JAKARTA – Kepolisian membongkar peredaran sabu-sabu seberat 1,129 ton senilai Rp 1,694 triliun, yang dikendalikan seorang napi WNA yang tengah menjalani hukuman di Lapas Cilegon. Kawanan pengedar narkotika itu, menurut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, mendapat sabu dari Timur Tengah dan Afrika.
Dijelaskan Kapolri, lima tersangka adalah WNI. “Kita amankan 5 WNI serta 2 WN Nigeria inisial CSN alias ES dan UCN alias EM. Dari hasil pendalaman, barang bukti (sabu) berasal dari Timur Tengah dan Afrika,” jelas Kapolri, Senin (14/6/2021).
Dijelaskan pula, kasus ini diungkap jajaran Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Pusat, lewat proses penyidikan yang berlangsung sejak Mei hingga Juni 2021. Ketujuh tersangka ditangkap di 4 lokasi berbeda, dengan jumlah barang bukti berbeda.
Penangkapan pertama, lanjut Kapolri, berlangsung di daerah Gunung Sindur, Bogor, dengan tersangka yang ditangkap NR dan HA berikut menyita sabu seberat 393 Kg. Penyidik kemudian bergeser ke Bekasi, tepatnya Ruko Pasar Modern Bekasi Town Square dan menemukan 511 Kg sabu. Di lokasi inilah, penyidik menangkap 2 WNA Nigeria, CSN alias ES dan UCN alias EM serta WNI berinsial NW alias DD.
Tak berhenti disini, penyidik lantas menggerebek Apartemen Basura, Jakarta Timur dan ditemukan sabu seberat 50 Kg. Pemilik sabu yakni AK, giliran ditangkap polisi. Lokasi terakhir yang digerebek adalah Apartemen Green Pramuka, Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Di tempat itu didapatkan 175 Kg sabu yang berada dalam penguasaan tersangka H alias Ne, yang kini buron.
Menurut Kapolri, jika bisa beredar luas, sabu seberat 1,129 ton itu diperkirakan bisa meracuni 5,6 juta orang. Untuk itu, dia meminta seluruh jajarannya untuk serius mengungkap kasus narkotika. “Perang terhadap narkoba harus terus dilakukan dari hulu sampai hilir,” tegas Kapolri.
Agar bisa terwujud, jajarannya diminta terus meningkatkan kerja sama dengan seluruh stakeholder mulai dari BNN, Bea dan Cukai, serta Ditjen Pemasyarakatan. Ketujuh tersangka dijerat Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 115 ayat 2 lebih subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. “Ancaman hukuman minimal enam tahun maksimal hukuman mati,” tutup Kapolri. (prs)