spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Gairahkan Pameran Seni di Berau, 19 Perupa Pajang Lukisan Bertajuk “Tumpah Rupa” di WKPS

TANJUNG REDEB – Ada yang berbeda dengan suasana Warung Kopi Pagi Sore (WKPS), salah satu kafe kekinian di Berau yang terletak di Jalan Teuku Umar, Kelurahan Gayam.

Lembaran karya seni lukis terpajang dan tersusun rapi di dinding WKPS sejak tanggal 19 hingga 25 Desember 2023 hari ini.

Lembaran tersebut tampak mengundang pengunjung untuk melihat dan merasakan pesan yang terkandung dalam lukisannya.
Ini adalah hasil karya 19 perupa yang tergabung dalam komunitas Ruang Perupa Berau. Terdapat 24 lukisan yang memperlihatkan beragam tema, dengan beberapa di antaranya mengekspresikan ciri khas dan gagasan pribadi.

Bertajuk “Tumpah Rupa,” pameran ini tidak hanya memanjakan mata, tetapi juga dilengkapi dengan ngobrol seni bersama tiga perupa, hingga Sunday Fun Art yang biasanya menjadi agenda mingguan mereka untuk berkumpul dan melakukan live painting pada hari Minggu.

“Program Sunday Fun Art ini juga bertujuan untuk melatih teknik lukis para anggota, karena kebanyakan dari mereka bukanlah anak seni rupa. Beberapa di antaranya bahkan baru bergabung,” kata salah satu panitia Tumpah Rupa, Rosyidah.

Kata “Tumpah Rupa” dipilih karena cocok dengan cara kerja anggota Perupa Berau yang terlibat dalam pameran ini. Mereka menumpahkan gagasan tanpa batasan, dengan visi menjadikan pameran ini sebagai ruang bebas berekspresi tanpa merasa terikat oleh batasan konvensional tentang bagaimana seharusnya sebuah karya seni rupa dihasilkan.

“Dengan kata lain, pameran “Tumpah Rupa” juga dapat dimaknai sebagai bentuk perayaan untuk mengeksplorasi dan bereksperimen dalam praktik seni rupa di Kabupaten Berau,” ucapnya.

BACA JUGA :  Banyak Warga Mengeluhkan Dampak Negatif TPA Bujangga

Rosyidah, gadis kelahiran Berau yang juga menjadi salah satu narasumber dalam ngobrol seni ini, menyebutkan bahwa Tumpah Rupa terwujud berkat kerja sama semua anggota Ruang Perupa yang ingin mengekspresikan gagasan mereka tanpa batasan, terutama dalam media kain putih yang disebut kanvas.

Pameran seni ini juga dilahirkan dari keinginan untuk mengintegrasikan semangat berbagai ruang seni yang ada di Kabupaten Berau.

“Jadi, bagi siapa saja yang ingin memperkenalkan dan mempublikasikan kegiatan seninya, dapat mengikuti acara ini. Ini juga menjadi tempat pertemuan bagi seniman dan pencinta seni untuk bertukar ide, pengalaman, dan inspirasi,” terang gadis kelahiran Berau tersebut.

Dia yang juga didapuk sebagai salah satu narasumber dalam ngobrol seni ini menyebutkan bahwa kolaborasi dengan WKPS dipilih karena kafe tersebut memberikan kesempatan yang luas untuk berbagai kegiatan seni, terutama untuk generasi muda di Berau. Oleh karena itu, sangat tepat jika Tumpah Rupa diadakan di sana.

“Melalui pameran ini, kami berharap para perupa dapat saling berdiskusi untuk mendukung karya-karya mereka. Alhamdulillah, respons positif dari pengunjung sangat membanggakan. Kami juga berharap pameran seni ini dapat menjadi program tahunan bagi Perupa Berau,” harapnya.

