Beranda BONTANG Berdiri “Masjid Tandingan” di Halaman Masjid Al-Ikhlas, Polemik Masjid Al-Ikhlas Berlanjut

Berdiri “Masjid Tandingan” di Halaman Masjid Al-Ikhlas, Polemik Masjid Al-Ikhlas Berlanjut

0
Kondisi tempat ibadah baik yang berada di dalam masjid maupun di luar (halaman) Masjid Al-Ikhlas Gunung Sari. (Bams/Media Kaltim)

BONTANG – Polemik siapa Masjid Al-Ikhlas di Gunung Sari, di RT 01, Kelurahan Tanjung Laut terus berlanjut, walau pekan lalu sudah dieksekusi Pengadilan Agama (PA) Bontang. Setelah putusan kasasi Mahkaman Agung memutuskan pengelolaan masjid ditetapkan ke Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Bontang, sejumlah masalah baru justru timbul.

Mulai dari penutupan akses jalan menuju masjid dari dua arah, hingga teranyar, berdirinya tempat ibadah baru yang berlokasi tepat di samping kiri masjid, atau di halaman masjid. Sejak adanya bangunan semi permanen itu, terdapat dua kali salat lima waktu maupun salat Jumat di tempat yang berdekatan. Untuk salat lima waktu, biasanya terlebih dahulu dilakukan jamaah yang berada di dalam masjid.

Setelah selesai, giliran jamaah di luar masjid melaksanakan salat. Setiap pelaksanaan salat lima waktu, aparat kepolisian turut memantau.

[irp posts=”12317″ name=”Masjid Al-Ikhlas Dieksekusi, PA Tetapkan Dikelola Muhammadiyah Bontang”]

Menanggapi adanya kejadian ini, juru bicara (jubir) PDM Bontang, Setyoko Waluyo menyampaikan, jika perbuatan tersebut sudah melawan hukum dan menginjak-injak putusan Mahkamah Agung (MA).

Menurutnya, jika pihak ahli waris melakukan penutupan jalan, hal itu dipersilahkan saja. Namun jika sampai menggunakan halaman masjid untuk membuat tempat ibadah sendiri, menurut dia menyalahi aturan.

Sebab, PDM Bontang memiliki bukti kuat sesuai surat tanah, yang mencantumkan bahwa halaman masjid termasuk dalam bagian wakaf yang diserahkan kepada Muhammadiyah.

Pihaknya mengaku, selama ini sudah cukup sabar menunggu proses hukum hingga akhirnya MA memenangkan mereka lewat putusan kasasi. Selama kurang lebih dua tahun kata Setyoko Waluyo, PDM memilih bersabar demi menghargai hukum sekaligus menghormati aparat. Termasuk pengelolaan masjid yang seharusnya dikelola Kementerian Agama (Kemenag) Bontang selama proses hukum berjalan, namun hal tersebut tidak dilakukan.

[irp posts=”12332″ name=”Selepas Dieksekusi, Akses Jalan Masjid Al-Ikhlas Ditutup, Polisi Imbau Segera Dibongkar”]

Belum lagi persoalan dimatikannya listrik dan air oleh pihak ahli waris usai proses eksekusi. Sehingga membuat mereka harus menyambung sendiri dari Gedung Dakwah Muhammadiyah yang berlokasi tak jauh dari Masjid Al-Ikhlas. “Disini kami minta ketegasan dari pihak kepolisian,” ucapnya.

Pihaknya mengancam, bila kepolisian tidak segera mengambil tindakan tegas terhadap berbagai perbuatan ahli waris tersebut, maka PDM Bontang akan melakukan tindakan tegas sendiri.

Namun sebelum itu, pada Senin (5/4/2021) hari ini, PDM Bontang berencana mendatangi Kantor PA Bontang, memastikan kejelasan status dari lahan yang ada di halaman masjid tersebut.

“Jika terbukti lahan itu adalah bagian dari kewenangan kami, maka kami akan usir mereka dari tempat itu,” tegasnya.

Setyoko mengatakan, menghormati keputusan pihak ahli waris yang ingin melakukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan kasasi MA. Namun demikian, sambung dia, eksekusi yang sudah dijalankan PA Bontang tetap harus dihargai.

Seandainya putusan PK nantinya memenangkan pihak ahli waris, pihaknya akan suka rela menyerahkan pengelolaan masjid kepada mereka. “Kami akan legawa jika kami kalah,” sebutnya.

