spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Buletin Edisi I, Pisah Atau Lanjut?

Tak sampai 5 bulan, pemilihan kepala daerah serentak bakal dihelat pada 9 Desember 2020. Minus Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), masyarakat di 9 kabupaten/kota se-Kaltim, bakal memilih bupati/wali kota berikut wakilnya untuk menjalankan roda pemerintahan 5 tahun ke depan.

Politik itu kepentingan. Selama saling menguntungkan, maka segala bentuk perbedaan atau malah permusuhan, bisa dinegosiasikan. Sebaliknya, jika dirasa sudah tidak sejalan. Kebersamaan selama 5 atau 10 tahun memerintah, sangat mungkin berubah jadi persaingan. Atau malah perselisihan!

Tanggal 4, 5, dan 6 September 2020 jadi hari-hari genting para pimpinan partai, petahana, atau individu-individu yang berniat maju Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Direntang tanggal tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuka pendaftaran calon kepala dan wakil kepala daerah di seluruh Indonesia. Selama 3 hari itu pula tensi politik lokal Kaltim dipastikan makin memanas.

Politisi dan pejabat yang dikenal publik, atau cuma orang biasa tiba-tiba muncul ke KPU mendaftar maju pilkada. Sementara pasangan yang sudah dijagokan sejak lama oleh partai pengusung, bisa saja bubar jalan di detik-detik akhir menjelang habisnya hari Minggu, 6 September itu. Ingat… politik itu cair. Kalau tidak deal, ya… ganti calon.

Masud-Thohari Lawan Kotak Kosong
Kita runut dari kota termaju di Kaltim, Balikpapan. Semenjak akhir Februari lalu, DPP PDI Perjuangan telah mengeluarkan rekomendasi untuk mengusung pasangan Rahmad Mas’ud – Thohari Azis sebagai calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Balikpapan. Rahmad yang merupakan Wakil Wali Kota petahana, ingin “naik pangkat” menjadi Wali Kota Balikpapan menggantikan Rizal Effendi yang sudah menjabat dua periode.

Di atas kertas pasangan ini sulit dilawan. Rahmad adalah Ketua DPD Partai Golkar Balikpapan, yang berhasil mengantarkan 11 kadernya ke DPRD. Selaku mayoritas sebenarnya mereka tak perlu berkoalisi dengan partai lain untuk mencalonkan sosok Balikpapan 1. Rahmad juga diprediksi tak bakal kekurangan “amunisi” karena tercatat merupakan pengusaha sukses di bidang perminyakan dan gas.

Keunggulan lain yang patut diperhitungkan oleh calon lawan Rahmad adalah pengaruh adik-kakaknya (dinasti politik Mas’ud bersaudara). Seperti diketahui, secara politik mereka tak hanya sukses berkiprah di Kaltim tapi sampai menembus tingkat nasional. Sebut saja, Abdul Gafur Mas’ud (Bupati PPU), Hassanuddin Mas’ud (anggota DPRD Kaltim), dan Rudi Mas’ud (anggota Komisi Energi DPR RI).

Ganjalan justru muncul dari internal partai pengusung. Pasalnya, Ketua DPD PDI Perjuangan Kaltim Safaruddin secara terbuka sempat menyatakan juga ingin bertarung di Balikpapan. Keinginannya diperkuat hasil survei yang menyebutkan mantan Kapolda Kaltim itu, memiliki tingkat keterpilihan cukup tinggi di kalangan warga Kota Minyak.

Alasan lain, Safaruddin mengatakan, Partai Golkar tak kunjung mengeluarkan surat rekomendasi apakah jadi berkoalisi dengan PDIP mengusung pasangan Rahmad Mas’ud – Thohari Azis. Setelah 5 bulan tak ada jawaban, keseriusan Golkar berkoalisi dengan PDIP di Balikpapan baru diungkap ke publik pertengahan Juli ini.

Menurut Sekretaris DPD Golkar Kaltim M Husni Fahruddin, pasangan Rahmad-Thohari masuk dalam 5 pasangan yang diusung Golkar untuk bertarung di pilkada kabupaten/kota di Kaltim. “Kelimanya merupakan hasil survei internal Partai Golkar, dan elektabilitasnya cukup bisa memenangkan pertarungan pilkada 2020,” ucap Husni, pekan lalu.

