SAMARINDA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengumumkan penemuan sumber gas hydrocarbon di sumur explorasi-appraisal Maha-2 di laut Lepas Kaltim. Diklaim sebagai tangkapan big fish alias temuan besar pada 2021 oleh perusahaan Eni.
Melalui afiliasinya, Eni West Ganal menemukan gas hydrocarbon dengan ketebalan lapisan 43 meter selama pengeboran 16 April hingga 12 Mei 2021. Senyawa kimia tersebut memiliki karakteristik reservoir yang sangat baik dari zaman pliosen, suatu masa yang berlangsung 5,33 hingga 1,80 juta tahun lalu.
Berdasarkan hasil production test yang dibatasi surface facility, sumur yang dibor memiliki kedalaman 2.970 meter dengan kedalaman di bawah air 1.115 meter. Dari pengeboran, diperoleh pencatatan aliran gas sebesar 34 juta standard kubik per hari atau million standard cubic feet per day (MMscfd).
Deputi Operasi yang juga Plt Deputi Perencanaan SKK Migas, Julius Wiratno, menghimpun data penting berdasarkan pengujian dan coring reservoir dari temuan tersebut. Diharapkan dapat mendukung studi persiapan rencana pengembangan Lapangan Maha, di mana dua sumur appraisal lainnya direncanakan akan dibor.
“Oleh karena itu kami mendorong Eni segera melakukan langkah lanjutan sampai tahapan plan of development (PoD) agar lapangan itu segera diproduksikan dan menambah neraca gas nasional,” imbuhnya.
Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima kaltimkece.id (jaringan mediakaltim.com), dari SKK Migas disebutkan, Eni adalah operator Blok West Ganal melalui afiliasi Eni West Ganal Limited, pemegang 40 persen participating interest (PI). Lainnya adalah Nepture Energy West Ganal BV dan PT Pertamina Hulu West Ganal, masing-masing pemegang 30 persen.
“Eni beroperasi di Indonesia sejak 2001 dan saat ini memiliki portfolio aset yang besar di tahap eksplorasi pengembangan dan produksi,” tambah Plt Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Susana Kurniasih, melalui siaran pers Rabu pekan lalu.
Adapun Maha-2 sebagai lokasi pengeboran Blok West Ganal, seperti dijelaskan Senior Manager Relation PHI, Farah Dewi, merupakan sumur explorasi-appraisal melanjutkan sumur Maha-1 yang dibor pada 2002 oleh operator sebelumnya. Pada 2021, dilakukan pengeboran sumur Maha-2 untuk pengambilan contoh batuan (coring) dan uji produktivitas (testing). Bertujuan memastikan karakteristik reservoir yang sangat baik untuk diproduksi ke depan.
Dosen Sekolah Tinggi Teknik Minyak dan Gas Bumi (STT Migas) Balikpapan, Andry Halim, mengatakan salah satu kegunaan gas hydrocarbon adalah untuk kebutuhan listrik. Dan temuan 34 MMscfd dalam satu sumur bor, diakuinya sebagai tangkapan besar.
“Untuk satu sumur itu besar hitungnya. Kalau di darat itu hitungnya besar sekali. Tapi karena ini di deep water, tentu biaya produksinya berbeda,” jelasnya.
Rute atau laju alir 34 MMscfd jika dipergunakan untuk PLTG ekivalen, diestimasi dapat membangkitkan listrik sekitar 130-an megawatt (MW). “Kira-kira bisa untuk memenuhi 75 ribu rumah tangga atau sekitar 300 ribu jiwa penduduk. Asumsi laju alir konstan selama cadangan sesuai cadangan yang ada,” tambah Andry.
Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia Kaltim, Fajar Alam, menilai cekungan Kutai memang sudah lama miliki potensi hydrocarbon besar. Baik berupa unsur minyak dan gas secara umum. Dan kemungkinan menemukan hydrocarbon dari kedalaman berbeda di cekungan Kutai disebut masih bisa terjadi.
Cekungan Kutai sebenarnya dapat disebut pengendapan kawasan. Menyimpan banyak pengendapan sedimen yang berasal dari bagian tengah pulau Kalimantan. “Sebagian besarnya mengarah ke Tenggara dari pegunungan di tengah Kalimantan,” sebut Fajar yang juga dosen teknik geologi Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur, Sabtu (12/6/2021) malam.
“Itu menghasilkan banyak sekali endapan sedimen yang berupa empat hal; batu pasir, batu lempung, dan batu gamping ditambah dengan batubara,” sambungnya.
Semakin ke timur dari daratan Kalimantan, atau ke arah selat Malaka, sedimen dari cekungan Kutai semakin tebal. Potensi menemukan hydrocarbon pun sangat besar. Mengingat keberadaan lapisan batu pasir atau batu gamping memiliki porositas atau kesarangan cukup untuk bisa menangkap hydrocarbon yang ada dan berkembang di cekungan Kutai.
“Hydrocarbon bisa terperangkap karena ada sedimen batu pasir atau batu gamping yang diapit sedimen halus atau pada struktur geologi,” jelas Fajar. “Biasanya hal tersebut berupa lipatan dan patahan. Dan itu umum terjadi di Cekungan Kutai,” sambungnya.
Menurut Fajar, pendekatan seperti itu kerap dilakukan Belanda ketika awal eksplorasi potensi minyak atau gas bumi di Sangasanga dan Anggana, Kutai Kartanegara, ketika masih menjadi Kutai Lama. Pola itu kemudian dilanjutkan Belanda ke Balikpapan.
Dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, ia berharap akan banyak ditemukan potensi sumber gas hydrocarbon di Kaltim yang belum terungkap. (kk)