Dikonfirmasi terpisah, Juru Bicara (Jubir) pihak ahli waris, Mulawarman berpandangan, pendirian bangunan tempat salat di lokasi halaman masjid menurut mereka tidak menyalahi aturan.

Alasannya, hasil putusan MA menyebutkan, PDM Bontang hanya berhak sebatas pengelolaan masjid, bukan kepemilikan. Karena menurutnya, kepemilikannya ada di tangan warga sesuai sertifikat yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Justru kata dia, secara etika, PDM seharusnya berkoordinasi dengan ahli waris atau masyarakat yang memiliki lahan dan masjid tersebut. “Jadi warga setempatlah yang punya otoritas,” tuturnya.

Mulawarman melanjutkan, berdasarkan legalitas pengelolaan tanah, disebutkan wakaf berada di tangan warga atau ahli waris. Pasalnya sesuai amanah dari wakif (yang memberikan wakaf), tanah wakaf tersebut diserahkan ke masyarakat dengan menunjuk nazir (yang diberikan wakaf) perseorangan, bukan nazir organisasi atau badan hukum.

“Sebagai warga negara kami mafhum dengan keputusan MA tersebut. Kami mengimbau kepada warga PDM untuk berjalan pada prinsip masing-masing namun tetap saling menjaga dan menghormati,” ungkapnya.

Sejauh ini, pihaknya tak mempersoalkan pengelolaan masjid dilakukan oleh PDM. Sebab, mereka menghargai putusan MA. Namun disisi lain, pihaknya juga meminta PDM untuk menghormati keputusan ahli waris atau masyarakat sekitar, yang tidak mau ikut beribadah di dalam bangunan masjid.

Soal dibangunnya tempat ibadah di luar masjid, sambung Mulawarman, hal tersebut hanya sementara untuk dipakai tempat bernaung dalam beribadah. Karena menurutnya, warga atau jamaah mereka lebih merasa nyaman salat di halaman masjid.

”Jadi pihak PDM seharusnya bisa memahami. Yang penting kita bisa menjaga dan menghindari hal-hal yang berimplikasi kepada sesuatu yang melanggar hukum,” urainya. Selain itu Mulawarman menilai, keputusan MA terkait dengan pengelolaan masjid yang diserahkan ke PDM Bontang, kontradiktif dengan legalitas pengelolaan yang menyebut masjid telah diserahkan ke masyarakat.

Sehingga menurutnya, paska-eksekusi beberapa waktu lalu, seharusnya PDM berkonsultasi dengan pemilik lahan terkait pengelolaan Masjid Al-Ikhlas. Karena hak kepemilikan berada di masyarakat sekitar (ahli waris). “Sehingga wajar jika kami sampai saat ini masih bertahan,” bebernya.

Terkait rencana ahli waris yang ingin melakukan Peninjauan Kembali, Mulawarman menyebutkan, upaya hukum itu akan ditempuh dalam waktu dekat. Diharapkan pula, selama proses PK, pihaknya meminta agar pengelolaan masjid diambil alih sementara oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) Bontang. Sehingga kondisinya tidak terjadi seperti sekarang ini.

Mulawarman membantah tudingan PDM yang menyebutkan, sebelum adanya putusan MA, Kemenag tidak mengambil alih pengelolaan masjid. Menurut dia, selama ini Kemenag Bontang selalu rutin datang dan mengontrol Masjid Al-Ikhlas.

“Justru jamaah dari PDM yang tidak datang, kecuali awalnya saja. Lambat laun tidak muncul lagi karena rumah mereka jauh dari masjid dan bukan warga sekitar,” tandasnya.

Terkait permasalahan ini, Kapolres Bontang AKBP Hanifa Martunas Siringoringo melalui Kabag Ops Polres Bontang Kompol Ahmad Abdullah menyampaikan, masalah ini sudah bukan lagi ranah kepolisian, Melainkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kemenag Bontang. Pihaknya hanya melakukan pengamanan agar tidak muncul dampak baru akibat polemik, yang mengarah pada perbuatan melawan hukum dan tindak pidana.

Untuk memastikan soal status lahan di halaman masjid, menurut Ahmad Abdullah, pihaknya juga akan mempertanyakan permasalahan ini ke PA Bontang.

Jika terbukti lahan halaman masjid adalah bagian dari objek sengketa, maka kepolisian akan mengeksekusi tempat ibadah semi permanen tersebut. “Permasalahan ini juga akan didorong oleh Forkopimda untuk didiskusikan. Yang mana leading sektornya nanti adalah MUI dan Kemenag,” pungkasnya. (bms)

 

TIDAK ADA KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Exit mobile version