Selain Safarudin, sosok lain yang berpotensi mengadang langkah Rahmad adalah Ahmad Basir. Bendahara Partai Nasdem ini mengklaim telah mangantongi dukungan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Hanura, Perindo, dan PKB. Dia juga menyebut sudah merangkul beberapa partai nonparlemen, PSI, PBB, dan PAN.

Sosok lain yang disebut-sebut layak maju pilkada adalah Syukri Wahid (PKS), Syaid MN Fadly (Sekda Balikapapan), Glenn Nirwan (Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia cabang Balikpapan), Yaser Arafat (Ketua Kamar Dagang dan Industri Balikpapan), serta Arita Rizal Effendi yang tak lain dari istri Wali Kota Rizal Effendi.

Namun di akhir Juli ini, partai pengusung untuk Masud bertambah. Ini menyusul dukungan resmi DPC Partai Gerindra Balikpapan yang mengusung Rahmad Masud sebagai Calon Walikota Balikpapan periode 2021/2024. Namun, Partai Gerindra yang memiliki 6 kursi di DPRD Kota Balikpapan ini juga mengirim kader internalnya sebagai calon pasangan Politisi Partai Golkar itu.

Partai yang menentukan arah sikap politiknya paling terakhir mengusulkan nama Wakil Ketua DPRD Balikpapan Sabaruddin Panrecalle sebagai pendamping Rahmad Masud. Kedua nama itu sudah disepakati melalui surat rekomendasi resmi dari DPP Gerindra melalui mekanisme penjaringan, tahapan survei suara.

“Rekomendasi ini dikeluarkan per bulan Juli, memutuskan mendukung Rahmad Masud sebagai Calon Walikota dan Sabarudin sebagai Calon Wakil Walikota. Ini menjadi keputusan partai,” ujar Ketua DPC Gerindra Kota Balikpapan Muhammad Taqwa, Rabu (22/7/2020) kepada wartawan.

Calon Petahana Rahmad Mas’ud ini hampir dipastikan melawan kotak kosong, karena sebelumnya sudah mendapat dukungan tambahan dari Hanura.

Saat ini, ia telah mengantongi 37 kursi dukungan dari 45 kursi di DPRD Balikpapan. Jika PPP yang memiliki tiga kursi juga ikut merapat, maka Rahmad berhasil mengumpulkan 40 kursi atau 89 persen dukungan kursi Parlemen. Ia pun akan menjadi calon tunggal. Karena di Balikpapan juga tidak ada calon perseorangan.

Pertarungan ‘Panas’ di Ibukota Provinsi
Di ibukota provinsi Kaltim, Samarinda, tensi politik jelang pilkada tak kalah bergejolak dibanding Balikpapan. Ada belasan nama beredar yang berniat menggantikan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Samarinda, Syaharie Jaang – Muhammad Barkati. Satu pasangan yang sudah mendeklarasikan diri adalah Andi Harun-Rusmadi Wongso.

Walau sudah diumumkan, Andi yang merupakan Ketua DPD Gerindra Kaltim mengaku belum punya jawaban pasti parpol mana yang akan dia ajak berkoalisi. Namun dengan 8 kursi yang dimiliki di DPRD Samarinda, dia yakin tak sulit mengajak satu partai lain untuk berkoalisi. Sah-sah saja Andi Harun punya keyakinan seperti itu, tapi tetap DPP Gerindra yang akan memutuskan.

Masalahnya, surat keputusan (SK) penunjukan Andi- Rusmadi hingga kini belum dikantongi. Meski begitu, Andi tetap yakin pimpinan partai berlambang burung garuda itu bakal menunjuk mereka. Alasannya, mereka adalah pasangan yang saling mengisi. Rusmadi sebagai mantan Sekprov Kaltim sangat menguasai soal pengelolaan pemerintahan, sedangkan dirinya politisi senior.

