BALIKPAPAN – Herman, bukan nama sebenarnya, pertama kali bertemu Aditya Dwi Febrianto, 36 tahun, di Balikpapan pada November 2020. Saat itu, Aditya mengenakan kalung dengan mata lencana bertuliskan penyidik. Ada pula sebuah pistol hitam terselip di pinggang belakangnya.
Melihat penampilan tersebut, Herman merasa yakin Aditya petugas kepolisian. Pertemuan itupun berakhir dengan jalinan pertemanan antara keduanya.
Sebulan kemudian, Aditya yang masih mengenakan kalung lencana, bertandang ke kediaman Herman di Apartemen Green Valley, Balikpapan Tengah. Dalam sebuah diskusi ringan, Herman mempertanyakan pekerjaan Aditya. Kepada lelaki 41 tahun tersebut, Aditya mengaku sebagai anggota Densus 88.
Singkat cerita, puncak dari pertemuan tersebut adalah terjalinnya kesepakatan Herman dan Aditya melakukan bisnis jual-beli mobil.
Jumat, 26 Maret 2021, pukul 11 siang, Aditya, dengan kalung lencananya, kembali menemui Herman di apartemen tersebut. Sambil mengeluarkan pistol dari tasnya, ia minta uang sebesar Rp 40 juta kepada Herman. Alasannya, untuk membayar Propam. Jika tidak dibayarkan, Aditya berdalih kariernya sebagai Densus 88 akan hancur.
Tapi, Herman menolak mengabulkan permintaan tersebut. Penolakan ini membuat Aditya naik darah. Tanpa aba-aba, ia menendang sekali kepala Herman. Aditya juga memukul wajah lelaki asal Banjarmasin itu tiga kali. Kemudian ia menodongkan pistol ke kepala Herman sambil berkata, “Awas kamu! Kalau tidak ada dananya, saya matikan kamu. Saya beri waktu sampai malam.” Setelah itu Aditya pergi.
Ancaman tersebut betul-betul membuat Herman ketakutan. Selang 8 jam setelah kedatangan Aditya, Herman uang Rp 5 juta via transfer bank. Akan tetapi, uang yang diberikan tidak membuat Aditya. Pria berpostur sekitar 165 sentimeter tersebut kembali menemui Herman di apartemen sambil menenteng paralon pada pukul 08.30 Wita.
Ketika bertemu, Aditya langsung menghujani tubuh Herman dengan pipa plastik tersebut sampai patah. Belum puas, ia mengambil batang sapu lalu dipukulkan ke tubuh Herman berkali-kali. Mendapat serang tersebut, Herman hanya pasrah. Ia pun menjanjikan mengirimkan uang lagi. Mendapat tawaran tersebut, Aditya menghentikan biadabnya. Ia lalu pergi.
Setengah jam kemudian, sambil menahan sakit di sekujur tubuhnya, Herman kembali mentransfer uang senilai Rp 2 juta ke rekening Aditya. Keesokan harinya, ia mengirimkan lagi Rp 1,5 juta. Total, sudah Rp 8,5 juta duit Herman diterima Aditya.
Beberapa hari kemudian, Herman melaporkan semua kejahatan Aditya terhadap dirinya kepada Kepolisian Sektor Balikpapan Utara. Seluruh kronologis perkara ini disampaikan oleh Kepala Polsek Balikpapan Utara, Komisaris Polisi Danang Aries Susanto. “Benar, kami telah mendapat laporan dari korban bahwa korban pemerasan, penipuan, dan penganiayaan, oleh orang yang mengaku sebagai polisi,” kata Kompol Danang, Rabu, 12 Mei 2021.
Berangkat dari laporan tersebut, kepolisian menangkap Aditya, beberapa hari lalu. Ia lalu dibawa petugas ke Markas Polsek Balikpapan Utara untuk diperiksa lebih lanjut. Dari pemeriksaan inilah terungkap bahwa Aditya bukan anggota Densus 88. Danang menyebut, penipuan yang dilakukan pria tanpa pekerjaan itu tak hanya memakan satu korban. “Selain mengaku anggota Densus 88, tersangka juga mengaku anggota Kopassus,” ungkap Danang.
Petugas juga telah mengamankan pistol, lencana penyidik, kartu anggota Perbakin, dan buku tabung, milik Aditya. Selain itu, paralon 1 meter dan gagang sapu yang digunakan pelaku melukai korbannya, serta uang tunai Rp 8,5, turut diamankan pkaltietugas. Semua barang tersebut akan dijadikan alat bukti di persidangan nanti. “Lencana penyidik dan pistol jenis air soft gun colt defender seri 90, dibeli tersangka secara online,” sebut Danang.
Ditemui di Mapolsek Balikpapa Utara, Aditya enggan berkomentar terkait kasus yang menjeratnya ini. Ia menutup mulutnya rapat-rapat ketika dicecar pertanyaan oleh awak media. Kini, dia meringkuk di sel tahanan Mapolsek Balikpapan Utara. Ia dijerat pasal 368 juncto pasal 378 dan pasal 351 ayat 1 KUHP. Dengan ancaman hukuman sekitar 9 tahun penjara. (kk)