TENGGARONG – Danau Muara Siran di Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara, disebut memiliki panorama yang indah. Bahkan, ada saja wisatawan yang membandingkan danau seluas 9.000 hektare itu dengan Pulau Raja Ampat, Papua Barat. Namun sayang, Danau Muara Siran belum dikelola dengan baik sehingga potensi ekonominya belum dimanfaatkan secara maksimal.
Danau Muara Siran berada sejauh 131 kilometer dari Tenggarong, ibu kota Kukar. Menggunakan transportasi darat dari Tenggarong, butuh empat jam untuk mencapai Muara Kaman. Setiba di Muara Kaman, perjalanan ke Danau Muara Siran dilanjutkan menggunakan transportasi air dengan durasi 30 menit.
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Muara Siran, Rodi Hartono, 34 tahun, membeberkan, warga setempat menyebut Danau Muara Siran dengan sebutan Resau Malang. Sebutan ini datang dari pandan yang tumbuh di sejumlah titik di tengah danau dengan posisi melintang berjejer. Tumbuhan tersebut dikabarkan sudah ada sejak 1982 silam.
“Kalau dilihat dari atas, kelihatan seperti pulau. Nah, ini yang membuatnya mirip seperti Raja Ampat. Pemandangan sunrise dan sunset-nya juga bagus, lho,” kata Rodi kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, Jumat, 17 Desember 2021.
Rodi menerangkan, Danau Muara Siran belum diresmikan oleh pihak berwenang sebagai objek wisata. Warga lokal yang mengelolanya secara swadaya. Tapi, fasilitas penunjangnya belum memadai. Padahal, wisatawan yang berkunjung ke danau tersebut dilaporkan sangat banyak. Bahkan, wisatawan mancanegara juga datang berkunjung.
“Wisatawan dari Thailand dan Jerman pernah datang ke sini,” sebut Rodi. Berdasarkan informasi yang dihimpunnya, manajemen pengelolaan Danau Muara Siran akan dimatangkan pada Maret 2022 nanti.
Selain wisata air, sambungnya, Danau Muara Siran juga memiliki wisata susur hutan gambut. Hutan gambut tumbuh subur di sekeliling danau. Pengunjung bisa berkeliling danau dengan menggunakan rakit terapung seluas 10×10 meter yang disediakan warga. Rakit terapung itu bisa menampung 30 orang dan bisa digunakan beristirahat serta menginap. Ada juga perahu dayung berkapasitas dua penumpang.
Pokdarwis Desa Muara Siran memunculkan potensi ekonomi danau tersebut agar desanya menjadi wisata baru. Dengan begitu, ekonomi masyarakat setempat juga ikut meningkat. “Tujuan dari ini semua untuk mengenalkan desa kami dan menciptakan lapangan pekerjaan,” terang Rodi.
Pada kesempatan yang berbeda, Camat Muara Kaman, Surya Agus, menyebut, potensi wisata di kecamatannya memang banyak. Wisata sejarah dan budaya pun ada di sana. Sebut saja Museum Muara Kaman yang menyimpan replika prasasti yupa dan lesong batu peninggalan Kerajaan Martadipura, kerajaan tertua di Indonesia. Titik nol khatulistiwa pun disebut ada di Muara Kaman.
Akan tetapi, Camat Surya mengakui, belum bisa mengembangkan potensi wisata di daerahnya karena memiliki keterbatasan kewenangan. Itu pula yang membuat infrastruktur jalan darat di sana belum memadai. “Kami tidak bisa membuka peluang tanpa bantuan pihak lain,” bebernya.
Ia menyerahkan pengembangan wisata di Muara Kaman kepada perangkat desa dan warga. Tanpa adanya inisiatif dan kesadaran dari warga, potensi wisata akan sulit tumbuh dan berkembang. Meski demikian, pemerintah kecamatan dipastikan ikut berperan dalam hal menyosialisasikan objek wisata yang ada di desa.
“Kendala kami juga anggaran. Tapi, terkait infrastruktur jalan, akan kami usulkan kepada pemerintah kabupaten,” tutup Camat Muara Kaman. (kk)