spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Dukungan Baru dari UGM-Unair, Seperti Unmul, Desak Aparat Perangi Tambang Ilegal

Gerakan kaum cendekiawan menentang pertambangan batu bara ilegal di Kaltim terus meluas. Setelah Universitas Mulawarman, akademikus dari perguruan tinggi ternama di Pulau Jawa turut bersuara. Mereka sepakat, praktik ilegal yang disebut nyata dan di depan mata harus diberantas. Maraknya tambang ilegal juga disebut buah dari penegakan hukum yang minim. Peran kepala daerah pun dipersoalkan.

Pada Selasa (26/10/2021), sejumlah akademikus hadir dalam forum diskusi bertajuk Kaum Intelektual dan Perjuangan Lingkungan. Forum ini diselenggarakan Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik dan disiarkan Nalar TV secara daring. Selain perwakilan dosen Unmul, ada pula akademikus Universitas Airlangga, Surabaya; dan Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta. Masyarakat terdampak tambang ilegal dari Muang Dalam, Kelurahan Lempake, Samarinda, turut memberi kesaksian.

Herdiansyah Hamzah, akademikus Fakultas Hukum, Unmul, membuka diskusi dengan memaparkan data pertambangan tanpa izin (peti) di Kaltim. Mengutip catatan Jaringan Advokasi Tambang Kaltim, dosen yang akrab disapa Castro ini menyebutkan ada 141 titik peti. Lokasi tambang liar tersebar di Kutai Kartanegara dengan 107 titik, Samarinda 29 titik, Berau 11 titik, dan PPU empat titik.

Menurut Castro, aktivitas gelap yang merajalela ini telah menimbulkan pelbagai persoalan. Dari aspek lingkungan, contoh kasusnya ditemukan dari kerusakan ladang warga Muang Dalam. Dari aspek sosial, warga yang menolak tambang ilegal justru diintimidasi.

Soleh Arifin, warga di Muang Dalam, membenarkannya. Sejak masyarakat setempat memblokir jalur hauling tambang ilegal, rumah beberapa warga yang vokal menolak diketuk-ketuk orang tidak dikenal.

“Kami diminta tidak terlalu kencang menolak tambang ilegal. Dari informasi yang saya dapat, ada beberapa nama (warga) yang mereka tandai,” aku Soleh dalam diskusi.

Intimidasi ini tak membuat penolakan warga surut. Aktivitas pengerukan emas hitam yang diduga berjalan sejak 2016 telah banyak merugikan masyarakat. Banjir menyebabkan ribuan warga Muang Dalam berhenti bercocok tanam. Padahal, dusun tersebut dikenal sebagai sentra padi pada era 1990-an.

Perwakilan Koalisi Dosen Unmul yang sudah beranggotakan 88 akademikus, Nurul Puspita Palupi, menjelaskan, pertambangan ilegal bahkan merangsek ke fasilitas pendidikan. Lokasinya di Pusat Laboratorium Fakultas Pertanian, Desa Karang Tunggal, Tenggarong Seberang, Kukar. Koalisi dosen yang meninjau lokasi pada Selasa, 7 September 2021, menemukan tumpukan batu bara di pusat penelitian seluas 17 hektare tersebut.Nurul yang juga Wakil Dekan II Fakultas Pertanian, Unmul, mengatakan, aktivitas ilegal menyebabkan 75 patok lahan rusak. Aktivitas itu mengganggu praktikum mahasiswa. Unmul sudah memberi petisi terbuka dan menyiapkan skema menempuh jalur hukum.

“Ini cukup mengganggu karena secara regulasi sudah jelas. Aktivitas itu dilarang dalam UU Minerba dan sifatnya pidana. Masak, kita diam melihat kondisi lahan yang semakin rusak dan menyebabkan banjir?”

