spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Didukung Pemkot Ditolak Aktivis Lingkungan, Investor Segera Bangun Smelter Nikel di Kariangau 

Perusahaan industri nikel bernama PT Mitra Murni Perkasa (MMP) berencana membangun smelter atau pemurnian nikel di Kawasan Industri Kariangau, Balikpapan Barat. Gagasan ini mendapat dukungan penuh dari Pemkot Balikpapan. Akan tetapi, ditolak kelompok antitambang.

Rencana pembangunan smelter nikel di Kariangau disampaikan Komisaris PT MMP, Andrew Hidayat, Rabu, 1 September 2021. Proyek pembangunan disebut akan dimulai Oktober 2021. Lahan yang disiapkan PT MMP seluas 58 hektare. Sebagai langkah awal, perusahaan lebih dulu membangun smelter di atas lahan seluas 23 hektare.

“Seluruh pengerjaannya ditarget tuntas pada Maret 2023,” kata Andrew selepas menyerahkan bantuan 1.000 oximeter kepada Pemkot Balikpapan di Balai Kota.

Ada sejumlah pertimbangan bagi perusahaan memilih Balikpapan. Yang pertama, sumber daya manusia penunjang smelter nikel ada di Kota Minyak. Kedua, Kawasan Industri Kariangau dinilai strategis karena kedalaman laut cocok untuk smelter nikel. “Yang paling penting tetap SDM-nya,” jelas Andrew.

Hasil olahan nikel di smelter Kariangau disebut akan dipasok ke pabrik baterai yang saat ini sedang dibangun pemerintah pusat. Jika pembangunan pabrik baterai belum kelar, hasil olahan nikel lebih dulu diekspor ke luar negeri. “Kalau pabrik baterai sudah terbangun akan digunakan untuk domestik,” ucap Andrew yang belum menyebutkan total biaya investasi smelter.

Sebagai informasi, smelter adalah fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi meningkatkan kandungan logam. Smelter akan memurnikan logam dari mineral ikutan hingga mencapai tingkat yang memenuhi standar sebagai bahan baku produk akhir. Untuk nikel, industri pengolahan dan pemurnian bijih nikel biasanya menghasilkan Ferro Nikel (FeNi). Produk ini sudah memiliki nilai tambah dibandingkan nikel mentah.

Wali Kota Balikpapan, Rahmad Masud, mendukung penuh rencana PT MMP. Kawasan Kariangau, sebut Rahmad, memang diperuntukkan bagi industri. Yang penting, seluruh perizinan mendirikan pabrik mengolah sumber daya alam bisa dipenuhi PT MMP.

“Ada 5 ribu hektare lahan di Kariangau untuk industri. Silakan, siapa saja boleh masuk. Tapi tentunya harus memiliki kelengkapan perizinan,” ujar Wali Kota.

Rahmad yakin, Balikpapan adalah lokasi yang ideal bagi banyak perusahaan dan industri. Oleh karena itu, dia mengimbau seluruh investor tidak ragu berinvestasi di Kota Minyak. Dengan begitu, pendapatan asli daerah Balikpapan diyakini ikut bertambah, termasuk perekonomian pun menggeliat.

“Balikpapan sebagai pintu gerbang ibu kota negara yang baru, diharapkan semakin banyak perusahaan berinvestasi di sini,” seru Rahmad.

Kawasan Industri Kariangau berlokasi di Kelurahan Kariangau, Balikpapan Barat yang selanjutnya dikembangkan hingga ke Pulau Balang. Kawasan ini strategis karena di Teluk Balikpapan yang berhadapan langsung dengan Selat Makassar, bagian dari Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI II). Posisi strategis tersebut memudahkan dalam mobilisasi barang untuk tujuan domestik maupun mancanegara (ekspor-impor).

Menurut siaran Dinas Koperasi, UMKM, dan Perindustrian Balikpapan, kedalaman laut Teluk Balikpapan dapat dilalui dengan kapal berkapasitas hingga 50 ribu ton. Kawasan Industri Kariangau dibangun untuk mengakomodasi industri kimia, batu bara, pengolahan kayu, pengeboran minyak, pupuk, dan aneka industri lain. Kawasan industri ini sudah didukung infrastruktur terminal peti kemas, pembangkit tenaga listrik, jalan akses, jembatan, dan jalan tol.

KHAWATIR DAMPAK LINGKUNGAN
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kaltim, Pradarma Rupang, punya pandangan berbeda mengenai rencana smelter nikel di Kariangau. Jika pabrik tersebut terealisasi, dia yakin, aktivitas Teluk Balikpapan di kawasan Kariangau terganggu. Kehadiran smelter nikel akan mengundang banyak kapal berdatangan.

Dia mencontohkan kasus tumpahan minyak pada 2018 silam. Saat itu, pipa saluran minyak mentah milik Pertamina pecah akibat dihantam jangkar kapal MV Ever Judger berbendera Panama. Akibat tumpahan minyak tersebut, Teluk Balikpapan tercemar dan lima orang meninggal dunia. Ganti-rugi atas kasus tersebut pun masih belum jelas. Sampai saat ini, Jatam Kaltim bersama koalisi masih menggugat ganti-rugi kasus tersebut melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi.

“Semakin padat aktivitas kapal, tentunya potensi kecelakaan yang sama juga semakin besar,” jelas Rupang.

Smelter nikel juga dikhawatirkan merusak ekosistem Teluk Balikpapan. Tidak menutup kemungkinan, limbah pabrik dibuang ke laut atau ke tempat yang tidak semestinya. Andaikata itu terjadi, lingkungan Teluk Balikpapan bakal tercemar. Aktivitas nelayan dapat terganggu karena biota lautnya tercemar.

Jatam Kaltim menyebut, proyek smelter nikel di Kariangau tidak bisa dilepaskan dari rencana pemindahan ibu kota negara ke Kaltim. Dalam proyek IKN, ada program transportasi listrik yang menggunakan baterai. Program tersebut dinilai Jatam masih tidak mengedepankan energi yang ramah lingkungan karena masih mengandalkan sumber daya alam.

“Jika sampai smelter itu berdiri, pemda setempat jelas tidak mementingkan masyarakatnya,” kritik Rupang. Dia meminta pihak terkait membuka analisis dampak lingkungan atau amdal smelter nikel di Kariangau secara transparan. Jatam mengaku, belum pernah melihat dokumen lingkungan tersebut. Hanya dengan keterbukaan amdal, terangnya, dampak negatif dari smelter nikel bisa diminimalisasi. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti