BONTANG – Program “Bontang Silent” yang merupakan turunan dari “Kaltim Silent” di hari kedua, Minggu (7/2/2021), terlihat berbeda dari hari pertama. Jika Sabtu (6/2/2021) kemarin jalanan Kota Taman sepi dari lalu lalang pengendara, pada hari ini arus lalu lalu lintas mulai ramai kembali.
Pedagang yang kemarin kompak tak beroperasi, kini kembali dibuka. Meski pasar tradisional ditutup, pedagang di sekitar pasar justru jualan seperti biasa. Salah satunya yang terjadi di kawasan Jalan KS Tubun sekitaran Pasar Taman Rawa Indah (Tamrin). Dari pantauan Media Kaltim, pedagang membuka kembali lapaknya di pinggir jalan. Hal ini menimbulkan kecemburuan dari pedagang yang berjualan di Pasar Tamrin.
[irp posts=”10005″ name=”Hari Kedua Bontang Steril, Masih Banyak Pedagang Jualan di Pinggir Jalan, Pedagang Pasar Tamrin: Ini Tidak Adil!”]
Kondisi ini langsung mendapat sorotan dari anggota DPRD Bontang, Nursalam. Politisi Golkar itu mempertanyakan apakah instruksi Gubernur Kaltim tidak berlaku di sepanjang jalur tersebut. Apalagi kata Salam, pedagang yang ramai adalah pedagang liar. Sehingga terkesan penerapan Bontang Silent hanya di jalan protokol. Atas kondisi itu, dirinya mengembalikan lagi ke Pemkot, seperti apa penindakannya. Karena sepenuhnya ada di tangan Pemkot. “Ya kita kembalikan kepada Pemkot maunya gimana. Mau adil atau mau tidak adil. Mau tegas atau tidak tegas,” paparnya.
Ditambahkan anggota DPRD Bontang lainnya, Sumaryono, dirinya tidak setuju dengan kondisi tersebut. Jika kebijakannya ditutup, maka harus ditutup semua. “Pantas kalau pedagang resmi cemburu. Karena mereka yang bayar retribusi,” ucapnya.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga menyayangkan Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah (Diskop-UKMP) dan UPT Pasar yang lambat menginformasikan ke pedagang terkait ditutupnya pasar. Menurut dia, banyak pedagang sayur terlanjur menyetok barang, lalu pasar ditutup tiba-tiba. Karena komoditi sayur hanya tahan beberapa hari, sehingga imbasnya banyak pedagang yang rugi. “Harusnya sosialisasi datang ke pasar mengimbau atau menempel selebaran di wilayah pasar,” bebernya.
Kondisi tersebut, sambung Sumaryono, terjadi lantaran keputusan Gubernur Kaltim dikeluarkan secara mendadak. Sehingga membuat Pemkot lambat melakukan sosialisasi ke warga. Untuk itu dirinya berharap, sebelum melakukan penutupan dilakukan sosialisasi terlebih dahulu. Setelah itu penindakan bisa dilakukan. “Biar masyarakat mengerti,” tandasnya. (bms)