spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Cerita Nakes, Ikhlas Bekerja Meski Takut Pulang Bawa Virus

Pandemi Covid-19 belum berakhir. Untuk menekan laju penyebaran virus berbahaya ini, pemerintah gencar melakukan vaksinasi. Tenaga kesehatan (nakes) menjadi garda terdepan dalam pelaksanaan vaksinasi kepada masyarakat. Bagaimana pengalaman mereka?

Sukmawati salah satu tenaga kesehatan (nakes) yang tak mendapat “keistimewaan“ bekerja di rumah agar tak terpapar Covid-19. Nakes di salah satu rumah sakit swasta yang menjadi rujukan pasien Covid-19 itu tetap bekerja, meski terus-terusan dihantui rasa waswas.

Sukma yang sudah 5 tahun menjadi tenaga kesehatan itu bertugas memeriksa masyarakat yang ingin melakukan pengecekan Covid-19 melalui tes antigen maupun PCR (polymerase chain reaction). Ketakutan terbesar Sukma bukanlah ketika memeriksa pasien. Ia cemas bila secara tak sengaja membawa virus ke dalam rumah.

“Khawatir banget (bawa virus dari rumah sakit ke rumah, Red.), saya punya orangtua yang komorbid (penyakit penyerta, Red.),” kata lulusan Akademi Keperawatan (Akper) Angin Mammiri Makassar kepada Media Kaltim, Jumat (3/12/2021).

Menjadi vaksinator merupakan pengalaman baru bagi Sukma. Ibu satu anak ini masuk sebagai tim vaksinator Puskesmas Sangatta Utara, Kutai Timur. Berbagai hal dialami selama menyuntikkan vaksin kepada masyarakat. Terutama saat menghadapi para lansia.

“Suka selama menjalani tugas sebagai vaksinator bisa banyak bertemu orang. Kemudian rata-rata bertemu orang ada yang takut, ada yang senang, dan ada yang memang membutuhkan vaksin itu,” kata perempuan berusia 29 tahun ini.

Sukma mengatakan, ada orang yang seharusnya dapat vaksin, tapi orang tersebut tak mau divaksin. Kadang kala itu menjadi masalah tim vaksinator. Alasan tak mau di vaksin cukup beragam. Di antaranya orang itu ragu dengan kandungan vaksin Covid-19.

“Kalau duka tak terlalu banyak, lebih banyak sukanya. Kami pernah menemukan beberapa peserta yang ketakutan berlebihan (saat disuntik, Red). Ada juga dari tenaga kesehatan. Akhirnya juga tetap divaksin walupun dengan keadaan menjerit-jerit dan menolak,” cerita istri dari Ical ini.

Dia mempunyai cara untuk mengatasi penolakan calon penerima vaksin. Di antaranya vaksinator menjelaskan manfaat vaksin. Khusus tenaga kesehatan yang berhubungan dengan orang lain, pastikan dulu diri mereka sendiri sehat. Kalau diri mereka sehat dan terlindungi, maka mereka bisa memberikan jaminan  pelayanan terbaik kepada orang lain.

“Intinya sehatkan diri sendiri, kuatkan diri sendiri, lindungi diri sendiri dulu, sebelum kita melindungi orang lain,” sebut warga Kelurahan Teluk Lingga, Kecamatan Sangatta Utara, Kutai Timur itu.

Selama bertugas sebagai vaksinator, Sukma mengakui pernah menemukan peserta vaksin yang melakukan kontak dengan orang terkonfirmasi Covid-19. “Tetapi setelah dicek hasilnya negatif,” ucapnya. Seseorang yang terkonfirmasi Covid-19 tambahnya, bisa divaksin setelah melewati tiga bulan masa pemulihan.

Dia mengaku ada pengalaman tersendiri ketika melakukan vaksin kepada para lansia. Untuk menghadapi para lansia katanya, harus ekstra sabar dan telaten. “Ya seperti ketika menghadapi nenek atau kakek sendiri,” ungkap wanita berhijab itu.

Apalagi, setiap lansia memiliki kondisi kesehatan yang tidak sama. Misalnya, ada beberapa lansia yang pendengarannya sudah tidak tajam lagi, sehingga untuk berkomunikasi agak sulit. Maka, setiap kali divaksinasi ada pendamping. Entah itu anaknya ataupun cucunya.

“Tujuannya untuk membantu komunikasi antara kami (vaksinator, Red.) dengan lansia,” terangnya. Penanganan lansia tambahnya, berbeda dengan sasaran vaksinasi lainnya yang berusia lebih muda. Untuk lansia katanya, butuh pemahaman terlebih dulu agar proses vaksinasi lancar. (ref)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti