spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Delta Mahakam Makin Merana, Alih Fungsi Mangrove Menjadi Tambak Udang Tak Terkendali

Hutan mangrove seluas 150 hektare di Delta Mahakam, pesisir Kutai Kartanegara, kian memprihatinkan. Saat fungsinya sangat diperlukan untuk mengurangi gas emisi karbon, tutupan lahan malah terus bertambah. Pertambakan disinyalir jadi musabab daerah dengan 42 pulau kecil di mulut delta itu mengalami deforestasi.

Peneliti Madya Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa, Tien Wahyuni mengatakan,  keterbukaan hutan mangrove di Delta Mahakam sudah terlampau tinggi. Untuk mengatasi itu, kata Tien, perlu kerja sama antar-pihak.

“Enggak bisa diselesaikan satu lembaga saja. Atau masyarakat saja, atau pemerintah saja,” tutur Tien setelah Deklarasi Kesepakatan Pelestarian Ekosistem Bentang Lahan Delta Mahakam di Muara Badak, Kukar, Senin (26/7/2021).

Pernyataan itu bukan tanpa dasar. Faktanya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menemukan berbagai fase perubahan lahan di daerah tersebut.

Namun, deforestasi dan degradasi hutan mangrove mulai terjadi awal 1980. Ditandai maraknya alih fungsi lahan menjadi tambak budi daya udang. Puncak deforestasi terjadi pada medio 2001. Sekitar 74.863 hektare hutan telah menjadi pertambakan. Hampir setengah luasan lahan itu telah menjadi tambak.

Permasalahan hutan mangrove di Delta Mahakam pun makin serius. Padahal, lanjut Tien, Delta Mahakam merupakan salah satu kawasan demonstration area yang diperhitungkan untuk program penurunan emisi di Kaltim.

Selama 1980-2001, hutan mangrove di sana lenyap sekitar 3.183 hektare per tahun. Setara dengan terlepasnya 0,4 teragram of Co2 equivalent per tahun (Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, KKP dan KLHK, 2017, hlm 103).

Menurunnya fungsi hutan sebagai penyerapan dan penyimpan karbon pun tak terhindarkan. Meningkatnya alih fungsi lahan hutan diikuti meningkatnya emisi karbon ke atmosfer bumi. Menyebabkan gas rumah kaca di atmosfer bumi kian padat hingga perubahan iklim sukar terbendung (Safeguards Sosial dan Lingkungan Tambak Ramah Lingkungan untuk Penurunan Emisi di Delta Mahakam Kutai Kartanegara, IPB Press, 2020, hlm 3).

Tien berpendapat, kerja sama antar pihak harus dilakukan mengatasi permasalahan tersebut. Terlebih, kondisi tambak setempat disebut kurang ramah lingkungan. “Itu harus terus menerus. Tidak Bisa diselesaikan satu kali,” lanjut Tien kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com.

Konsep kolaborasi menyelamatkan kawasan itu sudah dilakukan sejak 2017. Berbagai pihak terlibat saling membantu memitigasi permasalahan di Delta Mahakam. Salah satu upaya dilakukan dengan menyosialisasikan silvofishery, metode budi daya tambak udang yang ramah lingkungan. “Menghadapi penambak itu kan tidak mudah. Sosialisasi pelan-pelan dilakukan,” katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPRD Kaltim yang juga Ketua Ikatan Penyuluh Perikanan Indonesia Kaltim, Baharuddin Demu, turut mengapresiasi upaya memperkenalkan metode ramah lingkungan terhadap pembudi daya setempat. Mengingat, sektor perikanan menempatkan posisi tertinggi mata pencaharian lokal.

“Nah, sekarang kita berusaha paling tidak apa yang kita lakukan bisa menghasilkan output dalam jangka menengah untuk hasil akhir pembangunan hijau berkelanjutan,” kata Demu.

Meski demikian, diakui pendekatan kepada petambak untuk menerapkan pola silvofishery, sangat memerlukan proses. Namun setidaknya, kata dia, ada perkembangan budi daya dari yang tidak ramah lingkungan menjadi ramah lingkungan. “Nah itu, beberapa orang yang melaksanakan sudah merasakan. Itu perubahan perilaku butuh proses,” kata Demu.

Kendati demikian, Demu menyebutkan tidak terpaku dengan sistem itu saja. Yang terpenting menurutnya, keberlanjutan tambak dan hutan bisa berjalan. Dalam kolaborasi juga tidak boleh ada yang mendominasi, harus saling bekerja sama.

“Oleh karena itu kita mendesain agar bisa survive. Jadi pola silvofishery tidak terpaku. Kita harus sesuaikan jenis tanah. Kalau tambak sudah terlalu dalam kita tanam mangrove akan sulit. Kita harus liat dan petakan lansekap,” tutupnya. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti