JAKARTA – Di masa pandemi COVID-19, relawan sangat berperan penting. Bukan hanya relawan di bidang kesehatan, tapi juga relawan yang bergerak di bidang ekonomi dan sosial. Perannya penting dalam membantu meringankan kesulitan, mengingat pandemi telah berdampak ke segala sendi kehidupan masyarakat.
Termasuk bagi dr. Aulia Giffarinnisa. Pada bulan April 2020, terbersit keinginannya untuk terjun langsung membantu sesama rekan tenaga kesehatan yang berjuang menangani pasien COVID-19.
“Keputusan jadi relawan itu sudah ada sejak April. Saya sebelumnya bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah di Sulawesi Selatan. Hati saya ingin berkontribusi dan tidak bisa hanya diam di rumah saja. Akhirnya pada Agustus orang tua merestui keinginan saya, setelah sejak April saya meminta restu. Saya mulai bertugas di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet bulan September,” ungkapnya pada acara Dialog Produktif menyambut Hari Sukarelawan Internasional.
Tema yang diangkat “Berbakti untuk Kemanusiaan Tanpa Pamrih”, yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Jumat (04/12).
Tentunya menangani pasien COVID-19 bukan hal mudah. Tenaga kesehatan seperti dr. Aulia harus terus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) selama 8 jam. Apalagi dr. Aulia bertugas di HCU (High Care Unit) yang merawat pasien COVID-19 dengan kondisi memerlukan perhatian khusus.
Bekerja dalam pengap dan menahan haus dan lapar sudah jadi risiko pekerjaannya. “Kami bekerja bergiliran selama delapan jam. Biasanya dari pukul enam pagi sampai jam dua siang. Tapi karena memakai APD kita mulai persiapan dari jam 5 pagi, dan harus puasa selama delapan jam itu, karena kita tidak melepaskan APD bahkan untuk ke toilet. Kalau kita minum pasti ingin ke toilet,” terangnya.
Kisah inspiratif lainnya dari relawan Yusrin Zata Lini, anggota Relawan Jurnalis Bergerak. Ia dan rekan-rekan jurnalis lainnya menginisiasi gerakan sosial untuk membantu kesulitan ekonomi para pekerja lepas harian. “Masih banyak teman-teman kita di luar sana yang harus bekerja berjibaku di jalanan untuk mendapat pendapatan harian. Selain pendapatan mereka tergerus, tidak memiliki informasi cukup mengenai COVID-19 sehingga cenderung tidak peduli, mereka lebih khawatir dengan anak mereka nanti makan apa daripada virus yang tidak tampak ini”, terangnya.
Berangkat dari kegelisahan tersebut, Yusrin Zata menggalang donasi dengan sasaran penerima pekerja lepas harian. “Setidaknya menolong kehidupan mereka yang masih harus bekerja di jalanan ini selama satu atau dua minggu ke depan. Kita memberikan bantuan-bantuan ini dalam bentuk sembako, masker, hand sanitizer, dan flyer edukasi terkait COVID-19,” ungkapnya.
Gerakan sosial #JurnalisBergerak mulai mengumpulkan donasi melalui platform digital benihbaik.com, dengan target Rp100 juta, “Meski kita mengatas namakan jurnalis, tapi semua orang boleh membantu. Setidaknya kita menjadi wadah untuk masyarakat umum yang ingin berkontribusi,” sebutnya.
Penerimanya adalah pekerja non formal seperti tukang ojek, pemulung, pedagang kecil, sopir angkutan umum, dan masyarakat terdampak lainnya. Dalam waktu satu bulan, telah terkumpul Rp106 juta dari 339 donatur. “Kemudian dana ini kita salurkan ke 600 penerima manfaat yang disalurkan ke 5 wilayah administrasi DKI Jakarta, dan ternyata masih lebih sehingga kami membuka lagi penyaluran paket bantuan ke masyarakat berdasarkan rekomendasi baik oleh perorangan maupun komunitas seperti ke para guru honorer dan tukang pijat tuna netra”, ungkapnya.
Relawan seperti dr. Aulia dan Yusrin Zata juga menyampaikan harapannya kepada upaya Pemerintah untuk pengadaan vaksin. “Harapan aku dengan vaksin COVID-19 ini inginnya cepat didistribusi. Saat ini setahu saya vaksin sudah dalam uji klinik fase III, kalau Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) mengizinkan, saya ingin vaksin lebih cepat didistribusikan,” ujarnya.
Senada dengan dr. Aulia, Yusrin Zata juga menginginkan vaksin didistribusi secepatnya. “Ketika lebih cepat vaksin masuk ke Indonesia, lebih cepat juga nantinya membantu memulihkan kehidupan masyarakat dalam mencari pekerjaan dan kehidupan sosialnya. Hadirnya vaksin COVID-19 ini nanti jadi harapan agar kehidupan sosial bisa kembali normal,” sebutnya.
Selama menunggu kedatangan vaksin, dr Aulia juga berpesan, “Jangan berfikir bahwa kebaikan itu harus besar, tapi minimal dari orang-orang terdekat kita dengan cara mencegah penularan lewat 3M (Menggunakan masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak). Dengan bersama-sama seperti itu, akan membantu tenaga kesehatan seperti kami untuk mencegah dan mengembalikan kehidupan normal seperti dulu lagi,” tandasnya.
“Untuk masyarakat yang masih bekerja di luar rumah, jangan abaikan protokol Kesehatan 3M, dengan menerapkan protokol 3M ini tidak hanya melindungi diri tapi juga orang di sekitar kita. Jangan sampai kita menyusahkan orang lain apalagi tenaga kesehatan yang sudah berjuang, jangan sampai kita menyia-nyiakan perjuangan mereka”, tutup Yusrin Zata. (red)