Rumah Makan (RM) Tahu Sumedang di jalan poros Balikpapan-Samarinda begitu familier bagi warga Kaltim. Setelah bertubi-tubi diadang persoalan, manajemen RM Tahu Sumedang mulai membangun strategi di tengah pandemi dan Tol Balsam yang bertarif.
WAKTU menunjukkan pukul 14.53 Wita. Rabu (24/6), hujan mengguyur di kawasan Kecamatan Samboja, Kukar. Aktivitas RM Tahu Sumedang yang berada di Kilometer 50, Jalan Soekarno-Hatta, poros Samarinda-Balikpapan mulai berdenyut.
Dua belas mobil milik pengunjung terparkir di halaman rumah makan. Sejumlah protokol kesehatan Covid-19 juga terlihat di RM Tahu Sumedang. Fasilitas tempat cuci tangan, imbauan menggunakan masker, hingga pembatasan jarak antarpengunjung disampaikan melalui tulisan.
Baru beberapa pekan terakhir, denyut nadi RM Tahu Sumedang terasa. Meski belum benar-benar “sehat”, aktivitas ekonomi di RM Sumedang ini cukup terasa setelah tarif Tol Balsam ditetapkan. Sebagaimana diketahui, warga hilir mudik dari Balikpapan ke Samarinda maupun sebaliknya.
Mereka memilih menggunakan jalan Tol Balsam yang gratis karena dianggap lebih efisien. Sementara jalan poros Bukit Soeharto terbilang sepi. “Alhamdulillah, sudah mulai ramai saat ini. Semenjak tol ada tarifnya, masyarakat sepertinya banyak menggunakan jalan poros yang lama,” kata Nanang, pengelola RM Tahu Sumedang.
Nanang menyebutkan, saat ini omzet RM Tahu Sumedang tersisa 30 persen dari kondisi normal. Saat tol Balsam masih gratis, jumlah omzet hanya sekitar 10 persen. Sementara karyawan yang dipekerjakan juga mengalami efisiensi.
Yaitu hanya 29 orang. Dari sebelumnya, jumlah karyawan sekitar 170 karyawan. “Kami memang menyiasati untuk bertahan, dengan mempekerjakan karyawan dengan lebih efisien. Ada juga warga lokal yang bantu-bantu,” tambahnya.
Sebenarnya, sejak Bandara APT Pranoto beroperasi Oktober 2018 lalu, efisiensi mulai dilakukan manajemen RM Tahu Sumedang. Dari 170 karyawan, disusutkan menjadi 140 orang. Pekerja yang dikurangi sebagian besar berkaitan dengan urusan dapur.
Sementara urusan perawatan dan kebersihan masih dipertahankan. Tak cukup sampai di situ. RM Tahu Sumedang kembali dihadapkan dengan beroperasinya Tol Balsam akhir Desember lalu. Omzetnya pun merosot dan tersisa 10–25 persen.
“Mau tidak mau, efisiensi gelombang kedua kembali dilakukan. Jumlah karyawan kini tersisa 90 orang,” ujarnya.
Pria yang sudah belasan tahun dipercaya mengelola rumah makan tersebut menyebut, sudah memperkirakan kondisi yang terjadi saat ini. Apalagi pelanggan rumah makan itu adalah pengguna jalan poros, termasuk penumpang Bandara SAMS Sepinggan Balikpapan.
Pada akhir pekan, seperti Minggu, jumlah tamu masih lumayan. Berkisar 50 persen dari biasanya. Tak hanya berpengaruh bagi para karyawan, RM Tahu Sumedang akhirnya terpaksa mengurangi pembelian bahan baku dari masyarakat, seperti buah dan sayur-mayur.
Berkurangnya pelanggan Tahu Sumedang juga berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Kukar melalui pajak restoran. RM Tahu Sumedang sebelumnya menjadi pilot project pembayaran pajak restoran.
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kukar memasang aplikasi Layanan Informasi Pelaporan Pajak Restoran (LAI-PORE) di mesin kasir. Jadi, setiap transaksi akan menghitung secara otomatis jumlah pajak restoran yang dibayarkan pelanggan. Pembayaran jumlah pajak dari rumah makan kepada pemerintah pun menjadi lebih transparan.
Pajak restoran telah diatur dalam Undang-Undang 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 1 Ayat 22 yang menyatakan bahwa pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Oleh: Muhammad Rifqi, Tenggarong. (*/kri/k16)
Sumber: prokal.co