Yang tak kalah menarik adalah sikap Partai Demokrat. Sebagai tempat Jaang berkiprah, partai ini justru tak kunjung memutuskan apakah bakal menunjuk kader sendiri atau berkoalisi. Jaang yang notabene Ketua DPD Partai Demokrat Kaltim mengakui belum punya sikap. Namun menurut dia, beberapa kader potensial terus melakukan lobi dengan partai lain.

Sikap sebaliknya dilakukan Muhammad Barkati. Wakil Jaang di pemerintahan ini memutuskan pecah kongsi kemudian memilih Darlis Patalonggi di pilkada Samarinda nanti. Darlis yang merupakan Ketua DPW Partai Amanat Nasional Kaltim ini menyebut tengah mendekati PDIP dan Demokrat agar memberi rekomendasi pada mereka.

Selain pasangan usungan partai, pilkada Samarinda nanti akan diramaikan dengan munculnya dua pasangan dari jalur independen, Zairin Zain-Sarwono dan Parawansa Assoniwora-Markus Taruk Allo. Walau maju secara independen, Zairin Zain-Sarwono ternyata didukung Partai Gelora, partai baru bentukan mantan Presiden PKS, Anis Matta. Bahkan Zairin-Sarwono sudah memiliki ‘tiket’ mendaftar karena dalam Rapat Pleno KPU dinyatakan satu-satunya calon dari unsur independent di Kaltim yang sudah dinyatakan memenuhi syarat dalam verfikasi dukungan calon perseorangan.

Ketua DPD Partai Gelora Samarinda Mursyid Abdurrasyid, mengatakan dukungan untuk Sarwono karena merupakan fungsionaris sekaligus sekretaris umum DPW Gelora Kaltim. Adapun Zairin, dikatakan Mursyid, selama menjadi PNS sempat menduduki berbagai posisi strategis mulai dari penjabat wali kota Samarinda, Kepala Dinas Perhubungan, sampai Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kaltim.

Edi Damansyah Pecah Kongsi
Di kabupaten terkaya di Indonesia, Kutai Kartanegara. Bupati petahana Edi Damansyah, memutuskan berpasangan dengan politisi muda Partai Golkar, Rendi Solihin. Keduanya tercatat sebagai pasangan paling banyak mendapat dukungan partai. Sampai akhir Juni lalu, sudah 5 partai menyatakan diri untuk mendukung pencalonan mereka. Dari dukungan PDIP, PKS, Perindro, PAN, dan Nasdem, Edi dan Rendi mengantongi 18 dari minimal 9 kursi DPRD.

Diusungnya Rendi bukan berarti Golkar satu suara dengan kubu Edi. Partai beringin memilih Ketua DPRD Kukar Abdul Rasid untuk berlaga di arena pilbup awal Desember nanti. Sampai pertengahan Juli, belum diputuskan siapa yang akan mendampinginya. Hanya disebutkan sudah ada 6 bakal calon bupati yang akan diproses DPD Golkar Kaltim.

Nama lain yang sudah menyatakan maju arena pilbup Kukar adalah pasangan Awang Yacoub-Luthman-Suko Buono. Keduanya sudah mendapat restu dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang memiliki 5 kursi di DPRD Kukar. Otomatis mereka perlu tambahan kursi dari partai lain. Kabar yang berkembang pasangan ini tengah melobi Gerindra dan PAN agar mau bergabung.

Guncangan Peta Politik  di Kutim
Tahapan pilbup di Kutai Timur seharusnya berlangsung biasa saja seperti daerah lain. Tapi semenjak Bupati Ismunandar tertangkap tangan menerima uang suap oleh KPK pada 2 Juli, perhatian publik tertuju ke arah kabupaten kaya batu bara itu.

Apalagi saat ditangkap di Jakarta, Ismunandar tak sendiri tapi dengan belasan orang lain, dimana satu diantaranya adalah istrinya, Encek UR Firgasih yang juga merupakan pejabat publik yakni Ketua DPRD Kutim.

Sampai ditangkap Kamis malam itu, belum jelas siapa yang akan mendampingi Ismunandar sebagai wakil bupati. Walau secara aturan masih dimungkinkan untuk mencalonkan diri, karier politik Ismunandar sebenarnya sudah berakhir. Dalam catatan KPK, belum pernah ada penyelenggara negara yang tertangkap tangan (OTT) dibebaskan oleh pengadilan.

