spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ekonomi Kaltim Diyakini Tak Terganggu, Kebijakan Sebulan Tanpa Ekspor Batu Bara Dinilai Tepat

SAMARINDA – Pengusaha batu bara disebut tak taat aturan ihwal pemenuhan kebutuhan pasar lokal atau domestic market obligation (DMO). Harga batu bara dunia yang menggila pada 2021 diduga sebagai penyebab perusahaan lebih memilih mengekspor hasil produksi mereka. Pasokan energi dalam negeri pun terancam sehingga pemerintah melarang ekspor batu bara sepanjang Januari 2022.

Dari kacamata Ketua Asosiasi Pengusaha Batu Bara Samarinda (APBS), Eko Priyatno, pemerintah dinilai terpaksa mengambil kebijakan tersebut demi mengatasi kekurangan pasokan batu bara ke pembangkit listrik dalam negeri. Yang dikhawatirkan, sambung dia, terjadi pemadaman listrik karena defisit bahan bakar.

“Penambang memang mengejar ekspor karena harganya lebih baik dibanding dijual secara lokal,” terangnya kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, Senin, 3 Januari 2022.

Eko menjelaskan, regulasi tersebut jelas menyebabkan pendapatan pengusaha turun. Selain itu, ada permasalahan kontrak atau komitmen yang sudah dibuat dengan pembeli di luar negeri. Walaupun demikian, ia menilai, kebijakan jangka pendek ini bisa dianggap force majeure sehingga tidak berpengaruh signifikan kepada pendapatan.

Sebagai informasi, pemerintah telah melarang ekspor batu bara sepanjang 1-31 Januari 2022. Larangan tersebut disampaikan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin, Sabtu, 1 Januari 2022. Ridwan mengatakan, aturan berlaku bagi seluruh perusahaan pemegang Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

BACA JUGA :  Polisi Sambangi SMK Negeri 6 Samarinda, Ajak Siswa Jadi Warga Negara yang Baik

Larangan ini menyusul ketidakmampuan perusahaan-perusahaan tambang memenuhi kewajiban DMO sebesar 5,1 juta ton sampai pengujung 2021. Perusahaan hanya mampu menyediakan 35 ribu ton atau kurang dari 1 persen dari total kewajiban DMO sebesar 25 persen.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kaltim, Tutuk SH Cahyono, mengatakan, kebijakan menghentikan sementara ekspor batu bara merupakan langkah tepat. Kebijakan ini bertujuan menjaga pasokan batu bara untuk pembangkit listrik PLN.

“Jadi ada kepentingan nasional yang lebih besar daripada kepentingan orang per orang atau pengusaha,” kata Tutuk. “Harga sudah tinggi selama ini sementara biaya produksinya tetap. Nikmat sudah banyak dirasakan pengusaha. Giliran sebulan saja untuk DMO teriak-teriak. Jangan begitu,” sarannya.

Tutuk menyampaikan, pengusaha telah mendapatkan untung besar dari peningkatan harga batu bara ekspor sepanjang 2021. Ditambah lagi kebijakan pajak ekspor nol persen. Semua itu dirasa sudah cukup menguntungkan swasta.

“Ada pelajaran penting ketika DMO belum terpenuhi. Menurut saya, ke depan, kepentingan nasional di atas segalanya. Masak kepentingan nasional dikalahkan (keuntungan) perusahaan,” katanya.

BACA JUGA :  Demokrat Ditinggal Kader Senior, Merasa Dibuang, Mantan Wakil Ketua DPRD Samarinda Pindah Partai

Harga batu bara dunia sepanjang 2021 memang prima. Harga batu bara acuan (HBA) rata-rata sepanjang tahun lalu menembus USD 121,47 per ton. Padahal, HBA rata-rata pada 2020 hanya USD 58,17 per ton. Dapat dikatakan secara umum, harga batu bara pada 2021 naik 108 persen atau lebih dua kali lipat dibanding 2020.

Kembali ke BI Kaltim, larangan ekspor sepanjang Januari 2022 diperkirakan tidak berimbas besar kepada perekonomian Kaltim secara signifikan. Pemerintah tidak melarang produksi, hanya ekspor.

“Triwulan pertama tidak hanya Januari. Ada Februari dan Maret. Sepanjang produksinya bagus, tidak berpengaruh signifikan. PDRB (produk domestik regional bruto) juga dihitung berdasarkan produksi,” jelas Tutuk.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik Kaltim, nilai ekspor Bumi Etam pada November 2021 menembus USD 22,84 miliar. Sebanyak USD 4,52 miliar atau sekitar Rp 63 triliun berasal dari sektor pertambangan nonmigas, dalam hal ini batu bara. Data bulanan terakhir tersebut dapat menggambarkan besar penurunan nilai ekspor Kaltim pada Januari 2022, dikurangi hasil penjualan batu bara dalam negeri.

BACA JUGA :  Isran Noor Mundur Sebagai Ketua DPW Partai Nasdem Kaltim, Ini Alasannya

Akademikus dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman, Hairul Anwar, menilai bahwa rantai pasokan atau supply chain energi global cenderung berubah. Akibatnya, pemerintah harus mengamankan kebutuhan energi dalam negeri.

“Tren ekonomi Indonesia membaik sehingga operasi industri turut membaik. Kebutuhan energi nasional pun jauh lebih besar dari dua tahun terakhir. Tren ini juga terjadi secara global sehingga yang terjadi permintaan batu bara tetap tinggi,” jelas dia.

Kendati demikian, Hairul mengkhawatirkan beberapa hal. Penghentian total ekspor batu bara walaupun sementara dapat berimbas kepada kontrak-kontrak perusahaan besar. Hal ini dapat berimbas gugatan perdata. “Berbeda dengan tambang skala kecil yang menjual batu bara tanpa kontrak atau tidak berjangka,” analisis Hairul.

Ia setuju dengan BI Kaltim. Kebijakan ini tidak signifikan terhadap perekonomian Kaltim sepanjang produksi tidak terganggu. Dampak baru terasa apabila kebijakan berlangsung untuk durasi yang panjang. Harga barang turunan industri global akan meningkat sementara kebutuhan energi menipis. Situasi ini menyebabkan biaya produksi dari banyak industri membengkak. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img