SAMARINDA – Unjuk rasa Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat (Mahakam) yang ricuh berujung diamankannya sembilan orang di Polresta Samarinda. Dua di antaranya ditetapkan tersangka oleh Satuan Reserse Kriminal Polresta Samarinda.
Unjuk rasa Aliansi Mahakam digelar Kamis (5/11/2020) di depan kantor DPRD Kaltim. Massa unjuk rasa sekira 200 orang. Menyuarakan penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan Senin, 2 November 2020 setelah Presiden RI Joko Widodo menandatangani UU setebal 1.187 halaman tersebut dan resmi diundangkan dengan Nomor 11 Tahun 2020.
Massa unjuk rasa Aliansi Mahakam merupakan gabungan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Samarinda, organisasi masyarakat, dan organisasi buruh. Dari aksi kemarin, turut diamankan demonstran masih berstatus pelajar SMP dan SMA.
“Sembilan orang kami amankan. Tujuh di antaranya masih pemeriksaan terkait peran mereka. Sedangkan dua lainnya terbukti berbuat pidana dengan membawa senjata tajam (sajam) jenis badik, melakukan pelemparan batu, dan melakukan perusakan pagar DPRD Kaltim. Tidak menutup kemungkinan tersangka bertambah. Keduanya mahasiswa,” terang Kapolresta Samarinda, Komisaris Besar Polisi Arif Budiman, Jumat (6/11/2020).
Selain dimintai keterangan, sembilan orang yang diamankan itu menjalani rapid tes dengan hasil satu orang reaktif Covid-19. Juga dilakukan tes urine oleh anggota Satuan Reserse Narkoba Polresta Samarinda untuk mengetahui apakah mereka menggunakan obat-obatan terlarang atau tidak. Saat ini sedang menunggu hasil. Barang bukti yang didapat petugas berupa badik, dua balok ulin kira-kira panjangnya 1,5 meter. “Ini bukan unjuk rasa lagi kalau begini. Membawa sajam. Kita pidanakan. Kita tindak tegas.” tegasnya.
Dua dari sembilan mahasiswa yang diamankan dan telah ditetapkan tersangka berinisial FR usia 24 tahun, mahasiswa Politeknik Negeri Samarinda, Jurusan Teknik Elektro, semester lima. FR didapati membawa sebilah senjata tajam jenis badik dengan panjang sekira 25 sentimeter.
Dari keterangan kepolisian, tersangka FR membawa badik saat unjuk rasa berlangsung, yakni ketika ricuh terjadi polisi melihat FR membawa badik yang disimpan di pinggang sebelah kiri. Saat dilakukan penangkapan badik tersebut terjatuh, terlepas dari pinggang tersangka.
Tersangka kedua berinisial WJ berusia 22 tahun. Merupakan mahasiswa dari Universitas Mulawarman, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol). WJ diduga melakukan penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penganiayaan dengan ancaman dua tahun delapan bulan penjara.
Aksi tersangka WJ melempar batu ke dalam halaman kantor DPRD Kaltim terekam video dan foto. Saat itu unjuk rasa ricuh setelah water cannon disemprot ke arah massa.
Kombes Pol Arif Budiman mengatakan jika unjuk rasa pada Kamis sore itu tanpa pemberitahuan kepada pihak kepolisian. “Harusnya pemberitahuan diberikan 3×24 jam. Walau begitu kami tetap melakukan pengamanan agar unjuk rasa berjalan damai. Kami kawal. Kami dari aparat keamanan gabungan sekitar 600 personel,” ucap Kombespol Arif Budiman.
Unjuk rasa yang awalnya kondusif berujung ricuh. Massa memaksa masuk ke gedung DPRD Kaltim. Merusak kawat berduri yang dipasang sepanjang pagar DPRD Kaltim. Selain itu berusaha merusak pagar masuk utama DPRD Kaltim.
“Mereka berusaha membuka pagar dengan merusak menggunakan kayu, rantai, dan spanduk. Dan kayu itu sepertinya sudah dipersiapkan. Ada provokator di samping kiri dan kanannya. Ada yang melempar batu tapi kami masih bertahan dan mengimbau agar menyampaikan aspirasi dengan baik.
Ada yang melempar bom molotov. Akhirnya kami melakukan pendorongan agar massa bubar. Kami juga melakukan dokumentasi. Kami tandai baik itu mahasiswa ataupun bukan mahasiswa. Kami pastikan ini sudah direncanakan. Kami akan dalami siapa dibalik ini semua. Mohon doanya agar kami bisa mengungkap kebenaran yang ada di wilayah Polresta Samarinda.” katanya.
Humas Aliansi Mahakam, Yohanes Richardo Nanga Wara, mengatakan bahwa hingga sore tadi ada 11 demonstran masih diamankan kepolisian. Saat ini didampingi lembaga bantuan hukum untuk mengikuti proses hukum. Yohanes Ricardo juga memastikan dua mahasiswa yang menjadi tersangka adalah peserta unjuk rasa kemarin.
“Tuntutan kami bebaskan teman kami yang ditahan. Kalau tidak kami akan melakukan aksi yang semakin membesar lagi. Karena ada beberapa teman-teman diluar Kaltim, seperti Bogor dan Palembang juga bersolidaritas,” ucap Yohanes Richardo.
Aksi kemarin semula hanya diikuti 150 pengunjuk rasa. Namun semakin sore bertambah hampir 500 orang. Banyaknya demonstran membuat Yohanes tak memantau apakah kedua tersangka memang berbuat anarkis atau tidak. Kondisi saat itu tiba-tiba ricuh dan banyak yang melakukan pelemparan.
“Di rumah sakit saat ini ada satu mahasiswa yang sedang dirawat karena jari tangannya patah. Yang jelas itu yang paling parah,” sebutnya.
“Malamnya dari Islamic Center kami jalan kaki menuju Polresta Samarinda. Kami mau aksi bakar lilin di sana, minta teman kami dilepaskan. Sampai di sana dibubarkan juga,” tutup Yohanes Ricardo. (kk)