Beranda OPINI Darurat Kekerasan dan Pelecehan Seksual bagi Perempuan di Indonesia

Darurat Kekerasan dan Pelecehan Seksual bagi Perempuan di Indonesia

0
Zahrotunnisa Wahyu Dharmawati

Dapat kita ketahui bersama bahwa kasus kekerasan dan pelecehan seksual bagi perempuan sangat ramai diberitakan berbagai media di Indonesia. Pemberitaan ini tiada henti-hentinya terkuak dan menjadi viral di tengah masyarakat.

Satu kasus terkuak ke media, tidak berselang lama kemudian kasus lainnya muncul. Seakan tersirat bahwa sebenarnya kasus ini sangat banyak terjadi. Namun, tinggal menunggu waktu saja kasus-kasus tersebut akan bermunculan dan viral.

Sebelum membahas lebih lanjut, mari ketahui terlebih dahulu apa pengertian dan perbedaan antara kekerasan seksual dan pelecehan seksual itu sendiri. Menurut naskah Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual oleh Komnas Perempuan menyebutkan bahwa kekerasan seksual memiliki arti perbuatan yang dilakukan oleh individu berupa tindakan tidak senonoh seperti menghina, merendahkan atau menghina terhadap tubuh terkait hasrat seksual seseorang atau fungsi reproduksi yang bertentangan dengan kehendak seseorang.

Kekerasan seksual sendiri sudah sudah pasti ada kontak fisik antara pelaku dan korban. Sedangkan pelecehan seksual sendiri merupakan bagian dari jenis kekerasan seksual yang bisa terjadi secara verbal, non verbal, maupun fisik.

Kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan Indonesia tidak akan pernah tertangani dengan baik dan mendapatkan keadilan sesuai berlakunya hukum di Indonesia jika kasus tersebut belum viral di tengah-tengah masyarakat.

Bahkan kerap kali kasus ini tidak mendapatkan respons serius dari pihak kepolisian ketika kasus ini pertama kali di laporkan. Selain itu, tak jarang pelaku terkait merupakan seorang yang terkenal memiliki pengaruh, kuasa atau kenalan orang hukum, atau yang biasa disebut “orang dalam” yang menyebabkan pelaku dengan mudah menyuap aparat agar kasus yang sedang menjerat dirinya tidak ditindak lanjut dan masalah dapat diselesaikan secara kekeluargaan.

Nyatanya bukan cara kekeluargaan yang dilakukan, melainkan berupa tekanan atau ancaman yang diberikan pelaku kepada korban agar kasus ini tidak perlu diperpanjang dan korban bisa menutup atau mencabut laporan kasusnya.

Seperti contoh kasus yang sempat viral beberapa waktu ini, yakni kasus seorang mahasiwa lulusan Universitas Brawijaya Malang, Novia Widyasari Rahayu yang ditemukan meninggal di samping makam sang ayah di Mojokerto.

Almarhumah Novia memutuskan mengakhiri hidupnya sendiri akibat frustasi tidak mendapatkan keadilan dan tanggung jawab dari sang pacar, Randy serta keluarganya akibat telah di perkosa oleh sang pacar dengan diberikan obat tidur hingga akhirnya Novia hamil.

Bukannya mendapatkan pertanggung jawaban dari sang pacar dan keluarga, dirinya justru disuruh untuk menggugurkan kandungannya. Usut punya usut sebelum kasus ini viral di media sosial, Novia sempat melaporkan kasusnya kepada aparat terkait untuk mendapatkan keadilan. Namun kasus yang ia laporkan tidak kunjung berlanjut hingga akhirnya Novia merasa perjuangannya sia-sia saja.

Sampai akhirnya ia memutuskan menuliskan kisahnya di media sosial dan menjadi viral saat ia sudah memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

Mirisnya, ketika kasus ini viral, barulah pihak kepolisian turun tangan menangani kasus ini dengan sigap. Namun baru-baru ini muncul sebuah fakta mengejutkan bahwa Randy sang pelaku pelecehan terhadap Novia tidak masuk dalam penjara untuk menjalani hukumannya, melainkan hanya sebagai formalitas yang ditunjukkan kepada masyarakat bahwa ia sudah mendapatkan hukuman sesuai dengan perlakuan yang ia perbuat.

Faktanya tidak. Karena keluarga dari Rendy memiliki pengaruh yang cukup kuat untuk tidak memperpanjang kasus ini dikarenakan sang ayah merupakan anggota DPRD Pasuruan dan sang kakak merupakan orang yang paham hukum di salah satu institusi hukum.

Inilah yang menunjukkan bahwa hukum di Indonesia masih sangat lemah dan longgar bahkan cenderung memihak pada siapa saja yang memiliki uang. Karena dengan mudahnya hukuman yang kamu dapatkan akan menjadi ringan dengan syarat kamu memiliki uang lebih yang sudah dipersiapkan. Sehingga orang yang berjuang akan kelah dengan uang yang beruang.

Dengan semakin maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual bagi perempuan terutama anak-anak di Indonesia, diharapkan  pemerintah dan aparat penegak hukum dapat menegakkan kembali aturan hukum terkait pelecehan dan kekerasan seksual serta menindak dengan tegas kasus pelecehan dan kekerasan seksual bagi perempuan tanpa memandang status jabatan atau kekuasaan yang dimiliki pelaku.

Jangan menunggu kecaman, demo, dan kemarahan dari masyarakat dahulu baru kemudian kasus tersebut benar-benar ditindak lanjuti. Buktikan bahwa asas sila ke 5 Pancasila masih dipegang teguh dan dijalankan oleh para pemimpin dan aparat penegak hukum negeri ini.

Selain itu, diharapkan pemerintah memberikan perhatian khusus dalam penanganan penyelesaian kasus-kasus yang terjadi, agar presentase kasus ini dapat berkurang karena telah tertangani dengan baik. (**)

Oleh: Zahrotunnisa Wahyu Dharmawati; Mahasiswi Fakultas Psikologi, Jurusan Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang, tinggal di Kota Bontang

TIDAK ADA KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Exit mobile version