Catatan Rizal Effendi
ADA postingan di Facebook dari Syam Bachrie, orang Balikpapan yang sekarang bermukim di Amerika Serikat. Dia menanyakan kondisi Farida Baderun, Putri Manuntung 1996 yang tinggal di Turkiye. Tentu berkaitan dengan gempa besar yang terjadi di sana.
Dia sempat waswas karena tak ada jawaban dari Farida. Baru belakangan ibu satu anak ini menjawab. “Ya Allah saya baru baca, Om. Alhamdulillah, Om, saya dan putri saya Sarah aman,” katanya.
Karena aman, dia dan anaknya bepergian ke Casablanca, kota terbesar di Maroko. Kota yang didirikan oleh para saudagar Spanyol itu, juga pernah terkena gempa bumi di tahun 1755. Dalam keadaan hancur, kota itu dibangun kembali oleh Sultan Alawi. “Biar menambah wawasan sambil berlibur,” katanya.
Farida sudah beberapa tahun tinggal di negeri Turkiye. Dia menemani anaknya, Sarah yang kuliah di Universitas Teknik Timur Tengah (METU), Ankara. Sarah sendiri tinggal di Istanbul sambil bekerja di sana. Mereka berjauhan karena Sarah tinggal di kompleks kampus.
Perlu diketahui, Ankara adalah ibu kota negara Republik Turkiye. Sedang Istanbul dikenal sebagai kota terbesar di negara itu, yang dulu dikenal sebagai Konstantinopel, ibu kota kekaisaran Bizantium dan Kesultanan Utsmaniyah.
Karena posisinya di antara benua Eropa dan Asia, maka kebudayaan dan populasi penduduk Istanbul sangat beragam. Lebih 15 juta orang bermukim di sana, karena itu kota ini disebut salah satu kota di Eropa yang terpadat, sekaligus menjadi kota terbesar ke-15 di dunia.
Menurut Farida, Ankara dan Istanbul aman dari gempa. Lokasi gempa cukup jauh sudah berbatasan dengan Suriah. Kota-kota yang kena gempa itu di antaranya Kahramanmaras, Gaziantep, Diyarbakir, Hatay, Adana, Adiyaman, Kilis, Sanliurfa, Osmaniye dan Malatya.
“Kota-kota itu sudah pernah saya kunjungi, 16 jam jika ditempuh lewat darat dan dua jam jika melalui penerbangan,” jelasnya.
Kahramanmaras yang mempunyai luas 14,327 km2 terletak di selatan negara Turkiye. Provinsi yang aslinya bernama Maras pernah menunjukkan kegagahan pada masa perang kemerdekaan, sehingga kemudian diberi gelar “Kahraman” yang berarti pahlawan dalam bahasa Turki.
Kompleks Masjid Afsin Seven Sleepers adalah salah satu situs terpenting di kota ini. Ada museum arkeologi di dalam benteng, tempat patung Het dipajang. Daya Tarik lain bagi pengunjung yang datang adalah es krimnya. “Saya suka sekali,” kata Farida.
Ketika mendengar adanya gempa besar di Provinsi Kahramanmaras dan sekitarnya serta baratlaut Suriah, Farida mengaku kaget juga. Dari siaran televisi dan media sosial, dia mengetahui gempa terjadi Senin (6/2) sekitar pukul 04.17 subuh waktu setempat.
Kekuatan gempa ternyata sangat dahsyat, mencapai magnitudo 7,8. Sehingga banyak menelan korban jiwa akibat runtuhnya rumah dan bangunan. “Saya ngeri dan sedih juga melihatnya seraya berdoa semoga mereka yang meninggal ditempatkan Allah SWT di sisiNya,” katanya.
Dari laporan Kedutaan Indonesia, ada dua WNI yang meninggal akibat gempa Turki. Yaitu Nia Marlinda dan bayinya berusia satu tahun. Suaminya warga Turki juga tewas. Selain itu 10 orang dikabarkan dalam perawatan di rumah sakit. Sementara itu ada 123 WNI di daerah gempa sudah dievakuasi ke Ankara.
“Orang-orang Kaltim yang tinggal di sini semuanya aman,” kata Farida. Soalnya tidak banyak. Selain dia dan putrinya, ada juga Dina, Dewi, Kiki dan Elyn. Mereka semua sudah berkeluarga dan punya dua anak.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi memerintakan duta besar (Dubes) Lalu Muhammad Iqbal berkantor sementara di Adana, salah satu kota yang terdampak. Hal itu guna mempermudah misi kemanusiaan untuk membantu korban gempa termasuk warga Indonesia.
PALING DITAKUTI
Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB Dr Irwan Meilano mengungkapkan, gempa di Turki termasuk gempa besar yang sangat merusak. “Ini termasuk fenomena gempa yang paling ditakuti oleh para ahli gempa,” katanya seperti dirilis itb.ac.id.
Pusat gempa Turki berada dekat permukaan tanah yaitu sejauh 18 km. Lalu ada gempa susulan yang tak kalah dahsyatnya. Sebelas menit kemudian terjadi gempa susulan 6,7 dan beberapa jam kemudian datang lagi gempa susulan kedua dengan kekuatan 7,5.
Gempa Turki sekarang merupakan gempa terbesar di Turki setelah gempa dahsyat sebelumnya pada Desember 1939 yang berkekuatan magnitude 7,8 di timur laut Turki.
Laporan terkhir menyebutkan jumlah warga yang meninggal di wilayah Turki sudah mencapai 24.617 jiwa dan 3.575 lagi di Suriah. Sehingga total yang meninggal sudah mencapai 28.192 orang. Sedang korban yang terluka mencapai 80.104 orang.
Angka ini sudah melebihi jumlah korban gempa dan tsunami di Fukushima, Jepang pada 2011, yang merenggut 18.400 jiwa. Tapi masih di bawah gempa bumi dan tsunami di Aceh, 26 Desember 2004 yang menewaskan 227.900 orang. Atau gempa bumi di Tangshan, Cina tahun 1976, yang menelan korban 242.000 jiwa.
Lembaga pemeringkat, Fitch Rating melaporkan bahwa gempa bumi yang mengguncang Turki dan Suriah diperkirakan menimbulkan kerugian ekonomi mencapai 4 miliar US dolar atau sekitar Rp 60 triliun.
Sejumlah negara termasuk Indonesia mengirimkan bantuan. Tapi yang menarik bantuan dari Taiwan. Presiden Tsai Ing Wen dan wakilnya William Lai ikhlas menyumbangkan gajinya sebulan untuk gempa Turki. Selain bantuan resmi dari negaranya. Tsai digaji 13.300 dolar AS atau sekitar Rp201 juta.
Ada tuduhan bahwa musibah gempa bumi di Turki adalah hasil rekayasa teknologi dari High-frequency Active Auroral Research Program (HAARP) milik Amerika Serikat.
Sebuah postingan di Facebook mengungkapkan bahwa fasilitas riset HAARP di Alaska bisa mengendalikan cuaca bumi. Caranya dengan menggunakan partikel logam bergetar di atmosfer dengan gelombang radio, demikian dikutip dari Canberra Times.
Gempa bumi di Turki membuat Presiden Recep Tayyip Erdogan di ujung tanduk. Sebab banyak warga Turki yang marah. Penanganan pasca bencana dinilai lambat dan sangat menambah penderitaan korban. Padahal Turki akan melaksanakan pemilihan presiden pada 14 Mei mendatang.
Meski ada gempa, arus wisatawan Indonesia ke Turki sepertinya tidak menurun. “Sekarang ini ada 6 grup lagi terbang ke sana,” kata Ketua PWI Kaltim Endro S Efendi, yang beberapa waktu terakhir ini sering membawa rombongan tur ke sana. (*)