Sementara bagi pasangan yang berlaga di pilbup Kutim, penangkapan Ismunandar bisa dikata mengurangi beban persaingan. Sudah menjadi rahasia umum, dengan segala kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki, lawan terberat pilkada di Indonesia adalah pasangan petahana.

Dikurangi Ismunandar, kini tercatat hanya 2 pasangan potensial yang akan berlaga di pilbup Kutim: Ardiansyah Sulaiman- Kasmidi Bulang dan Mahyunadi-Lulu Kinsu.

Pasangan Ardiansyah Sulaiman – Kasmidi Bulang yang sejak lama diyakini bakal didukung Partai Golkar dan PKS malah pincang di tengah jalan. Dikatakan Ayub, panggilan M Husni Fahruddin, Golkar tak jadi mendukung kader senior Kasmidi Bulang yang kini menjabat Plt Bupati Kutim. “Ada pertimbangan dari DPP Golkar yang tak bisa disampaikan ke publik. (Keputusan) ini juga melihat hasil survei terkini,” ungkap Ayub.

Masuknya Golkar, menambah kuat dukungan terhadap Mahyunadi-Lulu Kinsu setelah sebelumnya disokong PAN dan PKB. Dengan 3 “perahu” tersebut mereka sudah mengantongi 10 kursi, atau sudah memenuhi syarat pengajuan calon kepala daerah sesuai aturan KPU.

Adapun DPP Partai Nasdem dan PPP yang sebelumnya mendukung Ismunandar, menyatakan memecat sekaligus tengah mencari sosok jagoan baru untuk bertarung di pilkada Kutim. Dengan kata lain, menggantikan suara Golkar yang hilang, kubu Ardiansyah Sulaiman – Kasmidi Bulang masih berpeluang mendapat dukungan PDIP – Demokrat, dan pastinya Nasdem-PPP.

Perceraian di Bontang dan Berau
Sementara di Bontang, dipastikan pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota jalur independen takkan ikut berlaga. Sampai saat ini, Suara warga Kota Taman bakal fokus pada dua pasangan, Neni Moerniaeni-Joni Muslim melawan Adi Darma-Basri Rase. Neni-Joni tercatat memiliki dukungan suara paling banyak 7 partai, Golkar, Nasdem, PKS, Hanura, PPP, PSI, dan terakhir Partai Demokrat.

Sebaliknya Adi-Basri didukung PDIP dan PKB. Belum jelas arah dukungan Partai Gerindra dan PAN akan ke siapa. Majunya Neni-Joni sebenarnya pengulangan pilkada Bontang 5 tahun silam. Awalnya mereka sepakat maju, tapi menjelang pendaftaran lewat jalur independen, politikus Nasdem ini tiba-tiba mundur dengan alasan tak bisa meninggalkan pekerjaan. Posisi Joni lantas digantikan Basri, yang akhirnya terpilih menjadi Wakil Wali Kota.

Kini, dengan tokoh-tokoh yang sama, pertarungan politik di Bontang kembali berlangsung. Bedanya, Basri yang dulu satu gerbong dengan Neni memilih “bercerai” untuk kemudian berjuang bersama mantan lawan politiknya di pilkada 2015, Adi Darma. Sedangkan Neni dan Joni kembali “rujuk”.

“Perceraian” juga berlangsung di Berau. Bupati Muharram (petahana) sepakat dengan wakilnya Agus Tamtomo untuk menempuh jalan berbeda. Muharram awalnya akan berpasangan dengan Syarifatul Syadiah, sedangkan Agus mengajak Gamalis menjadi wakilnya. Satu pasangan tersisa adalah Seri Marawiah – Taufan Majid.

Seiring berlangsungnya lobi-lobi politik di pusat dan daerah, formasi pasangan tadi akhirnya mengerucut menjadi 2 pasangan calon. Agus yang diawal-awal pencalonan ngoyo ingin jadi calon bupati akhirnya mengalah menjadi calon wakil bupati. Dia mendampingi calon bupati Seri Marawiah, yang akhirnya berpisah dengan Taufan, sesama kader di Partai Golkar Berau.

