal-pasal bermasalah di UU IKN.
“Saya hanya bisa berharap, perdebatan IKN ini bisa dikembalikan ke jalur akademis,” seru akademikus Fakultas Hukum Unmul itu.
Adapun Muhammad Sarip, menjelaskan bahwa identitas kesukuan seperti etnis, ras, dan religi adalah anugerah kemajemukan Indonesia yang seharusnya disikapi dengan bijak. Kekhawatirannya sama seperti Castro, pernyataan Edy Mulyadi bisa merusak isu yang lebih sensitif dari IKN. Ia pun meminta agar penduduk Kaltim dilibatkan dalam pembangunan IKN.
“Jangan sampai IKN Nusantara hanya menjadi lokasi migrasi ratusan ribu aparatur sipil negara dari Jakarta. Sementar penduduk Kaltim cuma duduk manis jadi pemirsa,” harap penekun literasi sejarah dari Samarinda itu. (kk)