Selanjutnya, salah seorang pelukis profesional yang juga menjadi narasumber dalam ngobrol seni Tumpah Rupa ini, Arifuddin, sangat menghargai usaha para generasi muda yang berhasil menggelar pameran seni rupa pertama di Bumi Batiwakkal, sebutan untuk Kabupaten Berau. Ia juga mengapresiasi mereka yang berani menciptakan karya seni dan menampilkannya di depan publik.

BACA JUGA :  Harga Tiket Melambung, Begini Upaya Bupati Berau untuk Turunkan Tarif Pesawat Berau-Balikpapan

“Karya-karya mereka juga sangat kreatif. Saya yakin suatu hari nanti mereka akan mencapai kepuasan dalam berkarya,” ujar pria kelahiran Pinrang pada tanggal 19 Oktober 1966 itu.

Tumpah Rupa dianggap sangat kreatif dan unik karena memadukan antara pecinta kopi dan seni di Berau dalam satu tempat.

Pria yang bekerja sebagai guru di SDIT dan SMPIT Madani ini juga memamerkan hasil karyanya di Tumpah Rupa. Lukisannya menggambarkan seorang wanita Dayak sedang menari lengkap dengan pakaian tari tradisionalnya, dan diberi judul “Enggang Dance”.

Selain itu, ada juga lukisan seorang pria Dayak yang memakai baju khas Dayak sedang memainkan alat musik Sape, dengan judul “Nyanyian Sunyi”. Dua lukisan lainnya terinspirasi dari kehidupan sehari-hari.

Bakat seni Arifuddin telah dimulai sejak tahun 1989 dan ia menjadi seorang profesional sejak tahun 1990 setelah menyelesaikan studi diploma II di jurusan Seni Rupa di IKIP Ujung Pandang Makassar pada tahun 1988-1990.

Harganya untuk karya seninya dibandrol cukup fantastis, dengan rentang harga mulai dari Rp 2,5 juta hingga Rp 20 juta. Semakin rumit karyanya, semakin mahal harganya. Mengenai waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan karya seninya, itu bervariasi, mulai dari hitungan jam, hari, bulan, hingga tahun.

BACA JUGA :  Tak Mau Menyerahkan Diri, Pelaku Pembunuhan di Tepian Ahmad Yani Ditembak Kakinya

“Tergantung mood saja, bahkan ada yang memakan waktu bertahun-tahun untuk selesai karena pekerjaan yang tidak terus-menerus,” katanya.

Selain melukis, Arifuddin juga menggeluti seni ukir. Awalnya, ia bekerja sebagai seniman di salah satu perusahaan kertas yang pernah berjaya di Mangkajang pada awal 1996. Bersama dua rekan lainnya, mereka mengukir kayu ulin.

Bahkan hingga saat ini, karya-karyanya masih menghiasi pintu masuk ke Mangkajang. “Namun, selama ini saya hanya mengukir patung dan ukiran Dayak atas permintaan. Berbeda dengan lukisan, di sini saya melukis sesuai keinginan hati. Jika ada yang ingin membeli, silakan saja,” katanya sambil tersenyum.

Mengenai pameran seni, ini bukan pertama kalinya Arifuddin mengikuti pameran seni rupa. Awalnya, pengalamannya berawal saat ia masih berada di tanah kelahirannya, Makassar. Kemudian, ia merantau ke Kalimantan Timur pada tahun 1993 dan mengikuti pameran seni rupa yang diinisiasi oleh salah satu seniman dari Museum Gunung Tabur pada tahun 1994.

Oleh karena itu, Arifuddin memiliki harapan besar terhadap Ruang Perupa Berau yang berhasil mengumpulkan para pecinta seni di Berau dalam satu komunitas. Namun, ia mengingatkan bahwa potensi tersebut harus didukung oleh keinginan untuk terus belajar dan menggali, sehingga dapat menghasilkan karya seni yang lebih baik lagi.

“Mereka memiliki potensi besar untuk menjadi seniman profesional. Namun, dengan catatan bahwa semangat belajar harus selalu terjaga,” tutupnya. (Mnz)

Pewarta: Amnil Izza
Editor: Agus S

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img