Beranda RIZAL EFFENDI Bubur Asyura Anti-Inflasi

Bubur Asyura Anti-Inflasi

0
Pawai obor menyambut 1 Muharram di halaman Masjid Agung At Taqwa

Catatan Rizal Effendi

SETIAP makan tinutuan atau bubur manado, saya selalu teringat bubur asyura. Soalnya bahan dan olahannya hampir sama. Yang beda bubur asyura hanya ada pada perayaan bulan Muharram, Tahun Baru Islam. Terutama dilakukan umat Islam di Kalimantan, Sumatera, dan Pulau Jawa.

Perayaan memasak bubur asyura biasanya dilakukan pada hari ke-10 bulan Muharram dalam kalender Hijriyah. Asyura itu artinya kesepuluh.  Ada yang mengawali dengan puasa sunah. Puasa  asyura, yang memang dianjurkan Nabi Muhammad SAW.

“Puasa yang paling afdol setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan Allah, yaitu bulan Al-Muharram,” begitu sabda Nabi yang diriwayatkan Muslim.

Untuk membedakan puasa asyura dengan puasanya orang Yahudi, maka Nabi Muhammad SAW menambahkan hari berpuasanya pada 9 Muharram atau yang disebut dengan puasa tasu’a. Keutamaan dari puasa tasu’a dan asyura diampuni dosanya selama setahun yang lalu.

Sungguh saya merindukan makan bubur asyura. Waktu saya tinggal di Jalan Banjar, dekat jembatan Kehewanan, tak jauh dari rumah Guru Udin di Samarinda, tahun 70-an,  tradisi memasak bubur asyura sering dilaksanakan di Langgar Al Misbah.

Masing-masing warga membawa bahannya. Mulai beras, santan, labu kuning, ubi, bayam, jagung, kangkung,  kacang panjang, kacang tanah, pucuk daun  labu,   bawang merah, bawang putih, garam, kemiri, ketumbar, kunyit, jahe, daun salam, lengkuas, daun sereh, sampai telur dan ikan asin. Katanya sampai 41 macam bahan  sebagai syarat.

Lalu dimasaknya beramai-ramai dalam kuali besar. Yang mengaduk-ngaduk tugasnya bapak-bapak. Sedang ibu-ibu menyiapkan bumbu dan memotong sayur, membuat sambal dan menggoreng ikan asin. Jadi suasananya benar-benar penuh kebersamaan.

Harapan saya makan bubur asyura terpenuhi, Minggu kemarin. Acaranya di Masjid Agung At Taqwa.  Saya yang usul selaku ketua masjid.  Acara 10 Muharram yang dipadukan dengan perayaan menyambut HUT ke-77 Kemerdekaan RI. Sejumlah anak-anak berkumpul mengikuti lomba azan, cerdas cermat, dan membaca puisi. Siangnya selesai salat zuhur, makan bubur asyura bersama-sama setelah dibacakan doa oleh Ustaz Muslih Umar, sekretaris MUI.

Ketua RT 24 Pak Zamzam, yang mendapat tugas  memimpin pembuatan bubur asyura. Dia mengerahkan sejumlah ibu-ibu di lingkungan masjid, yang memasak. Diawali dengan membeli bahan di Pasar Klandasan, menyiangi dan memotong-motong sampai mengaduknya di 3 kuali besar. Alhamdulillah, sebelum zuhur, bubur asyura sudah siap disantap. Ada 750 mangkok disiapkan panitia.

Anak-anak senang, Plt Lurah Klandasan Ulu  Djogeh bersama Babinsa Serka Hery Suyetno  dan Babinkabtibmas Aiptu Parman bisa hadir. Sekaligus ikut membagikan hadiah bagi pemenang lomba bersama panitia pelaksana, Pak Slamet Junaidi, Ustaz Hari Supriono, dan Ustaz Gazali.

Pada malam 1 Muharram, mengambil tempat di halaman Masjid At Taqwa dilaksanakan juga pawai obor yang digagas pengurus GP Ansor Balikpapan. Pawai berlangsung semarak. Pesertanya dari sekolah Islam dan pesantren serta Fatayat NU. “Alhamdulillah kita sudah bisa seperti ini lagi,” kata beberapa peserta bahagia.

Saya bersama tim pemasak bubur asyura Masjid Agung At Taqwa.

BUBUR PERANG BADAR

Tradisi memasak bubur asyura kaya dengan makna Islami. Ini menunjukkan semangat  umat Islam dalam  membangun semangat kebersamaan dan sikap berbagi. Terutama dalam situasi sulit. Sekaligus mengikuti sunah Nabi.

Pada waktu Perang Badar, jumlah prajurit Islam cukup banyak. Ketika seorang sahabat memasak bubur terasa tidak cukup. Lalu Nabi Muhammad SAW memerintahkan para sahabat untuk mengumpulkan bahan apa saja yang tersedia. Lalu dicampurkan ke dalam bubur, sehingga bisa memenuhi makan untuk semua prajurit.

Selain itu, 10 Muharram juga bertepatan dengan peristiwa penting dalam sejarah Islam. Yakni perang di Karbala, di mana Husain, cucu Nabi Muhammad terbunuh.

Sementara itu, tradisi warga Kudus, Jawa Tengah membuat bubur asyura merujuk apa yang dialami Nabi Nuh AS. Ketika itu  perahu Nabi Nuh  sedang berlabuh di hari ‘asyuro. Lalu dia memerintahkan pengikutnya mengambil kacang fuul (semacam kacang kedelai), sekepal ‘adas (biji-bijian), gandum dan jelai (sejenis tumbuhan yang bijinya keras dibuat tasbih). Kemudian Nabi Nuh berkata : “Masaklah semua itu oleh kalian. Niscaya kalian akan senang dalam keadaan selamat.”

Kabarnya, peristiwa ini merupakan praktik memasak yang pertama kali terjadi di muka bumi, yang terus berkembang sampai sekarang.

Memasak bubur asyura juga dilakukan warga di Pulau Penyengat,  Riau. Bubur asyuranya tidak dimasak di langgar atau surau. Tapi di lingkungan masing-masing. Baru kemudian dibawa  ke surau atau masjid. Setelah terkumpul baru dimakan bersama dan sebagian dibagi-bagi lagi untuk dibawa pulang.

Pada saat itu mereka mengenakan busana khas Melayu. Kaum perempuannya menggunakan  kebaya labuh (panjang) dengan padanan kerudung dan jilbab. Sedang laki-lakinya mengenakan baju teluk belanga  dan kain songket yang dilipat dua dan dililitkan ke pinggang.

Mempersiapkan sayur mayur untuk campuran bubur asyura

Tradisi memasak bubur asyura juga masih berlangsung di  Desa Stabat  Lama Barat, Dusun Pantai Luas, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat. Warga desa ini masih terus menjaga tradisi ini agar tidak punah.

Di Kalimantan Selatan, hampir di semua pelosok daerah melaksanakan tradisi bubur asyura.  Bahan-bahannya harus dicukupi 41 macam. Mulai aneka sayur, kacang-kacangan sampai daging.  Salah satu ciri khas bubur asyura banjar ada ceker ayamnya. Tentu rasanya sangat nikmat dan nyaman.

Tahun 60-an, keluarga di Indonesia banyak yang memasak bubur sayur semacam bubur asyura. Maklum waktu itu beras susah. Malah saya dan keluarga, yang saat itu tinggal di Samboja sempat makan bulgur. Agar anggota keluarga bisa makan nasi, maka pilihannya memasak bubur. Berasnya tidak banyak, karena ditambah campuran lain mulai singkong, ubi, sampai sayur-sayuran. Bahan-bahan itu juga tidak beli, sebab ditanam di pekarangan rumah.

Resep seperti ini sebenarnya bisa juga kita terapkan di zaman sekarang. Di saat harga pangan di pasar lagi meningkat tajam. Maka pemanfaatan pekarangan rumah untuk kebutuhan dapur dan ekonomi keluarga yang dikembangkan PKK sangat pas. Kita buat bubur asyura anti-resesi dan inflasi. Pasti sedap dan berkah. Apalagi penuh dengan doa. (*)

TIDAK ADA KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Exit mobile version