Oleh: Rasyid Ridla
Pengacara dan Ketua Forum Persaudaraan Muslim Kaltim
Sebagai orang Banjar yang sudah lama tinggal dan menetap di Kalimantan Timur (Kaltim), saya bangga dengan sejarah dan kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang kami Orang Banjar. Suku Banjar memang punya akar yang kuat di Kaltim, khususnya di wilayah seperti Samarinda dan sekitarnya. Namun, sebagai bagian dari masyarakat yang terus berkembang, saya merasa sudah saatnya kita mulai membuka diri dan melihat kenyataan bahwa Kaltim adalah rumah bagi semua orang, bukan hanya bagi satu suku atau etnis saja.
Kaltim bukan hanya tempat di mana kami, orang Banjar, tumbuh dan berkembang. Kaltim kini menjadi provinsi yang sedang mempersiapkan diri menjadi rumah bagi ibukota negara baru. Dengan pembangunan IKN di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, wajah Kaltim akan berubah secara signifikan, bukan hanya secara fisik, tetapi juga dari segi sosial dan budaya. Saya rasa, dalam menghadapi perubahan sebesar ini, kita tidak bisa lagi berpikir sempit bahwa pemimpin Kaltim harus berasal dari suku Banjar atau Kutai saja.
Sebagai provinsi yang akan segera menjadi pusat pemerintahan baru Indonesia, Kaltim adalah rumah bagi berbagai macam suku dan etnis. Menurut data, lebih dari 50% penduduk Kaltim berasal dari suku Jawa dan Bugis. Itu artinya, Kaltim sudah lama menjadi provinsi yang multi-etnis, di mana berbagai budaya hidup berdampingan dengan damai dan saling menghormati.
Saya paham, ada kekhawatiran dari sebagian orang Banjar dan Kutai bahwa posisi pemimpin harus tetap berada di tangan orang asli daerah. Namun, kita juga harus jujur bahwa saat ini, Kaltim adalah rumah bagi semua orang yang tinggal di sini, baik orang Banjar, Kutai, Jawa, Bugis, maupun suku-suku lainnya. Apalagi dengan kehadiran IKN, penduduk Kaltim akan semakin beragam, dengan datangnya para pendatang dari berbagai penjuru Indonesia yang akan ikut membangun dan menetap di sini, bahkan akan datang orang dari berbagai negara di dunia.
Dalam konteks ini, sangat penting bagi kita warga Kaltim untuk mulai memikirkan kepemimpinan di Kaltim dari perspektif yang lebih luas. Memilih pemimpin hanya berdasarkan suku atau etnis bukan lagi cara yang relevan di era modern ini. Yang kita butuhkan sekarang adalah pemimpin yang mampu menghadapi tantangan global, dan mampu membawa Kaltim ke level yang lebih tinggi, dan merangkul seluruh masyarakat, tanpa memandang latar belakang suku, etnis, agama dan golongan.
Bila hari ini dalam memilih pemimpin masih berdasarkan suku dan etnis tertentu, kita akan kehilangan banyak potensi yang saat ini kita miliki, karena yang terpenting dari seorang pemimpin adalah kemampuannya untuk mendengarkan, memahami, dan merespons apa yang menjadi keluhan seluruh masyarakat tanpa terkecuali, dan bukan hanya untuk satu golongan tertentu.
Dengan Kaltim yang akan segera menjadi pusat pemerintahan baru Indonesia, tantangan yang akan kita hadapi akan semakin besar. Mulai dari pembangunan infrastruktur dasar, pengelolaan ekonomi yang mensejahterakan seluruh Warga Kaltim, hingga penyediaan layanan publik yang merata bagi semua. Ini Dan semuanya hanya dapat dilakukan oleh seorang pemimpin yang berpikir luas dan jauh kedepan, seorang pemimpin yang bekerja keras untuk seluruh warga Kaltim tanpa membeda-bedakan kelompok etnis tertentu.
Kita membutuhkan pemimpin yang terbaik, yang siap bekerja keras untuk semua orang, tanpa memandang suku atau latar belakang budaya. Karena Kaltim adalah milik kita semua, dan pemimpinnya haruslah yang bisa memimpin semua orang dengan adil dan bijaksana. (MK)