PASER – Sejumlah pedagang di Pasar Induk Penyembolum Senaken, Desa Senaken, Kecamatan Tanah Grogot mengeluhkan pemberlakuan Peraturan Daerah (Perda) nomor 1 tahun 2025 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Pasalnya, dampak dari penerapan aturan itu, mempengaruhi kenaikan tarif retribusi pasar mulai April 2024 lalu. Terbitnya aturan itu, dinilai cukup tinggi terhadap nominal retribusi dibandingkan perda sebelumnya.
Bahkan, menurut perwakilan pedagang kenaikannya mencapai 100 persen.
Salah seorang pedagang, Sirajudin, mengharapkan Perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah ditunda sementara. Alasannya, adanya peningkatan pesat retail modern yang berpengaruh terhadap daya beli.
“Kami berharap perda ini ditunda untuk sementara. Kami tidak menolak, tapi alangkah bijaknya perda ini ditunda dulu pemberlakuannya. Kalau bisa ditunda dua tahun menunggu ekonomi kita benar-benar pulih,” harapnya.
Menanggapi harapan perwakilan pedagang, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Paser, Fadly Imawan mempertanyakan, apakah pedagang pernah diajak duduk satu meja atau sosialisasi terkait terbitnya perda pajak dan retribusi daerah.
Menurutnya, setiap produk hukum daerah, selain dilakukan pengkajian matang antara pansus dan OPD terkait, juga harus ada uji publik. Seharusnya, pedagang juga diminta pendapat dan masukannya.
“Wajib pajak harus diajak dialog. Pemerintah daerah tidak boleh berbisnis dengan masyarakat. Kenaikan pajak harus melalui proses dan ada tahapan-tahapan, di antaranya masyarakat yang menjadi sasarannya harus dilibatkan,” tegasnya.
Sementara, Wakil Ketua Pansus Perda Pajak dan Retribusi Daerah, Basri mengaku Perda tersebut dibahas pada 2023, disahkan pada awal 2024. Perda ini adalah inisiatif Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Paser untuk perubahan perda sebelumnya terkait retribusi Pasar.
Basri juga menyebut, Perda itu merupakan amanat Undang-Undang nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan telah disesuaikan dengan PP nomor 35 tahun 2023.
Peraturan Pemerintah itu tentang Ketentuan Pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah.
“DPRD melalui pansus sudah meminta masukan dinas yang terlibat untuk menghitung besaran pajak sesuai kondisi pedagang,” katanya.
Sementara itu, Kepala Disperindagkop UKM Yusuf menerangkan, perubahan Perda dilakukan selain dasar undang-undang, juga jangka waktu Perda yang ada cukup lama.
“Seharusnya sesuai aturan, Perda retribusi dilakukan perubahan dalam setiap tiga tahun. Tapi, Perda kita baru dilakukan perubahan dalam waktu cukup panjang sejak disahkan,” kata Yusuf.
Itu pun tambah Yusuf, perubahan tersebut selain amanat undang-undang, juga karena aspek peningkatan atau kenaikan operasional Pasar Senaken dan termasuk adanya penambahan kios dan petak.
Maka dalam rangka peningkatan kapasitas dan pelayanan, perlu peninjauan tarif dalam mendukung operasional pasar dan peningkatan PAD. “Ini juga termasuk dalam upaya peningkatan pasar status SNI. Yang jelas, pemkab tidak pernah berbisnis, ” sebutnya.
Menindaklanjuti sejumlah keluhan dan masukan pedagang, DPRD Kabupaten Paser merekomendasikan agar Pemkab Paser untuk menunda pemungutan retribusi dan mengkaji hal tersebut untuk mendapatkan solusi yang terbaik.
“Harus ada pertemuan khusus dengan OPD terkait, sehingga menghasilkan solusi yang tidak memberatkan pedagang. Memang ada amanat undang-undang yang harus dijalankan. Kami memahami keluhan para pedagang tersebut,” kata Fadly Imawan.
Pewarta: Bhakti Sihombing
Editor : Nicha R