MINIM PENEGAKAN HUKUM

Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, juga membeberkan dua penyebab tambang ilegal menjamur di Bumi Etam dalam diskusi ini. Yang pertama adalah penegakan hukum disebut minim. Jatam mencatat, kasus tambang ilegal yang berakhir di meja hijau sangat sedikit. Dari 13 kasus galian ilegal yang dilaporkan Jatam sepanjang kurun 2018-2021, tidak satu pun yang sampai ke meja hijau.

“Akhirnya tidak ada efek jera. Sementara akar masalah yang kedua terhubung dengan yang pertama yaitu peran kepala daerah yang minim,” jelas Rupang. “Ada indikasi kuat, mereka yang seharusnya memberantas tambang ilegal justru ‘main mata’ dengan para penambang,” sambungnya.

Rupang mengkritik narasi yang disampaikan kepala daerah yaitu tidak punya kewenangan di bidang pertambangan hingga takut salah menuding. “Lha, datanya ada di dokumen amdal. Bisa diperiksa di situ,” sambungnya.

Ketua Pusat Studi Hukum Hak Asasi Manusia, Universitas Airlangga, Franky Butar-Butar, satu suara. Ia menduga adanya keterlibatan individu yang memiliki modal dan pengaruh dalam tambang ilegal di tingkat lokal maupun nasional. Kesimpulan itu Franky ambil dari logika sederhana. Pelaku aktivitas pengerukan emas hitam tak berizin tidak perlu membayar pajak dan kewajiban pemulihan lingkungan.

“Kondisi saat ini sudah tidak terkendali. Oligarki kekuasaan semakin menguat apalagi (nanti) menjelang pemilihan kepala daerah,” jelasnya.

Akademikus dari Universitas Gadjah Mada, I Gusti Agung Made Wardana, mengatakan bahwa kesadaran Koalisi Dosen Unmul merupakan perwujudan dua tipologi intelektual. Reduksionis dan holistik. Pada kategori reduksionis, dia melihat keterlibatan kaum intelektual tidak dibatasi teori yang diterima di kampus belaka. Sementara dari kategori holistik, akademikus berperan mencari solusi dari persoalan yang dihadapi masyarakat.

KONFIRMASI TERDAHULU

Dalam rangkaian pemberitaan sebelumnya, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat, Kepolisian Daerah Kaltim, Komisaris Besar Polisi Yusuf Sutejo, belum banyak menanggapi surat terbuka Koalisi Dosen Unmul. Dia hanya memastikan, polisi sedang bekerja mengungkap tambang ilegal. “Tim Polda Kaltim sudah turun untuk penyelidikan,” jelasnya.

Pada kesempatan yang berbeda, Kepala Kepolisian Resor Kota Samarinda, Komisaris Besar Polisi Arif Budiman, menyatakan, telah memeriksa lokasi penggalian di Muang Dalam. “Saya juga sudah mengultimatum para pemain (tambang ilegal) itu lewat Kasat Reskrim. Jangan coba-coba main. Kalau main, saya sikat,” tegas Arif.

Mengenai laporan intimidasi yang diterima warga, Kapolresta membenarkan laporan tersebut. Sebagaimana berita acara pemeriksaan, ada intimidasi tetapi warga tidak menyebutkan pihak yang mengancam. “Begitu kami cek besoknya, (intimidasi) sudah tidak ada,” jelasnya. Kapolresta menambahkan, penegak hukum memberi jaminan keamanan bagi warga Muang Dalam.

Gubernur Kaltim Isran Noor juga tidak menyoal surat terbuka Koalisi Dosen Unmul. Dia hanya kembali menegaskan, Pemprov Kaltim tidak bisa menindak pertambangan ilegal karena tak memiliki kewenangan. Yang Isran khawatirkan, ketika memeriksa tambang yang diduga ilegal tapi ternyata legal.

“Kalau enggak jelas (status tambang), ‘kan kami susah. Kami bilang, ‘kamu menambang, kamu menambang’. Ternyata, dia bilang sudah punya izin. (Kalau sudah begitu) di mana mukanya Gubernur?” kata Isran. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti