BONTANG – Aktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dikelola PT Graha Power Kaltim (GPK) diprotes warga sekitar, karena menimbulkan polusi udara.
Warga menilai, debu batu bara yang dihasilkan membuat lingkungan mereka tercemar hingga mengancam kesehatan.
Sejumlah warga akhirnya menggelar aksi pada Senin (4/10/2021) di depan pabrik PT GPK. Aksi tersebut kemudian ditindaklanjuti Komisi III DPRD Bontang yang melakukan kunjungan ke perusahaan yang berlokasi di kawasan Teluk Kadere, Kelurahan Bontang Lestari, Kecamatan Bontang selatan itu pada Selasa (5/10/2021) .
Ahmad Zainal Abidin, Ketua RT 15 Bontang Lestari mengatakan, polusi debu batu bara sudah dirasakan warga sejak perusahaan berdiri akhir 2019. Hal itu membuat warga tidak nyaman dan merasa terancam kesehatannya. “Debunya kena mata saja perih apalagi masuk ke pernafasan. Bahkan sampai masuk ke rumah. Nasi dan air kami juga jadi hitam,” ungkapnya saat dikonfirmasi.
Untuk itu, dirinya dan warga setempat menuntut kompensasi kesehatan dari perusahaan. Untuk lebih praktis, kompensasi bisa diberikan dalam bentuk uang tunai. Sebab dengan berbentuk uang, kata dia, warga bisa lebih mudah memanfaatkannya. “Kalau bentuk tindakan yang lain dikhawatirkan jawabannya menunggu manajemen dulu. Berbeda jika diberikan uang. Warga bisa menanggulangi sendiri dampak yang mereka hirup,” bebernya.
Terpisah, Anwar Sadat, Kabid Peningkatan Kapasitas dan Penegakan Hukum Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bontang mengaku pihaknya sudah beberapa kali menerima laporan warga terkait masalah polusi dan kebisingan yang dihasilkan PT GPK. Namun begitu, dari hasil uji sampling yang mereka lakukan, limbah debu dan kebisingan dinilai masih di bawah baku mutu.
Sadat membeberkan, DLH Bontang hanya memiliki kewenangan memonitoring. Terkait mengeluarkan rekomendasi, hal itu menjadi kewenangan DLH Provinsi Kaltim. Beberapa rekomendasi yang telah dikeluarkan DLH Kaltim, kata dia, di antaranya memasang penyemprot (sprinkler) air, hingga menambah pohon yang bersifat menyerap polutan sehingga bisa mengurangi debu. “Beberapa pohon yang sudah ditanam mati. Jadi pohonnya yang harus ditambah untuk mengganti yang mati,” pintanya.
Sementara itu, Agus selaku Humas PT GPK mengklaim, selama ini pihaknya selalu rutin berkoordinasi melaporkan aktivitas mereka ke DLH Bontang. Perusahaan juga beroperasi sesuai rekomendasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
PROTES TAK AKOMODIR TENAGA KERJA LOKAL
Selain masalah pencemaran lingkungan, warga setempat juga memprotes aksi PT GPK yang tidak mengakomodasi warga setempat untuk bekerja di perusahaan tersebut. Juhari, salah satu warga RT 15 Bontang Lestari mengatakan, dirinya sempat dipekerjakan beberapa bulan namun kemudian dirumahkan. “Awalnya dijanjikan cuma sebulan dirumahkan. Ternyata berlanjut sampai tiga bulan,” sebutnya.
Kondisi ini juga dibenarkan Ahmad Zainal Abidin. Menurut dia, bulan lalu warganya yang dipekerjakan sekitar 15 orang. Namun saat ini tersisa 6 orang saja. Hal ini kata dia, tidak sesuai dengan aturan, yang mana perusahaan harus mengakomodasi 70 persen tenaga kerja lokal, dalam hal ini warga setempat. Menanggapi hal itu, Agus menyampaikan jika permasalah itu akan disampaikan kepada pihak manajemen perusahaan. (bms)