SANGATTA – Kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Kutim mengalami lonjakan yang mengkhawatirkan pada tahun 2024. Data terbaru dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kutim menunjukkan bahwa sejak Januari hingga April 2024, tercatat 29 kasus kekerasan anak. Angka ini menjadi alarm bagi semua pihak untuk meningkatkan perhatian dan tindakan dalam melindungi anak-anak dari kekerasan.
Anggota Komisi A DPRD Kutim, dr Novel Tyty Paembonan, menekankan pentingnya ketahanan keluarga sebagai langkah awal pencegahan kekerasan terhadap anak. Menurutnya, komunikasi yang baik dan harmonis dalam keluarga adalah fondasi utama untuk mencegah terjadinya kekerasan.
“Kita lihat dari semua aspek, pertama bagaimana ketahanan keluarga itu yang harus baik, komunikasi dengan keluarga harus terjalin,” ujar Novel saat ditemui di Sekretariat DPRD Kutim, Senin (5/8/2024) lalu.
Novel juga menggarisbawahi bahwa potensi kekerasan seksual, baik dalam keluarga maupun lingkungan sekitar, harus menjadi perhatian utama. Ia mengingatkan pentingnya refleksi awal untuk mengidentifikasi dan mencegah potensi kekerasan yang mungkin terjadi.
“Potensi-potensi terjadinya kekerasan seksual baik dalam keluarga atau lingkup lingkungan dan sebagainya itu memang harus menjadi refleksi awal orang-orang yang bertanggung jawab di situ,” jelas Novel.
Namun, selain peran keluarga, Novel menilai peran pemerintah juga sangat krusial. Pemerintah diharapkan dapat lebih gencar memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai pencegahan kekerasan seksual. Novel mengungkapkan kekhawatirannya mengenai kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai prosedur pelaporan kasus kekerasan.
“Pemerintah harus gencar memberikan informasi untuk menghindari dan mencegah kekerasan seksual. Jika terjadi, harus ada jalur yang jelas untuk melaporkannya,” tambah Novel.
Masalah lain yang diungkapkan Novel adalah banyaknya kasus kekerasan seksual yang masih disembunyikan oleh korban dan keluarganya karena kebingungan mengenai prosedur pelaporan.
“Sampai hari ini banyak yang masih disembunyikan karena bingung mau kemana melaporkannya,” katanya.
Melihat situasi ini, Novel menekankan pentingnya komunikasi yang baik antara pemerintah dan instansi terkait untuk menangani kekerasan seksual secara efektif. “Kita perlu betul-betul berada dalam satu komunikasi, membicarakan masalah kekerasan seksual dan bagaimana solusinya,” ujarnya.
Selain itu, Novel mengingatkan tanggung jawab kolektif untuk melindungi anak-anak. Perlindungan terhadap anak-anak harus menjadi prioritas utama, dan tanggung jawab ini tidak hanya berada pada pemerintah, tetapi juga pada masyarakat secara keseluruhan.
“Tanggung jawab pemerintah bagaimana dan masyarakatnya bagaimana, anak ini masa depan bangsa kita punya tanggung jawab untuk memberikan ruang dan tempat yang aman,” tegasnya.
Novel juga menekankan hak-hak anak, seperti hak atas pendidikan dan kesehatan, yang harus dijamin. “Anak-anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan sebagainya,” tambahnya.
Peningkatan kasus pelecehan dan kekerasan terhadap anak di Kutim ini menuntut semua pihak untuk lebih waspada dan proaktif dalam pencegahan serta penanganan kasus-kasus kekerasan. DP3A Kutim diharapkan dapat meningkatkan sosialisasi dan edukasi terkait perlindungan anak, serta memperkuat mekanisme pelaporan dan penanganan kasus kekerasan terhadap anak.
Hanya dengan kerja sama dan kesadaran kolektif, kita dapat menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak, sebagai generasi penerus bangsa. “Anak-anak adalah masa depan bangsa. Kita semua bertanggung jawab untuk memberikan mereka ruang dan tempat yang aman,” pungkas Novel. (Rkt/Adv)