TENGGARONG – Arfan Boma baru saja menunaikan salat zuhur ketika telepon genggamnya berdering. Camat Tenggarong itu segera menjawab panggilan. Di ujung sambungan, Ketua RT 17 Sepontan, Kelurahan Mangkurawang, Umar, yang berbicara. Ketua RT melaporkan aktivitas penambangan batu bara ilegal di wilayahnya.
Boma segera meneruskan laporan tersebut kepada Kepala Kepolisian Sektor Tenggarong, Inspektur Satu Rachmat Andika Prasetyo, Minggu (9/5/2021). “Ada aktivitas tambang di Kelurahan Mangkurawang yang belum bisa dipastikan perizinannya,” kata Boma kepada Kapolsek, seperti dituturkan ulang kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, Senin (10/5/2021).
Setelah menelepon, Boma bergegas menuju lokasi yang dimaksud. Memang, selain kebun warga, ada pula tanah milik Boma di sekitar situ. Ia pun menuju Mangkurawang, Kecamatan Tenggarong, Kutai Kartanegara. Betapa kaget Boma melihat bukit yang bersebelahan dengan kebunnya sudah dikeruk. Sebuah ekskavator kuning sibuk menggali tanah.
Selanjutnya adalah seperti terekam dalam video yang viral. Boma yang gusar berteriak kepada operator, “Keluar kalian! Masuk enggak ada ngomong sama saya! Keluar!”
Amarah Boma belum selesai. Ia melanjutkan, “Seenaknya saja kalian ini. Rusak tanah ini, orang pakai berkebun untuk cari nafkah, kalian obrak-abrik!”
Tak sampai satu jam, pada pukul 14.00 Wita, seseorang yang mengaku sebagai pemilik tambang berinisial T (37), datang. Camat Boma dan T segera terlibat adu mulut. Cekcok sempat mereda dan kedua laki-laki tersebut menenangkan diri. Boma memilih masuk ke kabin belakang mobilnya. Demikian halnya T, yang masuk ke mobilnya, sekitar 7 meter dari kendaraan Boma.
Keadaan tiba-tiba memanas manakala T turun dari mobil. Ia mengambil sepotong kayu yang tergeletak di tanah. T langsung menghampiri Boma seraya mengayunkan kayu. Duel pun tak terelakkan.
Lurah Mangkurawang, Nuzul Hidayat, yang melihat situasi itu dengan sigap melerai. Dibantu sejumlah warga, lurah berhasil memisahkan keduanya. Pertumpahan darah terhindarkan tetapi Boma menderita luka memar di pelipis kiri. Sementara T, terluka di kening dan tangan kiri. Boma kemudian melaporkan kejadian ini ke Markas Polsek Tenggarong. Ia dan sejumlah saksi dimintai keterangan hingga pukul sebelas malam.
TAMBANG YANG SAMA
Kapolsek Tenggarong, Iptu Rachmat Andika Prasetyo, menambahkan penjelasan. Menurutnya, aktivitas yang diduga ilegal memang meresahkan warga RT 17 Sepontan. Lahan yang dikeruk mengganggu pasokan air ke kebun masyarakat.
Kapolsek melanjutkan, pertambangan ilegal tersebut rupanya sama dengan yang meresahkan warga Jalan Usaha Tani di Mangkurawang. Februari silam, rekaman aksi warga menyetop truk angkutan batu bara viral di media sosial. Seorang sopir sempat menyebutkan nama T ketika diinterogasi warga. Tambang inilah sumbernya.
Sehari berselang setelah duel atau Senin (10/5/2021), Kepala Satuan Reserse Kriminal, Kepolisian Resor Kukar, Ajun Komisaris Polisi Herman Sopian, menyatakan bahwa T ditetapkan sebagai tersangka. Polisi memegang hasil visum et repertum Boma, keterangan lima saksi, dan potongan kayu sebagai barang bukti. Polisi juga sudah menggelar perkara.
“Tersangka ditahan di Mapolres Kukar. Dia dijerat Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan,” jelas Kasat Reskrim. Adapun tambang yang diduga ilegal, akan diselidiki lewat koordinasi dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kaltim.
KARENA DIAMNYA PEMERINTAH
Maraknya kejahatan lingkungan di Kaltim dituding karena sikap pemerintah, dalam hal ini Gubernur Kaltim serta Pemkab Kukar, yang acuh tak acuh. Bukannya memerintahkan jajaran untuk menghentikan, justru sebaliknya, respons negatif yang hadir.
“Publik masih ingat pernyataan Edi Damansyah dalam debat kandidat Pilkada Bupati Kukar tempo hari. Bupati ucapkan seolah-olah mendorong praktik-praktik mafia tambang di Kukar yang ke depan akan menjelma menjadi tambang legal,” demikian Herdiansyah Hamzah, akademikus dari Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, dalam keterangan tertulis kepada media.
“Aparat hukum tidak hadir saat rakyat membutuhkan perlindungan dan keselamatan. Tindakan Camat Arfan Boma adalah bukti nyata ketidakhadiran aparat hukum di lapangan,” imbuh Pradarma Rupang dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim.
Abdi negara yang menghentikan tambang ilegal seperti ini bukanlah kali pertama. Pada Februari 2018, sebut Jatam, staf Kecamatan Tenggarong Seberang bernama Mardi menghentikan iring-iringan truk tambang ilegal di depan kantornya. Gerombolan mafia tambang ini menyebabkan jalan desa di Tenggarong Seberang rusak parah.
Pada Maret 2020, masih menurut catatan Jatam, Kepala Desa Karya Jaya, Kecamatan Samboja, memimpin lebih dari 50 warga menghentikan tambang ilegal. Warga kesal karena laporan mereka sejak 2018 tidak direspons Gubernur dan kepolisian. “Jatam mencatat respons pemerintah, khsususnya Gubernur Isran Noor, paling buruk dibandingkan dengan gubernur sebelumnya,” kritik Rupang.
Jatam Kaltim menyerukan kepada warga Kaltim untuk berani bertindak. Warga dapat menghentikan mafia-mafia tambang dengan persatuan rakyat yang berani dan terorganisasi. Hanya cara itulah, terang Rupang, yang dapat menghentikan dan mengusir bandit-bandit rakus tersebut.
Sementara itu, Herdiansyah Hamzah yang biasa disapa Castro, berharap pemerintah lebih berani bertindak. Publik menantikan tindakan nyata penegak hukum dengan menyeret pelaku tambang ilegal di Kukar dan seluruh wilayah Kaltim.
Dalam wawancara terdahulu pada 22 Februari 2021, Gubernur Isran Noor mengaku telah mengetahui aktivitas pertambangan ilegal di Kaltim. Isran bahkan menyebut, praktik tak resmi tersebut terang-terangan berlaku di jalan poros Samarinda-Bontang. Truk-truk pengangkut batu bara, katanya, banyak melintas pada malam hari.
“Pertambangan batu bara di Kaltim tambah maju semenjak kebijakan ditarik ke Jakarta. Belum ada izin saja sudah ditambang,” singgung Isran.
Ia menegaskan bahwa kewenangan sektor pertambangan yang sebelumnya di tangan provinsi telah ditarik pusat berdasarkan Undang-Undang No 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara. Inspektur tambang sekarang, jelas Isran, adalah aparat pemerintah pusat. Isran meragukan kewenangan Pemprov Kaltim dalam menangani permasalahan tersebut.
“Nanti kami salah. Walau ada perda (larangan angkutan batu bara di jalan umum), dengan adanya kebijakan revisi Undang-Undang Minerba, itu sudah kewenangan pemerintah pusat,” ucapnya. (kk)