Beranda KUKAR Ditentukan Pusat, Bupati Kukar Minta Kebijakan PPPK Libatkan Daerah

Ditentukan Pusat, Bupati Kukar Minta Kebijakan PPPK Libatkan Daerah

0
Bupati Kukar Edi Damansyah

TENGGARONG – Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), punya pandangan lain terhadap pola perekrutan tenaga Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Menurut Bupati Kukar Edi Damansyah, pemerintah pusat perlu melibatkan pemerintah daerah dalam rekrutmen PPPK. Pasalnya, daerah yang lebih tahu kondisi riil di lapangan, dalam hal ini, pos mana saja yang perlu diisi PPPK.

Edi mencontohkan, guru di Kukar yang sudah mengabdi lama, setidaknya 5-10 tahun seharusnya bisa dipermudah dengan tidak perlu mengikuti seleksi.
Namun keinginan tersebut urung diakomodasi, sehingga harus tetap ikut seleksi sejak awal.

Seperti halnya, ketika ada guru honorer yang ikut seleksi di sekolah yang memang memiliki kuota PPPK. Ketika ia lulus, guru honorer tersebut harus mengajar di sekolah yang memang memiliki kuota tersebut. Meski bukan asal sekolah guru tersebut mengajar. Disisi lain, guru tadi tidak bisa kembali ke sekolah asalnya, tetapi disisi lain di sekolah tersebut jumlah kuota gurunya sudah melebihi.

Kasus lain, sewaktu seleksi PPPK guru se-Indonesia. Ketika Kukar mendapat kuota untuk sekolah yang berada Muara Pantuan, Kecamatan Anggana, salah satu daerah pesisir di Kukar. Ketika ada peserta seleksi asal luar Pulau Kalimantan, yang dinyatakan lolos dan berhak menyandang status PPPK.

Ketika mengetahui situasi dan kondisi di lapangan, tidak lama dia mengundurkan diri sebab jauh dari ekspektasi guru yang lolos seleksi tersebut. Kondisi ini tentu merugikan Kukar karena harus kehilangan satu kuota.

Edi mengaku sudah menyampaikan hal ini ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim. “Jadi memang ada kondisi kebijakan secara nasional yang harus disesuaikan kembali di daerah. Diusulkan agar kami diberikan hak untuk menyampaikan kondisi yang kami hadapi di daerah,” ujar Edi.

Itupun berlaku pada formasi tenaga kesehatan (nakes), terutama perawat. Seperti laporan yang ia dapat dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kukar. Dimana ketika perawat honorer di rumah sakit ikut mengejar kuota PPPK. Saat dinyatakan lolos, ia tidak bisa kembali bekerja di rumah sakit sebab harus bersedia menempati posisi baru di puskesmas, yang ia ambil kuotanya.

Lagi-lagi, ketika ia harus bergeser ke puskesmas tersebut, padahal formasi perawat di puskesmas yang bersangkutan sudah diisi oleh perawat honorer yang ada. “Saya sarankan ada kebijakan khusus, disesuaikan dengan kebutuhan daerah,” ungkapnya.

Edi beranggapan usulannya layak didengar karena gaji yang diberikan kepada yang bersangkutan berasal dari APBD, beserta Surat Keputusan (SK) pengangkatannya pun dari pemda. Paling tidak ada kebijakan yang dilibatkan kepada pemerintah daerah. “Karena kebutuhan kami yang tahu, proporsinya dimana saja,” pungkas Edi. (afi)

TIDAK ADA KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Exit mobile version