Selain Golkar, hingga pertengahan Juli, pasangan Seri-Agus didukung Nasdem dan Hanura. Total dukungan yang didapat berjumlah 13 kursi.  Deklarasi pasangan calon Seri Marawiah – Agus Tamtomo juga akan segera diumumkan. Ketua Nasdem Berau Liliansyah mengatakan, deklarasi akan diumumkan dalam dua bulan depan.

Rivalnya, Muharram, malah berpasangan dengan Gamalis. Sejumlah partai politik pun dikabarkan mulai merapat ke duet Muharram – Gamalis (Ragam). Selain PKS, PPP dan Demokrat yang telah resmi berkoalisasi, dikabarkan Partai Gerindra, PAN, PKB dan Gelora telah bergabung.

Kepada wartawan, Muhamram membenarkan jumlah partai telah merapatkan barisan. Kini hanya tinggal menunggu keputusan DPP masing-masing. “Tinggal satu partai lagi yang kami tunggu (PDIP, Red),” ucap Muharram.

Incumbent di Kubar Berjuang Lagi
Warga Kutai Barat akan disuguhi menu pilkada yang serupa dengan tahun 2015. Ini terjadi setelah pasangan petahana FX Yapan-Edyanto Arkan memutuskan untuk kembali berjuang sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kubar periode 2020-2024. Sejak Februari, keduanya bahkan sudah mengantongi dukungan dari PDIP.

Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kubar Lusiana Ipin, mengakui sudah mendapatkan dukungan dari sejumlah partai untuk pasangan Yapan-Edyanto (Yakan). Selain partai kita sendiri (PDIP) yang memiliki kekuatan 6 kursi di DPRD Kubar, ada 4 partai lainnya yang resmi mendukung paslon Yakan, yaitu PKS 1 kursi, Hanura 3 kursi, Demokrat 3 kursi dan Perindo 1 kursi. Sementara parpol lainnya kita masih menunggu,” beber Ipin.

Sementara, lawan pasangan incumbent berasal dari Partai Golkar yakni pasangan Ahmad Syaiful Acong-Barnabas Asrani (ASA). Tinggal PAN yang belum menentukan sikap apakah ikut koalisi besar FX Yapan- Edyanto atau merapat ke ASA.

Dinamika politik jelang pilkada juga berlangsung di Paser. Alphad Syarif yang sebelumnya bersedia didampingi Ridhawati Suryana, putri mantan Bupati Paser Ridwan Suwidi, berubah pikiran di tengah jalan. Alphad yang tercatat merupakan anggota DPRD Samarinda ini tak mau meneruskan kesepakatan karena keluarga Suwidi mencalonkan anaknya yang lain, Ikhwan Wirawan.

Alphad Syarif lantas menggandeng Ketua Umum Lembaga Adat Paser, Arbain M Noor sebagai calon wakil bupati. Gerbong dukungan partai yang didapat pasangan ini tergolong gemuk, Partai Demokrat, Gerindra, Nasdem, Berkarya, dan PBB. Padahal dengan Demokrat yang memiliki 6 kursi di DPRD Paser, keduanya sudah berhak mendaftar ke KPU tanpa perlu dukungan partai lain.

Pecah kongsi juga terjadi di Mahakam Ulu. Bupati Bonifasius Belawan Geh kembali maju pilkada tapi tak lagi dengan wakilnya saat ini, Juan Jenau. Bonifacius yang didukung Partai Golkar, Gerindra dan Demokrat, berpasangan dengan Yohanes Avun, Sekda Mahulu. Sedangkan Juan menjadi calon nomor satu di Mahulu berpasangan dengan Frederik Bid.

Bagi masyarakat Mahulu, sosok Frederik tidaklah asing sebab dia merupakan mantan penjabat Bupati Mahulu di tahun 2014-2015. Frederik juga sempat menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kubar, daerah induk Mahulu. (tim redaksi)

DOWNLOAD EDISI I MEDIA KALTIM

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti