PPU – Dalam upaya memperkuat pemenuhan hak anak di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) mendorong penerapan konsep Rumah Ibadah Ramah Anak (RIRA).
Kepala DP3AP2KB PPU, Chairur Rozikin, menyampaikan pentingnya peran rumah ibadah dalam mewujudkan lingkungan yang aman dan mendukung bagi perkembangan anak-anak, baik secara fisik maupun psikologis.
Dalam sosialisasi yang digelar baru-baru ini, Chairur Rozikin menekankan bahwa Rumah Ibadah Ramah Anak bukan hanya tempat ibadah biasa, tetapi juga pusat pelayanan holistik yang menjamin pemenuhan hak-hak anak.
Rumah ibadah diharapkan melindungi anak dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, diskriminasi, dan kerentanan lainnya, serta menjadi tempat yang aman untuk belajar dan bermain.
“Rumah ibadah ramah anak memiliki fungsi yang sangat strategis. Selain sebagai tempat ibadah, rumah ibadah juga harus bisa menjadi tempat yang ramah bagi anak-anak, tempat mereka bermain, belajar, dan berkembang dalam suasana yang aman,” ungkap Chairur Rozikin.
Chairur Rozikin menjelaskan, selama ini banyak masjid dan gereja yang hanya digunakan pada saat-saat tertentu, seperti salat atau kebaktian. Di luar waktu tersebut, tempat ibadah seringkali kosong atau bahkan dikunci dengan alasan menjaga kebersihan dan keamanan.
Padahal, menurutnya, rumah ibadah bisa berfungsi lebih luas dengan menyediakan fasilitas yang aman dan menyenangkan bagi anak-anak.
“Saya berharap pengurus masjid maupun gereja di PPU bisa mengadopsi konsep ramah anak. Tidak hanya menjadi tempat beribadah, tetapi juga menyediakan ruang bermain dan aktivitas yang aman untuk anak-anak. Bahkan, akan lebih baik jika anak-anak dilibatkan secara langsung dalam pengelolaan rumah ibadah, agar mereka sejak dini belajar tanggung jawab dan peran sosial,” ujar Chairur Rozikin.
Rozikin juga menekankan pentingnya kerjasama antara pemerintah dan lembaga keagamaan dalam mendukung penerapan RIRA. Lembaga keagamaan memiliki peran vital sebagai bagian dari masyarakat yang bisa membantu pemerintah dalam pemenuhan hak anak serta perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi.
“Rumah ibadah ramah anak menjadi alat penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat. Kami berharap rumah ibadah dapat mendorong partisipasi aktif orang tua dan tokoh agama dalam mendukung pemenuhan hak anak. Keterlibatan orang tua, khususnya ayah, sangat dibutuhkan, misalnya dalam mendampingi anak-anak saat mengaji atau sekolah minggu,” tambahnya.
Chairur Rozikin menjelaskan, ada enam komponen utama dalam penerapan Rumah Ibadah Ramah Anak. Pertama, kebijakan perlindungan dan pemenuhan hak anak yang harus disertai dengan komitmen tertulis. Kedua, dibentuknya tim pelaksana dengan sumber daya manusia (SDM) yang terlatih dalam Konvensi Hak Anak (KHA). Ketiga, tersedianya sarana dan prasarana yang aman bagi anak, seperti ruang bermain yang tidak membahayakan.
Keempat, program kegiatan yang berbasis hak anak dan melibatkan orang tua, masyarakat, dan dunia usaha. Kelima, partisipasi aktif anak dalam mengelola dan berpartisipasi dalam kegiatan di rumah ibadah. Terakhir, adanya layanan kesejahteraan dan pengaduan kekerasan yang dapat diakses dengan mudah oleh anak-anak dan keluarga.
“Ini adalah langkah penting yang harus kita ambil untuk memastikan bahwa semua rumah ibadah di PPU dapat berfungsi sebagai tempat yang aman dan ramah bagi anak-anak. Dengan dukungan semua pihak, saya yakin kita bisa mewujudkan lingkungan yang lebih baik dan mendukung bagi anak-anak kita,” tutup Chairur. (ADV/*SBK)